-ads-
Home Lifestyle Fashion Berbusana Sarimbit Rayakan Natal, Kompak, Harmonis dan Romantis

Berbusana Sarimbit Rayakan Natal, Kompak, Harmonis dan Romantis

Stepenson Riki dan Vernanda Linda Yossy bersama kedua anaknya Anggelo, 10, dan Viola, 10, mengenakan busana seragam menjelang Hari Natal 2016. Ambrosius Junius/Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – Meski bukan sebuah keharusan tampil elegan di hari Natal, memakai baju seragam bersama keluarga tercinta akan tampak lebih harmonis dan kompak. Apalagi momen ini merupakan hari raya yang dinantikan umat Kristiani, moment sekali setahun ini tentunya harus dipersiapkan dengan matang.

Banyak istilah untuk seragam keluarga, mulai dari sarimbit, baju mama-papa, baju pasangan atau couple. Dulu, sarimbit sangat identik dengan baju batik, namun saat ini tidak sedikit yang memakai baju sarimbit dari bahan non batik, bisa jadi dari bahan polos, bahan motif atau kombinasi motif dan polos .

Busana akan menambah rasa percaya diri. Nuansa kebersamaan pun lebih terasa ketika berada dengan orang yang dikasihi, sehingga keromantisan akan terlihat. Banyak pilihan busana bisa dipakai pada perayaan itu, misalnya dress, kemeja couple bagi yang sudah berkeluarga dipakai saat ke gereja atau mengunjungi rumah kerabat. Bagi yang senang berpakaian santai dapat mengenakan kaos, sehingga lebih rileks ketika menikmati libur bersama keluarga. Agar semarak warna baju yang digunakan pada peringatan kelahiran Yesus Kristus tersebut biasanya hijau, putih dan merah.

-ads-

Begitu pula dengan Stepenson Riki bersama istri dan kedua anaknya. Keserasian selalu ditampilkan ketika santai, ke gereja atau ke acara tertentu. Tentunya disesuaikan dengan suasana dimana mereka berada. “Natal itu sekali setahun. Baju yang kompak akan memperlihatkan menyatunya jiwa suami dengan istri dan anak,” ujar Riki bersama anak dan istrinya ketika ditemui Rakyat Kalbar di Jalan Cendana, Kota Pontianak, Jumat (16/12) sore.

Pernikahan yang sudah 11 tahun dan dikaruniai dua anak terlihat semakin harmonis, kerika mereka mengenakan baju seragam. Kasih yang dibagikan dalam keluarga pun terasa nyata di hari Natal. “Jika kita tidak mengenakan itu (baju seragam, red) seperti ada yang kurang. Salah satu yang tidak pakai, akan ada yang beda,” ungkap pria berusia 33 tahun itu.

Riki dan keluarganya tampak kompak tidak hanya pada hari Natal, ketika pergi ke gereja, bersilaturahmi ke rumah sanak saudara dan kerabat. Kekompakan juga tetap terlihat pada hari biasa. Walaupun tidak setiap hari, paling sedikit dikenakan tiga kali seminggu. “Saat santai, liburan, makan malam di luar bersama, bahkan kadang sepatu pun kami sama,” paparnya.

Riki mengaku tertarik mengenakan busana couple sejak lima tahun lalu. Ketika itu Riki bersama istrinya melihat salah satu keluarga mengenakan baju seragam. Mereka langsung tertarik karena tampak bahagia. “Saat itu memang agak sulit mencari baju seragam. Baju di toko masih jarang, ditambah yang jual online masih jarang,” ungkap pria yang sehari-hari menggeluti fisioterapis itu.

Keluarga yang berdomisili di Jalan Danau Sentarum, Kota Pontianak ini lebih suka mengenakan baju kaos berwarna merah dan biru. Mereka harus mencari dari satu toko ke toko lain, bahkan belanja online. Namun mereka tidak setiap bulan berbelanja. Riki mengatakan, istrinya paling aktif ‘berburu’ baju yang mereka inginkan. “Kalau beli baju berarti harus dapat semua. Jadi tidak ada beli satu persatu,” imbuh Vernanda Linda Yossy.

Wanita 33 tahun ini mengemukakan, baju couple membuat pemakainya terlihat sangat bahagia dan harmonis. Ada kesan tersendiri dengan warna seragam menambahkan keceriaan keluarga. “Kalau dah kompak begini, merasa sehati dan sejiwa larut dalam kebersamaan,” tutur Yossy.

Jika ada baju baru yang diinginkan, mereka akan bersama-sama pergi ke toko pakaian dan memilih sesuai selera. Begitu juga ketika belanja online. Walau dipercaya untuk memilih baju, kompromi dan menanyakan kembali kepada suaminya tetap dilakukan. “Tidak hanya kompak, warna dan model juga harus sama-sama disukai. Suami sih selalu setuju, asal jangan pink,” pungkas perawat di salah satu rumah sakit swasta di Kota Pontianak itu.

 

Reporter: Ambrosius Junius

Redaktur: Yuni Kurniyanto

Exit mobile version