Dari KTT Negara G20, Jokowi Minta Asistensi untuk Kurangi Kesenjangan Teknologi

Jokowi

eQuator.co.id – Hangzhou–RK. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang mengusung tema inovasi, revolusi industri baru, dan ekonomi digital resmi dibuka di Hangzhou International Expo Center (HIEC), kemarin (4/9). Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya sinergi antaranegara untuk mengurangi kesenjangan. Khususnya dalam pengembangan teknologi digital.

Presiden Joko Widodo sendiri tiba sekitar pukul 14.49 waktu setempat di lobi Hangzhou International Expo Center. Menggunakan jas berwarna gelap dan berdasi merah, Jokowi tersenyum dan berjabat tangan dengan Presiden RRT Xi Jinping. Usai bersalaman, Presiden bersama pemimpin negara lainnya mengikuti sesi foto bersama. Sekitar pukul 15.30 waktu setempat, puncak pertemuan G20 resmi dibuka.

KTT tahun ini juga diikuti oleh beberapa negara tamu. yakni Spanyol, Chad, Mesir, Kazakhstan, Laos, Senegal, Singapura, dan Thailand. Pimpinan organisasi internasional maupun perwakilannya juga hadir. Seperti PBB, Bank Dunia, Organisasi Buruh Internasional (ILO), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Dana Moneter Internasional (IMF), dan lainnya.

Presiden Jokowi berharap kerja sama G20 itu diarahkan untuk penguatan ekonomi semua negara anggota. Sehingga tidak ada kebijakan yang berdampak negatif pada negara lain sesama anggota G20. Indonesia yang punya pertumbuhan ekonomi lebih baik dari negara anggota G20 juga berkomitmen untuk membuat kebijakan yang lebih terbuka.

”Setiap kebijakan ekonomi harus memiliki agenda pertumbuhan yang solid dan inklusif,” ujar Jokowi pada pertemuan KTT G20.

Jokowi menuturkan negara-negara G20 juga harus dapat mendampingi negara berkembang dalam pengembangan teknologi digital. Sebab, masih ada ketimpangan dalam penguasaan teknologi tersebut. ”Negara-negara G20 dapat memberikan asistensi untuk mengurangi kesenjangan digital antara negara maju dan berkembang,” imbuh dia.

Presiden Tiongkok Xi Jinping juga mengajak para pemimpin negara G20 untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang seimbang, kuat, dan berkelanjutan. Sebab, kondisi ekonomi yang kini dihadapi oleh negara-negara G20 tidak jauh berbeda dengan delapan tahun lalu. “Banyak tantangan dan resiko yang dialami perekonomian global,” ucapnya.

Sebelum menghadiri pembukaan KTT G20, Presiden Jokowi berserta rombongan punya dua agenda lain yang tidak kalah penting. Jokowi bertemu dengan Chairwoman Huawei Technologies Ms. Sun Yafang di kantor Research and Development Huawei di Hangzhou. Huawei merupakan perusahaan telepon pintar terbesar ketiga di dunia setelah Samsung dan Apple.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang turut dalam romobongan itu menuturkan ada tiga hal pokok yang dibahas dalam pertemuan tersebut. yakni Asian Games 2018, kerjasama untuk pelatihan bidang pelatihan vokasional di riset dan pengembangan Huawei dan smart city. Indonesia berharap pada 2018, teknologi 4.5G dapat diimplementasikan di Jakarta dan Palembang. “Untuk detilnya, Pak Rudi (Menkominfo Rudiantara, red) akan membahasnya besok di Kantor Pusat Huawei di Shenzhen,” ujar Retno.

Di bidang alih teknologi, pemerintah membahas kemungkinan kerja sama di bidang pendidikan kejuruan. Peneliti dari Indonesia bisa menimba ilmu di Research Centers milik Huawei di Tiongkok, Eropa, dan Amerika Serikat. Selama ini Huawei juga sudah memiliki kerja sama dengan enam universitas besar di Indonesia untuk alih teknologi. ”Dari 170 ribu pegawai di 179 negara, 79 ribu pegawainya terkait dengan penelitian dan pengembangan,” kata Retno.

Agenda lain yang dilakukan sebelum pembukaan KTT G20 adalah pertemuan Jokowi dengan Wakil Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman bin Abdul Aziz Al-Saud di Hotel Dahua Boutique. Pembicaraan dengan pangeran yang menjabat Wakil Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Kerajaan Arab Saudi itu berkaitan dengan kerjasama ekonomi dan haji.

Arab Saudi ingin sekali melakukan investasi besar-besaran di Indonesia. Antara lain pengilangan minyak, pembangunan rumah murah dan pariwisata. Oktober nanti Raja Arab Saudi akan ke Indonesia dan kunjungan ini diharapkan membawa hasil konkrit bagi kedua negara. “Mereka menyebutnya mega investment,” kata Retno.

Sedangkan soal haji, pemerintah Indonesia berharap mendapatkan tambahan kuota haji. Terutama jatah dari negara-negara yang tidak terpakai. ”Hal ini sangat penting dibicarakan terlebih dahulu dengan pemerintah Kerajaan Arab Saudi sebelum dibicarakan dengan negara lain yang memiliki kelebihan kuota haji,” ujar Retno. (Jawa Pos/JPG)