Biaya Pengolahan Limbah Medis Memang Mahal

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – Di rumah sakit yang tak memiliki lahan sebesar RSUD dr. Soedarso dan RSU St. Antonius, pengolahan limbah tetap dilakukan. Contohnya di RSU Mitra Medika yang terletak di Jalan Sultan Abdurrahman Pontianak.

“Kita juga ingin melindungi masyarakat sekitar, karena Mitra Medika ini di sekitarnya banyak pemukiman,” terang Wakil Direktur RSU Mitra Medika, dr. Markus Gatot Budi, di kantornya, Rabu (16/11).

Manajemen pengolahan limbah, kata dia, jadi salah satu perhatian utama.  Sebulan sekali, pihaknya melakukan uji di Laboratorium Kesehatan milik Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar untuk memastikan limbah yang dibuang berada di bawah ambang batas ketentuan.

”Kalau keluhan mungkin yang pernah itu soal suara Genset kita, karena kapasitas besar jadi suaranya agak berisik. Tapi itupun kita atasi. Misalnya dengan tanam bambu,” ujarnya menunjukkan rumpun bambu yang ditanam di salah satu sisi rumah sakit.

Pengolahan limbah padat di sana lebih kurang serupa dengan Soedarso dan Antonius. “Untuk limbah domestik, kantongnya berwarna hitam, limbah medis kantong kuning, lalu limbah medis infectious berwarna merah,” tutur Markus.

Khusus pembakaran limbah, lanjut dia, secara rutin di-maintenance. Tingkat emisi dari incenerator diperhatikan secara khusus.

“Bahkan jika hari hujan atau berangin, kadang kita tidak melakukan pembakaran. Karena jika hari hujan, asap pembakaran tersebut turun ke bawah,” jelasnya sembari menunjukkan jadwal pembakaran yang ada di ruangan incenerator.

Dalam jadwal tersebut, tampak beberapa hari Mitra Medika tidak melakukan pembakaran limbah padat dengan menuliskan keterangan hujan atau angin. Biasanya, hanya libur melakukan pembakaran setiap hari Minggu. Bangunan pengolahan limbah padat ini berada di bagian belakang rumah sakit. Tepat di depan parkiran mobil.

Sementara itu, untuk limbah berupa jaringan, rumah sakit ini belum melakukan amputasi sehingga belum ada jaringan dengan ukuran besar. Untuk jaringan sisa operasi ataupun sisa persalinan, umumnya diserahkan ke pihak keluarga.

Namun, jika pihak keluarga enggan membawa jaringan tersebut, maka rumah sakit yang akan melakukan pemusnahan. “Kalau jaringan kecil seperti sisa operasi, kita bakar di mesin incenerator. Kalau ari-ari atau tembuni, kita sesuaikan adat masyarakat, kalau di sini kan ditanam,” ungkapnya.

Unit pengolahan limbah di Mitra Medika sendiri memiliki kapasitas cukup besar. Sebab, mereka juga menampung beberapa limbah jarum suntik dan ampul dari lima Puskesmas di Pontianak.

“Kita punya MoU dengan dinas Kesehatan Kota, dan pasien kita juga rata-rata perharinya cuma sekitar 40-an orang, jadi masih ada ruang kita untuk menampungnya,” beber Markus.

Metode Bio Reactor dipilih Mitra Medika untuk menangani limbah infectious cair. Caranya, menanamkan bakteri pembusuk ke dalam air limbah. Bakteri inilah yang akan menghilangkan unsur-unsur beracun dalam limbah.

“Bakteri ini harus disemprot oksigen terus, jadi kita punya mesin yang berkerja selama 24 jam,” ucapnya.

IPAL di sana didirikan di sebuah bangunan kecil samping rumah sakit. Kira-kira 4×12 meter. Proses pengolahan dimulai dari proses penyaringan di dalam bak penampungan, tempat limbah-limbah padat dipisahkan dari limbah cair.

“Ada saja orang yang memasukkan sampah ke dalam kloset, jadi disaring di sini,” tukas Markus.

Limbah yang telah disaring dimasukkan ke dalam bak yang memiliki blower di dalamnya. Blower ini adalah pemecah sehingga unsur-unsur padat yang masih tersisa dan luput dari penyaringan akan dihancurkan. Setelah itu, limbah masuk Clarifier Tank.

Clarifier Tank dibagi dalam tiga bak. Bak bagian pertama merupakan tempat penampungan dari hasil limbah yang telah diproses dengan blower di bak sebelumnya. Di bak pertama, limbah diendapkan untuk sementara waktu sebelum dialirkan ke bak bagian kedua. Di bak kedua, limbah disaring sekali lagi untuk memisahkan unsur padatnya.

“Untuk ini kita juga berkerja sama dengan Dinas Kebersihan Kota untuk rutin menyedot endapannya,” kata Markus.

Limbah dari bagian kedua kemudian dialirkan ke bagian terakhir dari Clarifier Tank. Di bak inilah proses yang disebut Bio Reaktor tersebut dilakukan. Karena bakteri untuk proses Bio Reaktor tersebut membutuhkan oksigen secara kontinyu, bak ini dilengkapi dengan penyemprot oksigen otomatis yang bekerja terus menerus.

Dari sini, limbah dialirkan ke Polishing Tank untuk diberikan klorin. Bak Polishing Tank dilengkapi mesin pemberi klorin otomatis. Setelah itu, masuk ke bak pengujian dengan ikan nila dan tanaman enceng gondok di dalamnya.

“Kalau masih beracun, enceng gondok dan ikannya ini akan mati,” ucap Markus. Pantauan Rakyat Kalbar di Polishing Tank ini, limbah sudah jernih dan tak lagi berbau.

Karena sudah otomatis, pengolahan limbah di Mitra Medika hanya dilakukan dua personil. Markus menegaskan biaya untuk pengolahan limbah ini memang tidak sedikit. Ia memberikan gambaran, untuk mengoperasikan mesin incenerator saja per jamnya membutuhkan bahan bakar 20 liter solar untuk satu burner atau pembakar. Satu mesin incenerator memiliki dua pembakar.

“Jadi bisa dibayangkan berapa kan? Kalau dihitung-hitung, cost kami jadi mahal, tapi untuk lingkungan, bagaimanapun kami lakukan,” pungkasnya.

 

Laporan: Iman Santosa

Editor: Mohamad iQbaL