Calo ‘Bergentayangan’ di Bandara Supadio

Travel Agent Merugi

Ilustrasi. NET

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Sejumlah agen perjalanan wisata yang tergabung dalam Asita (Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies) Kalbar mengeluhkan praktik percaloan di Bandara Supadio, Kabupaten Kubu Raya. Perusahaan perjalanan wisata tersebut terpaksa merugi.

Ketua Asita Kalbar, Nugroho Henray Ekasaputra mengatakan, pihaknya mendapati adanya calo berjualan tiket pesawat di area bandara. Menurutnya, hal ini kembali menjadi persoalan, khususnya bagi para agen travel lokal yang belakangan kian terhimpit oleh maraknya aplikasi penjualan tiket online. “Anggota kami menemukan adanya calo di bandara saat arus balik lebaran. Padahal di sistem seat sudah habis, tetapi di bandara ada calo yang bisa menjualnya. Mereka menjual diatas harga batas atas pemerintah,” ungkapnya.

Dia mencontohkan, penerbangan ke Jakarta kelas ekonomi, calo menjual dengan harga Rp1,4 juta. Padahal, harga tertinggi di sistem hanya Rp1 jutaan. “Mereka juga berani jual kelas bisnis, yang mereka patok Rp5 jutaan,” kata Henray, belum lama ini

Dia berharap, ada tindakan tegas dari otoritas Bandara Supadio terhadap praktik percaloan. Apalagi sejak beberapa tahun terakhir, praktik calo tiket di bandara sudah jarang terjadi. Hal ini akibat pemberhentian loket tiket pesawat terbang di kawasan bandara sejak tahun 2015.

Menurutnya, pemberlakukan aturan tersebut dapat membantu para agen travel yang selama ini merasa dirugikan oleh ulah para spekulan. Para spekulan atau calo tersebut sering beroperasi di sekitar kawasan bandara. “Memang dahulu juga ada permainan antara para calo dengan para penjual tiket di bandara. Namun untuk sekarang saya tidak tahu seperti apa,” imbuhnya.

Henray berharap, kebijakan penutupan loket bandara juga diimbangi dengan pengawasan ketat terhadap aktivitas percaloan. Pasalnya, bisa saja calo membeli tiket diluar, lalu menjualnya kembali di sekitar Bandara. Para penjual tiket ilegal ini, kata dia, sangat merugikan industri jasa travel dan tentunya para calon penumpang. “Mereka (calo, red) memanfaatkan kepanikan para calon penumpang yang kehabisan tiket. Karena harus mudik atau balik ke tempat asal pada waktu yang tepat, maka mereka terpaksa harus membeli tiket ke calo yang harganya jauh diatas normal,” ucapnya

Sementara bagi travel, tiket di sistem sudah tidak tersedia. Tetapi kenyataannya, para calo masih punya tiket. Padahal, anggota Asita terdaftar secara resmi dan menjual sesuai harga pasar.

Selain persoalan calo, Asita Kalbar juga mendesak pemerintah segera mencari solusi terhadap tingginya harga tiket pesawat belakangan ini. Henray melihat, lalu lintas domestik yang hanya didominasi dua grup besar maskapai nasional, berpotensi menjadi bisnis kartel. Dia setuju dengan wacana dibukanya ‘pintu’ masuk bagi maskapai asing, agar terjadi persaingan, sehingga harga lebih kompetitif. “Tentu adanya kebijakan untuk mendatangkan pesawat dari luar ini bukan tanpa alasan, agar harga tiket yang dijual lebih kompetitif,” ucapnya.

Sebab, sekarang harga tiket amat tinggi di tingkat domestik. Kondisinya berbanding terbalik dengan tiket tujuan luar negeri yang malah jauh lebih murah. “Dampaknya pada kunjungan orang yang hendak datang kemari (Kalbar, Red), khususnya wisatawan,” tutup Henray

 

Laporan: Nova Sari

Editor: Yuni Kurniyanto