Curiga Ada Skenario Hancurkan Partai Islam

PPP Djan Faridz Ultimatum Menteri Yasonna, Mereka

SURAT UNTUK MENTERI. Pengurus PPP Djan Faridz se Kalbar mendatangi Kantor Kanwil Kemenkum HAM di Pontianak, Senin (28/12). Mereka menyerahkan surat terbuka berisi ultimatum agar Menteri Yasonna Laoly segera mengesahkan keputusan MA. ISFIANSYAH

eQuator – Pontianak-RK. Pengurus DPW PPP Kalbar Kubu Djan Faridz dan cabang-cabangnya mengultimatum Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM), Yasonna Laoly, untuk mengesahkan hasil putusan Mahkamah Agung (MA). Senin (28/12), puluhan pengurus PPP versi Mahkamah Jakarta tersebut mendatangi dan menyampaikan surat terbuka ke Kantor Wilayah Kemenkum HAM Kalbar.

“Pada hari ini (kemarin,red), kami atas nama PPP melakukan gerakan moral terhadap Kemenkumham ke provinsi masing-masing seluruh Indonesia. Kami mempertanyakan kenapa sikap kementerian tidak jelas,” ungkap Sekretaris DPW PPP Kalbar Suib, SE, MSi.

Lanjut dia, Putusan MA yang mengesahkan Muktamar Jakarta belum disahkan oleh Menkum HAM. Namun, Suib menegaskan, pihaknya tidak akan melakukan kekerasan untuk meminta pengesahan tersebut.

“Makanya, melalui Kanwil Kemenkum HAM Kalbar, kami sepakat untuk menyampaikan surat terbuka kepada Menkum HAM agar ditindaklanjuti. Apabila dalam tujuh hari tidak juga ada jawaban, maka akan ada gerakan massal yang lebih besar,” paparnya.

Dalam surat terbuka untuk Menkum HAM itu, disebutkan bahwa Kemenkum HAM seharusnya merupakan institusi yang selalu menyuarakan dan mengajak warga negara untuk berperilaku taat akan hukum positif yang berlaku.

Nah, karena putusan MA belum disahkan, Menteri Yasonna dinilai tidak konsisten dalam mempertimbangkan dasar mengeluarkan Surat Keputusan (SK). Ketika Mahkamah PPP atau Mahkamah Syariah menyatakan yang sah adalah Muktamar Jakarta, Menkum HAM malah tutup mata. “Kami, segenap warga PPP hasil Muktamar Jakarta sudah menjalankan aturan sesuai Undang-Undang Partai Politik,” tegas Suib.

Selain itu, menurut dia, pihaknya telah menjalani proses hukum ketika Kemenkum HAM mengesahkan hasil Muktamar Surabaya, sekalipun PPP versi Romahurmuziy/Romy menyalahi aturan partai dan konstitusi. Yang lebih ironis, imbuh Suib, ketika MA sudah memerintahkan Kemenkum HAM mencabut SK DPP PPP Muktamar Surabaya, Menkum HAM berkelit dengan berbagai alasan.

“Kami jadi curiga kalau-kalau skenario yang disusun adalah untuk menghancurkan partai yang berasaskan Islam ini,” ujarnya.

Sampai saat ini, ia mengaku masih tunduk dengan semua aturan yang ada. Tetapi bila lembaga hukum seperti Kemenkum HAM justru tidak patuh kepada hukum yang berlaku, maka PPP pun akan mengabaikan institusi itu.

“Ibarat pepatah, bagaimana gendang bapak bunyikan, begitu juga tari akan kami lakukan,” tukas Suib.

Berdasarkan UU Administrasi Pemerintah pasal 66 ayat 5, perintah pengadilan untuk pembatalan keputusan maksimal 21 hari kerja. Putusan inkracht MK PTUN tanggal 20 Oktober, berarti 21 hari kerja dimaksud jatuh pada 17 November 2015. Kini, batas waktu dalam UU tersebut telah dilanggar.

“Artinya, kami menilai bahwa Menkum HAM tidak patuh dan telah melanggar UU, sebab putusan pengadilan adalah salah satu produk hukum dan sumber hukum yang harus dipatuhi,” tutupnya.

Kedatangan pengurus PPP tersebut diterima Kepala Divisi Administrasi Kanwil Kemenkum HAM Kalbar, Anjar Anggono SH MH. Ia menyatakan akan menyampaikan hal tersebut langsung kepada bosnya yang di Jakarta.

“Mengenai batas waktu yang diminta pengurus PPP Kalbar, kami tidak mempunyai kewenangan memberikan jawaban. Namun mudah-mudahan secepatnya ada jawaban,” ungkapnya.

Dia memastikan pihak yang dihubunginya adalah Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkum HAM RI. “Jadi, kita harapkan Dirjen yang menangani hal ini tentunya akan menyampaikan ke Menteri Hukum dan HAM,” tutup Anjar.

Laporan: Isfiansyah

Editor: Mohamad iQbaL