Saya tidak tahu: ada berapa kamera yang terpasang di seluruh Jakarta. Khususnya di sekitar Sarinah. Juga di tanah Abang. Yang, seandainya banyak, bisa dipakai untuk menganalisis kerusuhan tanggal 22 Mei lalu.
Tentu kalau kameranya berfungsi normal.
Juga kalau kameranya tidak dimainkan oleh yang punya keahlian memainkan.
Pun tahun 1998. Saat terjadi huru-hara di Jakarta. Seandainya saja sudah dipasang banyak kamera di banyak tempat. Kerusuhan berbau rasialis itu bisa dianalisis dengan lebih obyektif. Siapa pelakunya. Dari mana datangnya. Ada penyusup atau tidak.
Saya tidak punya angka: berapa jumlah kamera yang terpasang di Jakarta.
Yang saya tahu justru angka yang terpasang di Beijing. Di satu kota itu saja telah dipasang lebih lima juta kamera. Hampir tidak ada satu pun sudut kota yang terlewatkan.
Di Shenzhen bahkan sudah dipakai untuk mengawasi penyeberang jalan. Kalau Anda salah menyeberang akan langsung ketahuan. Pun foto Anda akan langsung muncul di layar HP Anda — kalau HP Anda punya layar.
Tahun lalu, selama sembilan bulan saja, terdapat 13.000 orang yang ketahuan salah: menyeberang jalan tidak pada tempatnya. Atau pada saat lampu masih menyala merah.
China Daily mengungkap angka yang fantastis. Angka tahun lalu. Di seluruh Tiongkok sudah terpasang 176 juta kamera. “Akan menjadi 2,5 miliar tahun depan,” tulis China Daily.
Maka industri kamera pun majunya luar biasa. Pengembangan teknologinya juga sangat pesat. Kamera sekarang sudah dilengkapi artificial intelligent. Kamera menjadi sangat cerdas. Tidak lagi hanya berfungsi sebagai ‘mata’. Melainkan sudah dilengkapi ‘telinga’ dan sekalian ‘otak’ sekaligus.
Sudah pula dilengkapi alat pengenal wajah. Kamera itu akan sangat cepat mengenali siapa Anda. Di mana Anda tinggal. Berapa nonor Hp Anda. Pun seandainya Anda tertangkap kamera di tengah kerumunan besar.
Processing datanya sudah dilakukan melalui cloud.
Dan harganya kian murah. Bisa menggantikan banyak petugas. Yang bisa saja malas. Atau teledor. Atau ngambek. Pun kamera tidak pernah minta THR tiap lebaran. Jauh lebih murah daripada membayar petugas jaga. Atau memelihara mata-mata.
Praktis semua pohon kini sudah punya mata. Semua dinding punya telinga.
Di sana budi pekerti juga ditegakkan melalui alat. Bukan lagi hanya lewat pelajaran akhlak.
Kelak tidak perlu lagi takut sandal hilang di masjid. Kalau di situ juga sudah terpasang kamera cerdas.
Dan itu bahaya!
Bahaya besar!
Setidaknya di mata Amerika. Memang. Sebenarnya bukan hanya di pengembangan 5G yang Amerika tertinggal dari Tiongkok. Pun sampai soal pengembangan teknologi kamera.
Dan itu bahaya.
Untuk dunia intelijen. Untuk keamanan nasional.
Karena itu keluarlah komando Presiden Donald Trump: larang!
Amerika dilarang membeli kamera Tiongkok. Perusahaan Amerika dilarang bekerjasama dengan perusahaan kamera tersebut. Persis larangan yang dikenakan kepada Huawei.
Kamera itu dianggap disusupi alat. Yang bisa dipakai Tiongkok untuk memata-matai Amerika. Atau mengintai siapa saja yang membelinya.
Saya masih ingat. Dulu raja kamera itu Honeywell. Dari Amerika. Saya pernah membelinya. Dipasang di mesin pembuat kertas. Untuk mengintai apakah kertasnya halus/rata atau tidak.
Sudah lama saya tidak mendengar kata Honeywell lagi.
Kamera kini benar-benar identik dengan Made in China.
Dan pusat industri kamera itu sama dengan pusat industri celana dalam. Industri BH. Industri dasi. Dan industri mobil listrik: di Provinsi Zhejiang. Yang ibu kotanya Hangzhou. Pusatnya Alibaba juga di situ. Satu jam dengan kereta peluru dari Shanghai.
Kota ini sekarang juga jadi pusat industri CSP (concentrated solar power). Listrik tenaga matahari tapi pakai cermin. Tidak lagi pakai panel surya. Saya termasuk sering ke situ. Rapat-rapat dengan mereka.
Mobil listrik BYD –yang sudah mulai dipakai taksi Blue Bird di Jakarta– ada di sini. Pabrik mobil listrik Geely –menjadi taksi di semua kota besar di Tiongkok– juga di situ.
Ada tiga industri kamera di sekitar Hangzhou. Besar semua. Sampai-sampai 30 persen kamera dunia dari situ.
Tiga besar itu adalah: Hikvision, Dahua dan Uniview. Dua yang pertama saja sudah menguasai 50 persen pasar kamera dalam negeri mereka.
“Boom industri kamera ini terjadi sejak ada peristiwa 9/11 di New York,” tulis China Daily.
Pengawasan terhadap orang diperketat di mana-mana. Berarti perlu kamera. Dagangan kamera ramai sekali.
Sedih di sana. Berlama-lama.
Panen di sini. Segera. (Dahlan Iskan)