eQuator – Bupati Sanggau, Poulus Hadi membeberkan sejumlah potensi-potensi konflik di daerah yang dipimpinnya pada sosialisasi penanganan konflik sosial, Senin (16/11) di aula lantai II Kantor Bupati Sanggau.
Dikatakannya, pada 2015 terjadi perlambatan ekonomi akibat turunnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang berdampak pada turunnya harga-harga komoditas termasuk sawit dan karet. Jika tak dicarikan solusi dikhawatirkan akan menjadi potensi konflik. Termasuk juga penanganan terkait batas wilayah dan peredaran narkoba.
“Persoalan perbatasan ini yang terus dibangun pemerintah, ini juga menjadi potensi konflik yang harus dibicarakan. Keirian 13 kecamatan lainnya terhadap dua kecamatan yang akan mekar dan mendapat bantuan pemerintah perlu juga dibahas,” ungkapnya.
Potensi konflik sosial lainnya adalah persoalan sawit antara investor dengan petani dan antara petani dengan petani.
“Yang menjadi persoalan adalah petani mandiri yang dulunya ada hubungan dengan perusahaan yang katanya dengan kondisi apa perusahaan membuat keputusan sepihak sehigga harga TBS petani mandiri rendah dan seterusnya, sehingga kompor mengkompor lalu tergas jadi provokator,” bebernya.
Ia juga meminta petani tak anarkis dalam menyelesaikan masalah. Masalah tersebut dikarenakan perusahaan sudah tidak mampu lagi menampung buah petani. Untuk menyiasati persoalan tersebut, pada 2016 akan dibangun pabrik baru milik PT. Surya Delli di desa Nanga Biang.
“Untuk solusi jangka panjang, untuk solusi jangka pendek, adalah rendahnya harga TBS yang mesti dicarikan solusi. Saya tegaskan perusahaan harus menatati harga TBS yang telah ditetapkan pemerintah,” pintanya.
Melihat banyaknya potensi konflik itu, Kapolres Sanggau AKBP Donni Charles menyarankan sosialisasi serupa juga dilkaksanakan di tinggkat kecamatan dan desa. Pasalnya masih ada masyarakat yang salah dalam memahami setiap persoalan yang berujung pada konflik.
Tugas Polisi dan TNI sebagai aparat keamanan hanya bisa membantu pengamanan bukan menyelesaikan masalah. Permasalahan bisa diselesaikan oleh Pemerintah dengan institusi terkait.
“Di kita (aparat keamanan, red) ini lebih serius di saat menangani konflik yang sudah terjadi dari pada mencegah. Padahal mencegah itu jauh lebih penting daripada kita menangani membiarkan suatu masalah supaya ditangani atau diproses hukum. Tugas polisi bukan hanya itu, kasihan polisi kalau hanya menghukum seseorang tanpa bisa memberikan solusi. Inilah yang biasanya membuat citra polisi di masyarakat semakin jelek,” paparnya.
Ada lima persoalan yang berpontensi konflik yang mesti dipahami masyarakat yaitu persoalan sosial, budaya, dan ekonomi, batas wilayah, isu SARA, perebutan Sumber Daya Alam (SDA), perebutan batas wilayah dan distribusi SDA yang tidak berimbang.
“Ini yang mesti kita waspadai bersama,” ingatnya.
Laporan: Kiram Akbar