eQuator.co.id – Bisnis sampah kian menggiurkan. Para pemulung tidak lagi bekerja secara individu, namun terorganisir di bawah naungan lembaga usaha. Bahkan pembuang sampah pun mendapatkan keuntungan dari limbah rumah tangga.
Aplikasi trash bank (bank sampah) buatan anak Pontianak, Indra Noviansyah menjadi pusat perhatian pada acara Pekan Lingkungan Hidup di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (9/6).
Peluncuran aplikasi pemulung berbasis online ini dihadiri dan diresmikan penggunaannya oleh Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla. “Peresmiannya tadi (kemarin) jam 11.00 di JCC,” kata Indra kepada Rakyat Kalbar.
Pria kelahiran Pontianak 7 November 1989 ini mengaku, ide pembuatan aplikasi mobile ini berawal, setelah dirinya melihat banyaknya tumpukan sampah yang tidak terkelola secara baik.
“Aplikasi ini baru dibuat pada akhir tahun 2014. Tapi saya tidak langsung lounching. Karena saya harus melakukan penelitian dulu dan lain sebagainya,” kata alumnus MAN 01 Pontianak tahun 2007 ini.
Pria yang memang menggeluti usaha penggilingan sampah sejak 2008 ini, merasa kekurangan kebutuhan bahan baku sampah untuk ekspor. Dari target 52 kota se-Indoneaia, aplikasi ini baru aktif di dua kota, Surabaya, Jakarta dan sekitarnya. “Untuk Pontianak dan lainnya, Insya Allah sehabis lebaran,” papar Indra.
Secara teknis, aplikasi ini sangat mudah digunakan. Masyarakat hanya tinggal mengunduh aplikasinya di android. Setelah itu, bagi masyarakat yang merasa memiliki tumpukan sampah di rumahnya, tinggal meminta petugas sampah untuk mengambilnya ke alamat tujuan. Hanya dengan sekali klik.
“Kami memiliki petugas. Kami pekerjakan secara outsourching untuk mengambil sampah ke rumah-rumah masyarakat,” katanya.
Selanjutnya, setiap sampah yang diambil akan ditimbang menggunakan timbangan elektrik oleh petugas sampah. Pemilik sampah akan dibayar di tempat oleh petugas sampah, sesuai dengan berat timbangan sampah yang ada.
“Namun tidak semua sampah akan dibayar, hanya sampah-sampah yang sifatnya bisa diolah kembali. Seperti botol, plastik-plastik, pecahan ember, tembaga, alumunium dan lain sebagainya,” jelas aktivis Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) ini.
Setelah itu, lanjut CEO Limbahagia itu, sampah-sampah ini akan dibawa ke pabrik-pabrik penampungan miliknya. Kemudian dibayar dengan harga yang telah disesuaikan.
“Sampah-sampah ini kami ekspor ke Cina dan India,” katanya.
Adapun kendala yang dirasakan dalam menjalankan usaha ini, uangkap pria yang juga aktif di MM Community Entrepreneurship Trisakti, HIPMI, Kadin dan KNPI ini, lebih kepada hal-hal teknis penggunaan aplikasi oleh petugas sampah.
“Para petugas ini masing-masing kami belikan HP android. Kendalanya mungkin pada penggunaannya, tapi saya rasa ini hanya soal pembiasaan saja,” ungkap Indra. (*)
Fikri Akbar, Pontianak