Caesar Potensi Anomali Pembiayaan BPJS Kesehatan

Kaji Pembiayaan dengan Lonjakan Signifikan

Ilustrasi - NET

eQuator.co.id – JAKARTA – BPJS Kesehatan selalu mencari cara agar tidak selalu hidup dalam defisit. Beberapa tindakan pelayanan kesehatan disinyalir janggal. Bahkan, disalahgunakan hanya demi meraup untung atau klaim yang lebih dengan nominal yang lebih besar. Namun Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 51 tahun 2018 sepertinya bisa menjadi angin segar.

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan (JPKR) BPJS Budi Mohamad Arief menuturkan, untuk mengetahui bahwa perilaku tersebut curang tidak mudah. “Tapi kalau dugaan kecenderungan peserta untuk mendapatkan fasilits yang lebih tinggi dari hak itu ada,” ucap Budi.

Untuk menyatakan bahwa sebuah perilaku dinilai curang, lanjut dia, harus ada saksi, bukti, dan data yang bisa dipertanggungjawabkan. Maka dari itu, pihaknya akan mengkaji lagi data-data kasus yang mengalami lonjakan drastis setiap tahunnya dan dinilai janggal.

Tentu proses telaah tersebut tidak hanya dari BPJS saja. Namun, juga melibatkan Kementerian Kesehatan. Bila perlu akan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi untuk proses hukum. Lantaran, dana yang dikucurkan berasal dari APBN. Dan jika terbukti ada, tentu menimbulkan kerugian bagi negara.

Salah satu tindakan yang menurut BPJS Kesehatan bisa berpotensi anomali adalah operasi caesar. Menurut data BPJS Kesehatan, 57 persen proses persalinan di rumah sakit se-Indonesia dilakukan dengan operasi pada tahun 2017. Akibatnya, BPJS harus mengeluarkan kocek hingga Rp 4,1 triliun.

Angka tersebut meingkat drastis jika dibandingkan tahun 2016. Hanya 39 persen dengan mengeluarkan ongkos Rp 2,8 triliun. “Dari data tersebut bisa dilihat itu kan anomali. Dari situ nanti akan kami cek apakah sesuai saran medis atau tidak,” ucap Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf saat dihubungi Jawa Pos kemarin.

Banyak alasan yang menjadi dasar peserta lebih memilih operasi caesar untuk persalinan. Antara lain, tarif dan ingin melahirkan di tanggal cantik. “Kalau caesar pasti peserta mendapat klaim lebih banyak. Bisa juga ingin melahirkan tanggal 17 Agustus, misalnya,” terang pria asal Jember itu.

Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, biaya yang dikeluarkan BPJS untuk membayar biaya persalinan dengan operasi caesar di rumah sakit selalu meningkat. Pada 2014, BPJS menyetorkan Rp 1,6 triliun. Tahun berikutnya pun bertambah Rp 7 miliar menjadi Rp2,3 triliun.

Meski begitu, staff JPKR BPJS dr. Kamelia mengatakan, potensi penyalahgunaan layanan bisa berasal dari dua sisi. Baik dari peserta maupun penyedia fasilitas kesehatan (faskes).

Dari sektor faskes, bisa saja dokter mengedukasi pasiennya untuk melakukan tindakan caesar. Padahal, sebenarnya mampu untuk melahirkan normal. “Otomatis tarifnya bisa lebih tinggi 2 sampai 3 kali lipat. Model seperti itu tentu menguntungkan rumah sakit karena menerima dana lebih banyak,” terang ibu dua anak itu.

Jika berdasarkan tren penyakit, Jantung menjadi nomor satu dengan ongkos paling banyak. Yakni, Rp 10,545 triliun (selengkapnya lihat grafis). Hal ini dikarenakan pola hidup masyarakat yang tidak baik. Misalnya saja soal makanan. Menurut Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan dr Kirana Pritasari asupan gizi masih harus diperhatikan. ”Obesitas sebabkan penyakit tidak menular, seperti jantung, stroke, hiertensi, dan sebagainya,” ungkapnya. (Jawa Pos/JPG)