Bupati Berang ke BPBD, Kapolres ke Perusahaan

Rakor Karhutla Sanggau

Poulus Hadi, S.IP, M.Si

eQuator.co.id – Sanggau-RK. Kasus Karhutla ujung-ujungnya bermuara pada duit alias anggaran. Karena itu Bupati Sanggau Paolus Hadi dengan berang mencecar Kepala BPBD Sanggau dalam rapat Koordinasi Karhutla di Lantai I Kantor Bupati, Kamis (15/8) pagi.

Langsung memimpin rapat, Bupati lumayan jengkel. Pasalnya, terkesan hanya dibebankan kepada TNI dan Polri. Sementara Pemerintah Daerah melalui BPBD masih lemah.

“Tim dua orang yang kita tugaskan saja belum jelas, tidak dikirim. Nah, saya ingin tahu apa alasan BPBD,” cecar Bupati yang bahkan sempat mempertanyakan penggunaan uang yang ada di BPBD berdasarkan rapat pertama.

“Masih ada keluhan soal masker nih. Tolong dijelaskan. Kalau kita tidak punya masker dan tidak bisa beli masker, berarti salah kita merencanakannya kemarin. Kalau mau pakai dana darurat, gunakan itu. Jangan nunggu rapat. Standby-kan di markas besar itu. Pinjamkan ke Kodim, pinjamkan ke Polres. Nanti saya mau dengar nih penjelasan BPBD,” ujar PH, sapaan Paolus Hadi, dengan nada tinggi.

“Pak Kapolres dan Pak Dandim mengingatkan secara halus kepada Bupati. Pak, pasukan Bapak belum maksimal. Kalian sadar ndak tadi tuh BPBD? Merasa tersentil ndak tu? Sebelum yang lain bicara, saya mau dengar dari BPBD mengapa kita belum maksimal. Saya tahu kalian itu tidak pernah kompak. Saya dengar masalah kalian, ini masalah kami. Saya minta nama-namanya itu karena Bupati punya kewenangan memecat kalian kalau tidak mau kompak,” kesalnya.

Rakor kali ini bisa dibilang ‘lengkap’. Dihadiri Wabup Yohanes Ontot, Kapolres Sanggau AKBP. Imam Riyadi, Dandim.1204/Sgu Letkol. Inf. Gede Setiawan, Anggota DPRD Sanggau Konggo Tjintalong Tjindro, Kepala BPBD Sanggau, Vicky L Putra, Asisten II Setda Sanggau H. Roni Fauzan, Pimpinan OPD terkait, 34 perwakilan perusahaan perkebunan, Manggala Agni, Camat se Kabupaten Sanggau, Kapolsek se Kabupaten Sanggau, Danramil se Kabupaten Sanggau, tokoh adat dan relawan peduli api.

Soal masker, PH kembali mencecar anggaran BPBD.  “Saya mau tanya, kalian bilang ada beli, dikasih ke siapa maskernya? Awas kalian, nanti kusuruh periksa kalian ini,” ujar PH dengan nada mengancam.

Sementara itu, Kapolres Sanggau AKBP. Imam Riyadi menegaskan pihaknya bersama TNI tidak main-main dalam menyelesaikan persoalan Karhutla. Termasuk keseriusan Presiden RI yang lebih mengedepankan upaya pencegahan.

Pemerintah daerah juga sudah melakukan berbagai upaya pencegahan, satu di antaranya melalui program cetak sawah. Namun ia menilai, sinergisitas antara TNI/Polri dan Pemerintah Daerah yang selama ini sudah berbuat, tidak didukung oleh perusahaan yang ada.

“Logikanya sajalah, tiap tahun perusahaan membantu masyarakat buka lahan. Tak usah banyak-banyak, cukup lima hektar setahun, kalikan 10 tahun sudah berapa. Kenapa? Karena mayoritas masyarakat kita petani. Petani kita ini bukan nyari untung, tapi hanya untuk bertahan hidup,” kata Kapolres.

Beberapa waktu lalu, Polres Sanggau menggelar simulasi pemadaman api, tetapi hanya ada beberapa perusahaam yang hadir.

“Penanganan Karhutla itu tidak bisa hanya menyerahkan sepenuhnya kepada aparat dan pemerintah, tetapi juga pihak swasta. Di Sanggau ini hanya mengandalkan pemerintah saja, ngak ada sambung bersambut dari perusahaan, khusus yang menangani Karhutla ini tidak ada saya lihat dari perusahaan, ngak ada yang serius dan tidak ada yang berkesinambungan,” tegas Kapolres.

Kapolres meminta perusahaan yang berinvestasi di Sanggau tidak hanya memikirkan bagaimana memperoleh laba, tetapi juga memikirkan nasib masyarakat.

“Masa setiap tahun kita hanya ngurusi Karhutla terus. Pak Bupati kan juga mau membangun,” terangnya.

Kekesalan Kapolres semakin memuncak ketika pihak perusahaan perkebunan dan perusahaan hutan tanaman industri yang diundang dalam rapat koordinasi hanya mengutus perwakilan.

“Ini yang hadir bukan pengambil kebijakan sehingga apa yang ingin kita rumuskan nanti sulit kita laksanakan,” kesal Kapolres.

KUALITAS UDARA KALBAR 163

Sementara itu, meski hujan telah turun di beberapa titik, sebenarnya Karhutla belum sepenuhnya bisa dikendalikan. Laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 15 Agustus 2019, jumlah titik api meningkat. Tujuh provinsi masih dinyatakan terpapar kabut asap.

Kabut asap terdeteksi di 6 provinsi yang mengalami karhutla yakni Riau, Jambi dan Sumatera Selatan di Pulau Sumatera serta Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan dengan tambahan Provinsi Aceh. BNPB mencatatkan 1092 titik api tersebar di seluruh indonesia per 15 Agustus.

Kualitas Udara di Kalimantan Tengah dan Barat memburuk dengan indeks materi partikulat (PM10) naik ke angka 182. Sementara Kalimantan Barat tercatat mencapai angka 163. Sebelumnya indeks udara di kedua provinsi paling tinggi mencapai angka 150 an. Udara dinyatakan sangat tidak sehat jika menyentuh angka materi partikulat  250.

Upaya pemadaman terus dilakukan. Di provinsi yang terdampak parah, disiagakan 7 helikopter dengan peran patroli maupun pemadaman udara (water bombing). Personil gabungan mencapai 9.072 orang.

Plh. Kapusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo mengungkapkan, helikopter yang disiagakan di Aceh akan dipindahkan ke Riau. Sementara 2 helikopter yang disiagakan di gunung Ciremai untuk mengawal pulau Jawa Bali juga bersiap untuk digeser ke tempat lain. “Untuk kebakaran di Pulau Jawa dan Bali sudah padam semua,” jelasnya pada Jawa Pos kemarin (16/8).

Direktur Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rafles B. Panjaitan mengungkapkan bahwa beberapa kesulitan masih ditemui di lapangan. Faktor el-Nino lemah yang masih berlangsung juga turut berkontribusi terhadap sulitnya memadamkan api.

Karena musim kemarau, kata Rafles, sumber air yang bisa digunakan untuk memadamkan api juga cukup sulit ditemukan. Lokasi kebakaran juga rata-rata berada di remote area yg sulit dicapai atau  memerlukan waktu yg lama sampai ke lokasi. “Perilaku membakar untuk membuka lahan juga masih banyak,” jelasnya.

Sementara itu, melebarnya titik karhutla mendapat perhatian khusus dari istana. Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Purnawirawan Moeldoko mengatakan, pihaknya sudah berbicara dengan Menteri Kehutanan Siti Nurbaya. Dalam kesempatan itu, pemerintah memastikan akan memberi tindakan tegas bagi kasus karhutla yang terindikasi perbuatan manusia.

“Apakah itu korporasi, apakah itu perorangan,” ujarnya. Saat ini, upaya penyelidikan tengah dilakukan aparat bersama pihak terkait.

Sambil menunggu proses penyelidikan, Moeldoko memastikan proses pemadaman terus berjalan. Hal itu sebagaimana instruksi Presiden Jokowi dalam rapat Koordinasi Penanggulangan Karhutla di istana pekanbaru lalu.

Diakuinya, pemadaman karhutla tahun ini tidak mudah. Sebab, titik hotspot banyak tersebar di berbagai kawasan. “Dulu padat asapnya tetapi titiknya kurang. Sekarang ini titiknya banyak, tapi kepadatannya kurang. Titik banyak ini lah memerlukan kekuatan besar karena terpencar-pencar,” imbuhnya.

Disinggung soal meningkat kembalinya titik api setelah reda dalam dua tahun terakhir, Moeldoko membantah adanya upaya yang kendor. Menurutnya, upaya pencegahan sama. Hanya saja, faktor adanya kemarau panjang mempengaruhi kondisi. “Diperburuk oleh perilaku-perilaku manusia tentunya kan,” tuturnya.

Karhutla juga berdampak pada sisi kesehatan. Asap menyebabkan masalah bagi gangguan pernapasan. Berdasarkan laporan tim Dinkes Riau titik panas semakin bertambah. Karhutla tersebut menyebabkan banyak masyarakat menderita  Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Sudah 9.630 pasien yang dirawat akibat ISPA. Pasien tersebut berasal dari 12 kota/kabupaten sekitar Provinsi Riau. Untuk mengatasi hal itu, Kemenkes mengirimkan masker.  ”Kemenkes telah mengirimkan 300 ribu pcs masker untuk dibagikan kepada masyarakat terdampak mulai dari pelajar, sampai pengendara di jalanan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kemenkes, drg. Widyawati kemarin.

Selain itu Dinkes Riau telah mendirikan pos pelayanan kesehatan dan melayani masyarakat terdampak karhutla. Mereka melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat tentang dampak asap, memberikan pelayanan kesehatan terhadap petugas pemadam kebakaran, mendistribusikan obat, dan sosialisasi melalui media massa.

Untuk menjamin ketersediaan obat tercukupi, Tim Dinkes Riau sudah menghitung kebutuhan obat dan perbekalan lain. ”Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes siap memenuhi kebutuhan obat bila sewaktu-waktu ada permintaan dari daerah,” Ujar Widyawati.

Berbeda halnya dengan di Riau, Provinsi Kalimantan Tengah sudah menyatakan kondisi tanggap darurat. Untuk itu Tim Pusat Krisis Kesehatan (PKK) Kemenkes sudah berada di Kalteng.

 

 

Laporan: Kiram Akbar, Jawa Pos/JPG

Editor: Mohamad iQbaL