eQuator.co.id – Pontianak-RK. Pemprov Kalbar mengevaluasi penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) 2016. Sekaligus mengecek pos komando (Posko) Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap akibat Karhutla yang dilakukan Wakil Gubernur Drs. Christiandy Sanjaya, SE, MM di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar, Rabu (31/8).
Christiandy mengaku, Pemprov terus berupaya mengatisipasi Karhutla di Kalbar. Evaluasi perlu dilakukan dan dianggap penting. Agar mengetahui apa yang sudah dicapai tahun lalu, apakah berjalan efektif diakukan tahun ini. “Kita bersyukur, dari pemerintah provinsi tanggap. Gubenrur sudah membuat keputusan siaga tanggap darurat,” kata Christiandy.
Walaupun ada perubahan personel Satgas Penanganan Karhutla di Kalbar, Christiandy sebagai pengarah berharap Satgas tetap menjalankan tugasnya dengan lancar. Hasil evaluasi menyimpulkan, munculnya asap, efek dari Karhutla di lahan gambut.
“Ini bukan hanya statmen kita, tetapi hasil pemantauan, termasuk dari Menkopolhukam,” katanya.
Fokus penanganan Karhutla tahun ini, di lahan gambut. Makanya ada Posko lapangan yang melibatkan berbagai pihak. Mengenai anggaran penanganan Karhutla di Kalbar, Pemprov mendapat bantuan Rp300 juta dari APBN. Bantuan itu baru cair beberapa hari lalu. Anggaran yang dikucurkan itu, jauh lebih kecil dari usulan Pemprov Kalbar sebesar Rp13 miliar.
Kepala BPBD Kalbar, TTA Nyarong mengatakan, anggaran diajukan ketika penetapan Status Siaga Darurat Bencana asap akibat Kerhutla, 1 Juni 2016 lalu. Penggunaan pun sudah diperincikan, termasuk operasional penanganan Karhutla. “Anggaran yang dikucurkan itu jauh dari kata cukup. Hanya saja pemerintah daerah tidak bisa menuntut pusat, agar mencairkan anggaran dalam jumlah besar,” kata Nyarong.
Dibandingkan tahun sebelumnya, Kalbar mendapatkan bantuan Rp1 miliar lebih, juga bersumber dari APBN. Sementara penanganan Karhutla, APBD tidak tersedia di BPBD Kalbar, karena ini bencana. “Dana bencana apapun, daftar dokumen pelaksanaan anggaran ada di BPKAD,” jelas Nyarong.
Menurutnya Nyarong, dana tidak terduga yang bersumber dari APBD tinggal Rp1 miliar. Sedangkan Rp4 miliar diperutukan sebagai dana tidak terduga yang digunakan untuk memulangkan anggota eks Gafatar beberapa waktu lalu. “Dana tidak teduga ini tidak boleh digunakan Satgas, ketika statusnya masih siaga daruat. Kecuali statusnya meningkat menjadi tanggap darurat,” ujar Nyarong.
Nyarong menjelaskan, sebenarnya dana pencegahan Karhutla ada di berbagai instansi. Totalnya Rp2,8 miliar. BPBD hanya melihat, apakah penggunaan dana tersebut berjalan optimal atau tidak. “Jadi dana itu ada di saya juga, dan bukan dana sharing. Instansi terkait punya dana berapa untuk pencegahan kasus ini. Misalnya hanya Rp10 juta dan instansi lain berapa lagi,” katanya.
Di tahun 2015 tercatat lahan gambut yang terbakar seluas 74.858 hektar. Sementara untuk tahun ini luasan lahan yang terbakar itu memang lebih kecil, sekitar 600 hektar lebih. Sedangkan jumlah lahan gambut yang terdata sekitar 1.700.000 hektar. “Inilah yang meyakini saya, lahan gambut yang terbakar menyebabkan bencana asap,” kata dia.
Dilihat dari wilayah, Kabupaten Ketapang dan Kubu Raya sebagai daerah yang memiliki lahan gambut cukup luas, dibandingkan wilayah lainnya. Sedangkan dari tingkat desa yang berpotensi terjadi kebakaran hutan dan lahan di Kalbar ada 135 desa.
Dari jumlah itu, desa yang paling banyak berada di Kabupaten Ketapang dan Kubu Raya. Di Kubu Raya ada 18 desa dan 45 desa di Ketapang. “Ketika musim kemarau, desa tersebut harus dikuasai masyarakat dan aparat, untuk mencegah kebakaran lahan,” ungkap Nyarong. (fie)