eQuator.co.id – SURABAYA-RK. Polrestabes Surabaya mengungkapkan makin banyak kasus penipuan online shop. Paling banyak korban tertipu oleh iklan barang di media sosial (medsos). Mulai Facebook, Instagram, sampai WhatsApp.
Dalam sebulan terakhir, Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Satreskrim Polrestabes Surabaya banjir laporan penipuan online. Total, ada 53 orang yang menjadi korban dan melapor. ”Kasusnya hampir sama semua. Barang tidak dikirim setelah uang ditransfer,” ujar Kanit Tipiter Iptu Handa Wicaksana kemarin.
Handa mencontohkan satu kasus yang baru dilaporkan pekan lalu. Korban berinisial WK melihat iklan di salah satu grup medsos. Barang yang ditawarkan adalah handphone bekas. Harganya sekitar Rp 3 juta. Karena tertarik, korban menghubungi nomor ponsel yang tercantum pada iklan medsos tersebut. Setelah dikontak, korban dan pelaku saling bersepakat.
Tidak tanggung-tanggung, korban diminta mentransferkan uang penuh. Tanpa down payment (DP). Korban mulai curiga karena barang tak kunjung dikirim. Padahal, barang dipesan hampir sebulan lalu.
Karena sudah cukup lama menunggu, korban mencoba menghubungi kembali nomor penjual handphone itu. ”Ternyata tidak bisa dihubungi,” kata Handa. Akhirnya, yang bersangkutan melaporkan hal tersebut kepada polisi.
Kerugian yang disebabkan sejatinya tidak besar. Hanya berkisar ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Hampir tidak ada yang rugi sampai puluhan juta. Namun, hal itu tetap tidak bisa dibiarkan. ”Sebab, korban terus bertambah banyak,” tuturnya.
Handa memastikan, semua laporan yang masuk masih dalam proses penyelidikan. Unit Tipiter meminta bantuan Polda Jatim dan Mabes Polri untuk menelusuri keberadaan para pelaku.
Sebab, banyak yang menggunakan akun fiktif. Itu membutuhkan teknologi khusus untuk mencari tahu jejaknya. Untuk sementara, para pelaku yang dapat diidentifikasi berasal dari luar Jawa Timur. Paling banyak dari wilayah Sumatera dan Jawa Barat.
‘Khusus untuk barang elektronik, para pelaku rata-rata mengaku punya offline store di Batam atau Jakarta. Tapi, tidak ada yang tahu kebenarannya,” terang Handa.
Alumnus Akpol 2013 itu menilai, penipuan online merupakan dampak perkembangan teknologi. Namun, hal tersebut tidak bisa dibendung. Karena itu, masyarakat diminta lebih cermat dalam berbelanja barang melalui internet.
Di sisi lain, Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran menyatakan, ada beberapa marketplace yang sudah terkenal dan terjamin aman. Namun, tetap saja tidak ada yang menjamin tidak menjadi korban penipuan.
Sebab, kata Sudamiran, ada juga korban yang pernah melaporkan salah satu perusahaan jual beli online. ”Proses jual beli memang idealnya bertatap muka. Itu bisa meminimalkan tindak pidana penipuan,” pungkasnya. (jpnn)