Belum Sepakati Penantang Jokowi

“RI 3” Terus Disebut, Gerindra Ngotot Prabowo

Jokowi

eQuator.co.idJakarta–RK. Sebulan lagi pendaftaran bakal calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres) dibuka. Namun, hingga kini, baru nama Joko Widodo (Jokowi) yang terus berkibar.

Parpol-parpol yang tidak bergabung dalam koalisi pendukung Jokowi tak kunjung menyepakati sosok yang akan diusung. Bahkan, nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, yang disebut-sebut sebagai calon penantang kuat, ternyata belum pasti. Sebab, sejumlah parpol masih memunculkan figur lain.

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), M. Sohibul Iman, menilai penentuan figur capres-cawapres bisa muncul pada saat-saat akhir masa pendaftaran. Sebab, sejumlah partai di luar pendukung Jokowi masih hilir mudik melakukan komunikasi.

Dia lantas menyebut petinggi Partai Demokrat yang masih melakukan pendekatan ke Prabowo. Namun, dia menyebut komunikasi serupa tidak hanya dengan Partai Gerindra.

“Sebelum dengan Gerindra, sudah ke PKS dulu. Kami sering komunikasi, gak perlu gembar gembor. Kan sudah seperti saudara,” kata Sohibul di kantor DPP PKS kemarin (9/7).

Menurut Sohibul, siapapun capres-cawapres yang dimunculkan, merupakan proses positif. Nantinya, rakyat bisa memiliki lebih banyak pilihan.

”Alternatif apapun sangat bagus. Karena kalau Pak Jokowi saat ini nilainya 7, kami ingin cari yang nilai 8,” terangnya.

Dia menyebut, komunikasi Partai Demokrat saat ini tentu menambah alternatif figur capres-cawapres dalam koalisi PKS dengan Gerindra. Dengan jumlah partai yang lebih banyak, tentunya ada aspirasi yang tidak tertampung. Sohibul menilai perlu dibuka kembali potensi poros ketiga demi mengakomodasi para figur dalam pilpres.

”Menurut kami, tahap pertama kita munculkan empat orang. Ada poros Gerindra-PKS, ada poros PAN, Demokrat dan PKB. Jika salah satu kalah, bergabung kembali. Saya kira itu formula yang bisa membuat happy,” jelasnya.

Dia juga angkat bicara terkait peluang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam pilpres. Menurut dia, perjuangan PKS bersama koalisi dalam memenangkan Anies di pilgub DKI membutuhkan usaha luar biasa. Posisi Anies saat ini, menurut Sohibul, sama dengan pejabat pemerintah pusat.

”DKI I (Gubernur, Red) itu sama dengan RI 3, bahkan RI 2 (wakil presiden, Red),” tuturnya.

Karena itu, jika Anies harus diterjunkan pada kontestasi nasional, tentu hitung-hitungannya masih spekulatif. ”Kalau sudah gubernur DKI, diajak spekulatif, ini tidak logis. Kami ingin Pak Anies tetap di DKI,” ujarnya.

Namun, jika dipaksa, Sohibul mendorong agar Anies ditempatkan sebagai capres. ”Kenapa capres, kalau (maju) cawapres ya sama dengan (jabatan) sekarang,” tandasnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan bahwa partainya tetap ingin mengusung Prabowo sebagai capres. Fadli menepis anggapan bahwa Prabowo telah legawa untuk memberikan mandat capres kepada Anies.

”(Anies) Sebagai capres saya kira nggak ada pembicaraan itu. Kalau sebagai cawapres memang ada yang mengusulkan,” terangnya.

Ia menyebut, keputusan mengajukan Prabowo sebagai capres merupakan keputusan Rapimnas Partai Gerindra. Upaya yang dilakukan Partai Gerindra saat ini adalah melakukan komunikasi dengan mitra koalisi untuk membahas potensi cawapres pendamping Prabowo.

”Calon kami final 100 persen Pak Prabowo. (Cawapres) harus dibicarakan bersama, duduk bersama, jadi terkait nama masih tentatif,” tegas Fadli.

PAN yang pada Rakernas tahun lalu resmi mengusung Zulkifli Hasan sebagai capres, ternyata juga melihat sosok Anies sebagai capres alternatif. Wakil Ketua Umum PAN Ahmad Hanafi Rais menyebut jika sosok Anies memiliki popularitas tinggi.

”Secara informal dengan kader dan teman-teman di daerah selama reses kemarin memang Pak Anies paling disukai sebagai capres atau cawapres,” ungkapnya.

Dia merasa tidak masalah apabila Anies yang juga mendapat sokongan PKS maju sebagai capres menggantikan posisi Prabowo. Meski begitu, komunikasi tentu harus dilakukan untuk memastikan hal itu.

”Biarlah proses politik resmi ini berlanjut, saya kira nanti pada saatnya akhir bulan atau awal Agustus kami akan memutuskan,” ucapnya.

Kemarin, Majelis Tinggi Partai Demokrat menggelar pertemuan di rumah sang Ketua Umum, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di kawasan Mega Kuningan. Rapat yang dipimpin SBY itu berlangsung sekitar tiga jam.

Max Sopacua, anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat mengatakan, pihaknya baru melakukan pertemuan awal soal capres-cawapres. Rapat belum membahas arah koalisi.

“Masih penjajakan,” terang dia seusai pertemuan. Terkait koalisi dengan Partai Gerindra dan menyandingkan Prabowo dengan AHY, menurut Max, kemungkinan koalisi itu belum dibahas. Partainya baru saling melihat dan mengenal dengan Partai Gerindra.

Majelis tinggi, lanjut dia, juga belum membahas peluang poros ketiga. Sebab, sampai sekarang Jokowi belum memutuskan cawapresnya, begitu juga Prabowo.

Terkait nama AHY, Max mengatakan, partainya mempunyai obsesi mengusungnya sebagai cawapres. Namun, obsesi itu tidak ditentukan sendiri oleh partainya. Harus melihat situasi yang berkembang di masyarakat. Tentu, Partai Demokrat akan membicarakan dengan partai koalisi terkait peluang AHY sebagai cawapres.

Sementara itu, nama cawapres Jokowi sampai sekarang masih ditutup rapat-rapat. Nama cawapres pada Pemilu 2019 sudah berada di kantong mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Tinggal menunggu pengumuman ke publik.

Sosok cawapres disampaikan Jokowi ketika bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan di Istana Batu Tulis, Bogor pada Minggu malam lalu (8/7). “Pendamping Pak Jokowi dibahas antar beliau berdua,” terang Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat ditemui di sela-sela acara wokrshop kaderisasi PDI Perjuangan di markas Partai Banteng Jalan Diponegoro kemarin.

Dia menerangkan, nama-nama cawapres sudah ada di kantong Jokowi. Kapan kandidat pendamping akan diumumkan? Hasto mengatakan, pengumuman masih menunggu waktu yang tepat.

“Istilah Ibu Megawati Soekarnoputri menunggu cuaca yang cerah terlebih dahulu,” terang dia.

Alasannya, yang diumumkan adalah pasangan calon pemimpin bangsa, pemimpin rakyat Indonesia, dan pemimpin yang punya tanggungjawab besar untuk menahkodai kapal besar bernama Indonesia Raya. Karena itu, perlu menunggu cuaca yang baik.

Mega mengibaratkan saat matahari terbit dari timur, bukan ketika matahari tenggelam. “Itulah suasana cerah yang membangun harapan,” urainya, beranalogi.

Hasto mengatakan, sekarang menjadi kewenangan Jokowi, Megawati, dan para ketum parpol untuk menentukan kapan akan mengumumkan nama cawapres. Menurut dia, siapa pun yang menjadi calon pendamping Jokowi harus mempunyai visi politik untuk Indonesia Raya, memahami Pancasila, dan memahami bagaimana tantangan mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat.

Disinggung nama TGB Muhammad Zainul Majdi, Hasto mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah Gubernur NTB itu yang mendukung Jokowi. Namun, masih ada waktu untuk mengumumkan cawapres sebelum tahapan pendaftaran capres-cawapres pada 4 – 10 Agustus.

“Kita tunggu momentum yang tepat antara 4 – 10 Agustus,” beber dia.

Terpisah, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengaku belum diajak komunikasi soal nama cawapres Jokowi. Padahal, Golkar merupakan salah satu partai yang mengusung Jokowi dalam Pilpres 2019.

“Belum (komunikasi). Kita tunggu aja. Kita tunggu aja,” ujarnya di Istana Kepresidenan, Bogor, kemarin.

Airlangga mengaku belum memiliki jadwal untuk menanyakan sosok cawapres yang sudah dikantongi Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati. Dia beralasan, Golkar menyerahkan sepenuhnya pada presiden.

Pria yang juga menjabat Menteri Perindustrian itu mengaku optimis dengan kekuatan parpol koalisi. Apalagi, datang dukungan dari TGB Muhammad Zainul Majdi yang dinilai memiliki basis masa kuat. (Jawa Pos/JPG)