eQuator.co.id – Pontianak-RK. Regulasi perizinan yang ditangani pemerintah pusat, menjadikan pemerintah daerah sebagai penonton dan tidak bisa berbuat banyak. Ironisnya, saat terjadi masalah, justru pemerintah daerah yang direpotkan.
“Akibat regulasi langsung ditangani pemerintah pusat, proses perizinan jadi panjang dan tidak ada kepastian. Apa gunanya kepala daerah, kalau pasir setumpuk pun harus minta izin pusat,” ujar H.M. Zeet Hamdy Assovie, Sekda Kalbar dalam pidatonya sekaligus meresmikan Invesment Business Meeting di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Kamis (8/12).
Menurutnya, persoalan daerah semestinya diatur oleh daerah itu sendiri. Lantaran daerah mengetahui potensi daerahnya. Sementara yang terjadi saat ini, pemerintah pusat seolah tidak percaya dengan pemerintah daerah.
“Kalau menurut pusat daerah itu tidak tahu, ajarkanlah kami. Kalau pusat memandang ada yang tidak mampu, ya ajari dong seperti bapak mengajari anaknya,” cetusnya.
M Zeet mengatakan, tidak sedikit perizinan yang dipersulit dan tidak melibatkan pemerintah daerah. Contohnya, tidak sedikit izin yang harus diurus, jika hendak membuat suatu usaha. Belum lagi mengenai biaya yang turut relatif tidak menggunakan anggaran yang tidak sedikit.
“Ponton saja izinnya 40 macam. Sudahlah izin banyak, biaya pun banyak juga. Karena banyaknya jumlah perizinan itu, biaya juga menjadi besar,” tegas M Zeet.
Selain mengurus perizinan yang berbelit-belit, persoalan agrarian, khusunya lahan transmigrasi di Kalbar juga banyak masalah. Bahkan hal ini diperparah lagi belum selesai persoalan satu, pemerintah pusat malah ingin menambah lahan lagi. Tentunya menjadikan daftar panjang masalah tersebut.
“Kalau ada persoalan HGU (hak guna usaha), selesaikanlah di kalangan menteri di sana. Tapi sudah ada masalah, baru datang ke gubernur minta fasilitasi dan mediasi. Bukannya gubernur tidak setuju transmigrasi, tapi yang bermasalah lahannya ini selesaikan dulu,” katanya.
Belum lagi Corporate Social Responsibility (CSR). Perusahaan besar mengklaim sudah menjalankan kewajibannya. Namun apakah itu tepat sasaran atau tidak, masih belum ada kejelasan, lantaran daerah tidak memiliki wewenang atas hal itu. “Misalnya bisa membantu pengusaha kecil atau UMKM kita, minimal di lingkungan sekitar mereka,” ujar M Zeet.
Ketua DPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kalbar, Nedy Achmad menilai, di Kalbar sangat banyak perusahaan-perusahaan besar. Hanya saja masih belum ada nampak menggandeng perusahaan kecil. Sebagian besar berjalan sendiri-sendiri.
“Pengusaha besar atau perusahaan besar di Kalbar, sebenarnya punya kewajiban moral untuk membantu berkembangnya UMKM di sekitarnya,” tegas Nedy.
Jika ditanya, lanjut dia, apakah perusahaan besar tersebut sudah menjalankan fungsi mereka dalam menyalurkan CSR, dijawab sudah. Namun yang menjadi persoalan, apakah CSR yang dikeluarkan itu sudah sesuai atau tidak? Apakah imbasnya memberikan kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitar?
“CSR sebagai bagian dari tanggungjawab, agar keberadaan perusahaan tersebut berdaya guna bagi sekelilingnya,” tegas Nedy.
Nedy berharap, pasca Invesment Business Meeting, terjadi perubahan besar. Pemerintah dan perusahaan besar dapat sinkron. Perusahaan besar dapat menggandeng pelaku usaha kecil di Kalbar.
“Kita harapkan selesai ini ada semacam gambaran umum kebijakan yang dilakukan pemerintah, serta sinkronisasi dengan dunia usaha. Khususnya dalam konteks pengembangan ekonomi di Kalbar,” harapnya.
Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kalbar, Sri Jumiadatin menyatakan, kegiatan yang terselenggara atas kerjasama pihaknya dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI dan Hipmi Kalbar ini, merupakan upaya bagaimana mensinegikan pemerintah dengan swasta. Agar menjadi bapak angkat dan bersedia membina UMKM Kalbar. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan, pemerintah dan swasta memainkan peran penting dan saling terkait satu sama lain. Tanpa adanya dukungan satu pihak dengan pihak lainnya, maka pembangunan akan sulit dicapai.
“Namun selama ini kita akui, masih ada berbagai kendala dalam menyamakan persepsi dan menyalurkan pemikiran dalam jalinan hubungan pemerintah dan swasta. Ini yang kiranya perlu dicarikan titik temunya,” kata Sri Jumiadatin.
Menurutnya, apa yang menjadi celah diantara keduanya (pemerintah dan swasta) dapat diserasikan dan diselaraskan. Sehingga dapat berjalan seiring untuk maju dan mengembangkan Kalbar. Dengan dasar pemikiran tersebut, maka BPMPTSP memandang perlu, antara pemerintah dan swasta duduk bersama. Saling berbagi informasi dan saling mendukung.
“Terlebih kondisi ekonomi global yang tidak menentu, sudah pasti berimbas pada aktivitas dunia usaha, baik investor maupun UMKM,” tegas Sri Jumiadatin.
Laporan: Gusnadi
Editor: Hamka Saptono