eQuator.co.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalbar meminta semua pihak tetap tenang atas kasus cybercrime yang dialami nasabah Bank Negara Indonesia (BNI).
“Biarkan menejemen BNI meneliti dulu. Setelah diketahui hasilnya, tidak bisa langsung disimpulkan,” ujar Asep Ruswandi, Kepala OJK Kalbar, Selasa (6/12).
Dalam masalah ini, menurut Asep, penafsiran tidak hanya terhadap nasabah saja sebagai korban. Justru korban yang sesungguhnya adalah bank. Maka dari itu, Asep enggan berkomentar banyak di luar sistem yang dilakukan BNI. Dia juga masih menunggu laporan lebih lanjut dari BNI.
“Sejauh ini, setahu saya ada tujuh nasabah rekening tabungannya berkurang dan tanpa mereka melakukan penarikan,” ungkap Asep.
Berdasarkan data dari setiap transaksi, Asep memastikan seluruhnya tercatat melalui sitem perbankan. Termasuk BNI yang katanya transaksi tersebut dilakukan di luar negeri seperti yang diinformasikan pihak bank.
“Kapan dan di mana akan tercatat. Hasil identifikasi awal penarikan menggunakan ATM berlogo cirrus. Logo ini jaringan internasional dan tersebar di luar negeri. Jumlah penarikannya juga terdapat pecahan kecil di luar ATM di Indonesia biasanya,” jelas Asep.
Lantaran sudah diketahui penarikan dan lokasinya, Asep meminta proses selanjutnya diserahkan kepada BNI. Biarlah bank tersebut melakukan penyelidikan, termasuk menangani nasabahnya. “Makanya biarkan BNI bekerja dulu,” tegasnya.
Asep mengatakan, kemungkinan pelakunya tidak sedikit. Maka banyak kemungkinan bisa terjadi. Pembobolan bisa saja dilakukan oleh perorangan atau kelompok dan murni tanpa kaitan dengan bank. Namun kemungkinan lainnya bisa jadi pembobolan dilakukan oleh orang yang pernah bekerja di bank tersebut atau bisa dilakukan orang dalam.
“Makanya BNI harus bergerak cepat. Saya minta dahulukan penelitian, ada tidaknya orang dalam terlibat. Indikasi kemarin tidak ada orang dalam terlibat. Namun perkembangannya belum kita ketahui. Jika disimpulkan tidak karena kelalaian nasabah, maka bank harus secepatnya mengganti uang nasabahnya,” papar Asep.
Terjadinya pembobolan uang nasabah BRI dan BNI, kata Asep, juga tidak bisa disimpulkan karena sistem yang lemah. Namun uang bank yang dibobol. Bank harus meneliti ada tidaknya transaksi yang sama, karena tidak semua nasabah mengetahui saldonya berkurang, tanpa mengecek dan menggunakan SMS banking. Bank juga harus memutus mata rantai data yang sudah ter-record oleh pelaku. Bank bisa bekerjasama dengan menghubungi nasabah untuk mengganti rekening dan kartunya.
“Kita meminta nasabah menjaga pin, mengganti pin periodik dan jangan melakukan transaksi online, jika dirasakan kurang aman. Karena data yang dikirim via email dan lain-lain bisa saja bocor,” tegas Asep.
Asep meyakini, bobolnya uang nasabah tidak mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan di Kalbar.
Tidak mungkin masyarakat tidak lagi mau menyimpan uang di bank. Hanya saja masyarakat mungkin berpindah bank.
“Karena saat ini untuk melakukan transaksi secara manual itu sangat sulit dan membutuhkan waktu. Contohnya saja jika orang tua ingin mengirimkan anaknya uang, kalau lewat pos mungkin akan membutuhkan waktu lama dan harus mengantri,” ucapnya
Asep mengimbau masyarakat yang menabung di bank untuk lebih teliti dalam bertransaksi. Khususnya secara online. Nasabah yang uangnya hilang agar segera mengganti buku tabungannya dengan yang baru.
“Pihak bank juga harus memberikan sosialisasi pemahaman kepada nasabah, tentang informasi apa saja yang harus atau tidak perlu dilakukan oleh nasabah,” paparnya.
Laporan: Gusnadi
Editor: Hamka Saptono