Bukti Pembalakan Liar Masih Marak

Kayu Tanpa Dokumen Sah, Sawmill di Sekadau Digerebek

PERIKSA DOKUMEN. Tim memeriksa kelengkapan dokumen Sawmill pengolahan kayu "Harmonis" di Jalan Lintas Sintang, Simpang Empat Kayu Lapis, Dusun Gonis Butun, Desa Gonis Tekam, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau, Rabu (1/11).SPORC for Rakyat Kalbar

eQuator.co.id-Pontianak-RK. Hutan Kalimantan Barat terus dibabat. Buktinya, pihak berwenang kembali mengamankan kayu tanpa dokumen sah, Rabu (1/11).

Penindakan pembalakan liar itu dilakukan Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Bekantan dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Kalimantan Seksi Wilayah III Pontianak. Mereka tak sendiri, bersama Korwas Ditkrimsus Polda Kalbar menggerebek Sawmill pengolahan Kayu “Harmonis” di Jalan Lintas Sintang, Simpang 4 Kayu Lapis, Dusun Gonis Butun, RT 003, RW 001, Desa Gonis Tekam, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau.

Sebanyak 3.400 batang atau sekitar 75 meter kubik kayu olahan ilegal disita. Pemilik sawmill berinisial AP, 44 tahun, ditetapkan sebagai tersangka.

“Barang bukti kayu olahan ilegal dititipkan di Rapbasan Sanggau, sedangkan tersangka AP telah ditahan di Rutan Kelas II Pontianak,” kata Kepala Seksi Wilayah III BPPHLHK Wilayah Kalimantan, David Muhammad, kepada para wartawan di markas SPORC, Senin (6/11).

Dikatakan David, pengungkapan ini berawal dari laporan masyarakat tentang adanya pengangkutan kayu dari Kabupaten Sintang dibawa menuju sebuah Sawmill di Simpang Kayu Lapis. Rabu (1/11), sekitar pukul 06.00 WIB, tim yang sedang beratroli di Simpang Kayu Lapis menemukan sebuah truk bak berwarna hitam.

Sesuai dengan informasi masyarakat, truk itu bermuatan kayu dan diparkir di depan sawmill.”Setelah pengecekan, ternyata truk tersebut bermuatan kayu jenis Belian berdokumen dari Kabupaten Sintang dengan tujuan Sawmill Harmonis,” bebernya.

Tim mencurigai sawmill tersebut menampung kayu-kayu ilegal. Petugas kemudian meminta sang pemilik untuk membuka pintu sawmill-nya. Setelah masuk, didalamnya petugas menemukan berbagai jenis kayu.

“Di sana, dari hasil pemeriksaan tim didapat kurang lebih 3400 batang jenis kayu Bengkirai, keladan, dan rimba campuran, tanpa disertai dokumen angkutan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK) yang sah,” terang David.

Karena tidak bisa menunjukkan dokumen yang sah, makapemilik sawmill dibawa ke markas SPORC Pontianak untuk dilakukan pemeriksaan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Gakkum LHK. AP diduga melanggar Pasal 83 ayat 1 huruf b atau pasal 87 ayat 1 atau pasal 87 ayat 1 huruf c, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. APterancam hukuman penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun, denda minimal Rp500 juta dan maksimal Rp2,5 miliar.

“Berdasarkan dua alat bukti yang cukup, maka AP ditetapkan sebagai tersangka.  Sementara yang kita kenakan yang terbukti kuat dia menampung (kayu),” ujarnya.Namun, jika nanti dalam penyidikan nanti ternyata sebagai cukong atau pemodal, maka pasal yang dikenakan kepada AP akan lebih berlapis.

David menerangkan, penanganan perkara ini juga melibatkan Balai Pengolahan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah VIII Pontianak dalam hal pengukuran, saksi ahli, lacak balak, dan audit dokumen yang ada di sawmill tersebut.

Terhadap kasus ini, selaku petugas yang ditunjuk, penyidik PPNS Gakkum LHK Kalimantan akan terus mengusut keterlibatan pelaku lainnya dalam jaringan pembalakan liar tersebut.”Kita akan terus melakukan penyelidikan dan pelacakan adanya kemungkinan pelaku lain terhadap pengumpulan kayu ilegal tersebut,” tegasnya.

Kayu di dalam truk tersebut setelah dilakukan pemeriksaan statusnya menjadi kayu hasil lelang.Sitaan dari Polres sintang.

“Dilelang Kejaksaan Negeri Sintang,” jelas David.

Pihaknya sedang melakukan pemeriksaan asal 3.400 batang kayu tersebut.Kuat dugaan, kayu tersebut dari perambahan hutan. Selain itu, diduga juga diambil dari proses pembersihan lahan sebelum aktivitas penambangan dimulai (land clearing)  perkebunan.

“Kemungkinan besar dari perambahan hutan, jika masyarakat memanfaatkan kayu dari land clearing, ini baru dugaan.Nanti kita berkonsultasi dengan BPHP terhadap dugaan seperti itu dan bagaimana penanganan hukumnya,” tuturnya.

Namun yang jelas,kata dia, di sawmill tersebut tidak memiliki dokumen sah yang menyertai untuk kayu. Sementara terkait informasi awal dari masyarakat bahwa memang ada perambahan atau pembalakan hutan di sekitar kawasan hutan lindung di wilayah tersebut, sedang dilacak.

“Lacak balak sedang dilakukan, apakah merujuk ke hutan lindung,” kata David.

Beberapa waktu lalu, Polair Polda Kalbar juga mengungkap kasus pembalakan liar. Sekitar 1.000 batang kayu log diamankan. Keadaan ini membuktikan pembalakan liar masih  marak di Kalbar.

David mengakui, pihaknya kesulitan dalam memberantasan para penjahat lingkungan itu.Dia mengungkapkan, seperti penggerebekan di Singkawang beberapa waktu lalu, masyarakat tidak mengakui memiliki kayu tersebut.

“Jadi kita tidak bisa meneruskan pengembangan sampai ke pemiliknya itu.Walaupun kita yakin kayu itu berasal dari kawasan hutan, tetapi karena tidak ada masyarakat yang mengakui mungkin karena takut atau bagaimana, makanya kayu itu kita lelang,” tandasnya.

Masih di Markas SPORC, Kepala Seksi Korwas PPNS dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar, Kompol A.E Tambunan mengatakan, kehadiran polisi dalam pengungkapan itu untuk membackup SPORC. Setelah mendapatkan informasi dari masyarakat, barang bukti maupun tersangka harus ditemukan.

“Jadi kita bantu selama beberapa hari itu akhirnya ketemu,” katanya.

Dijelaskannya, saat penyelidikan di lapangan, ditemukan truk bak hitam dengan kabin berwarna kuning sering mondar mandir mengangkut kayu dari wilayah Sintang maupun Sekadau menuju  belakang ruko milik tersangka.Saat akan diperiksa, secara kebetulan sopirnya pergi karena sudah malam. Sampai lah keesokan paginya.

“Besoknya dicek, memang dokumen lelang, kayu Belian dari kejaksaan Negeri Sintang, tapi informasi yang kita dapat, di belakang itu ada sawmill,” paparnya.

Kemudian tim masuk kedalam Sawmill tersebut. Mencengangkan, petugas menemukan tumpukan kayu dan meminta pemiliknya untuk menunjukan dokumen perizinan.

“Bagaimana keabsahannya yang ditunjukkan kepada kita hanya berupa nota,” beber Tambunan.

Akhirnya,dipanggil lah unsur atau institusi yang berwenang untuk mengaudit surat izin pengolahan kayu tersebut.”Karena memang surat yang ditunjukkan kepada kita hanya surat dari kepala desa,” ucapnya.

Tidak bisa menunjukkan dokumen yang sah menjadi alasan menahan pemilik sawmill. Selain itu, masih menunggu hasil penyidikan  BPHP selaku pihak berwenang mengaudit perizinan tersebut. Yang diaudit termasuk asal kayu, sehingga kemungkinan dapat dilakukan lacak balak.

“Kita tunggu nanti untuk memperkuat, tapi untuk sekarang dugaan sudah ada, sampai saat ini belum menunjukkan dokumen yang sah,” beber Tambunan.

Pemilik sawmil hanya menunjukkan surat izin dari kepala desa dengan alasan masih baru. Sedangkan informasi yang didapatkan pihaknya, sawmil itu tempat menampung kayu.

“Kalau dilihat bekas tumpukan serbuk dari ketamannya mungkin sekitar dua atau tiga bulan beroperasi.Kita lihat tiangnya masih baru,” ujarnya.

Dari hasil interogasi si pemilik, kayu ditampungnya sebab masyarakat menjual kayu kepadanya. Namun,alibi ini seperti kasus di Singkawang: kayu sebagai titipan-titipan. Ternyata belakangan tidak ada pihak yang muncul untuk mengakui kayu tersebut miliknya.

“Modusnya dia (pemilik sawmill) membeli dari masyarakat, walaupun alasan dia kayu ini titipan untuk diketam. Ini kita tunggu memang, nanti kita lihat sah nggak dia nebang,” pungkas Tambunan.

Di sisi lain, Komandan Brigade SPORC, Hari Novianto menyebut, kerugian negara atas kegiatan ilegal di sawmill tersebut bernilai ratusan juta rupiah.”Kalau perkiraan saya, sekitar Rp300 juta dari kayu yang ada di dalam sawmill itu, karena kayu ini jenis kelas II,” bebernya.

Dijelaskannya,sawmill itu notabene berada di sekitar kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Termasuk juga ada aktivitasland clearing dari perkebunan kelapa sawit. Sehingga sangat miris jika hanya mengeluarkansurat keterangan dari desa terhadap keberadaan sawmill itu.

Dia menjelaskan, sawmill atau aktivitas pengetaman kayu industri lanjutan harus ada kerja sama terlebih dahulu dengan pihak yang memiliki  izin usaha pemegang hak pemanfaatan hasil hutan kayu (primer) atau yang memilik izin tebang.Artinya, kalau tidak ada kerjasama, maka tidak diberikan izin.

“Mungkin dia pun belum mengajukan izin. Itu yang sangat kita sayangkan kenapa diberikan izin untuk pembelahan pengetaman, walaupun itu sawmill mini,” tutur Hari.

Tidak memiliki izin dan tanpa pengawasan, sehingga pemilik sawmill tersebut menampung kayu ilegal yang dijual masyarakat. Ada dugaan,  masyarakat diberikan modal untuk menebang pohon di hutan.

“Ini masih dalam pendalaman kita, Bisa jadi modal penebangan dari dia karena masyarakat jual ke dia,” ulasnya.

Menurut dia, Kabupaten Sekadau saat ini sedang dalam tahap pembangunan.Sehingga membutuhkan kayu olahan yang sangat besar.

“Itulah sebabnya pengawasan industri mini (kayu) ini harus bersama-sama, tidak SPORC atau Polda saja,” tutup Heri.

Laporan: Ambrosius Junius
Editor: Arman Hairiadi