Bedah Buku Mengenal Perekonomian dalam Pusaran Sejarah Kalbar

BEDAH BUKU. Para peserta usai kegiatan bedah buku di BI Kalbar, Senin (22/7). Kegiatan ini bertujuan untuk mengenal sejarah BI sebagai bank sentral di Indonesia. (Nova Sari-RK)

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kalimantan Barat, menggelar bedah buku sejarah dan heritage yang berjudul ‘Menegakkan Kedaulatan Dan Ketahanan Ekonomi, BI Dalam Pusaran Sejarah Kalimantan Barat’ di Aula Keriang Bandong, Senin (22/7).

Bedah buku ini dihadiri Direktur BI Institute, Arlyana Abubakar. Dalam rangka memperingati HUT BI ke-66 dan sekaligus menyambut perayaaan Kemerdekaan HUT RI pada bulan Agustus mendatang.

“Buku ini persembahan BI kepada masyarakat dan sekaligus merupakan kontribusi nyata kehadiran BI dari aspek lain, khususnya ilmu sejarah ekonomi,” ujar Arlyana dalam sambutannya.

Arlyana menyebutkan, sebagai Bank Sentral Republik Indonesia, BI memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan tidak dapat dipisahkan dari sejarah perekonomian bangsa Indonesia. Berbekal kekayaan dokumentasi dan kearsipan yang dimiliki, dengan komitmen menulis perjalanan organisasi institusional memori, kehadiran buku ini tidak hanya bentuk perekaman memori organisasi tapi untuk mengisi referensi sejarah ekonomi yang diberikan kepada masyarakat secara luas.

Arlyana memaparkan, berdasarkan latar belakanganya, kehadiran KPw dinilai sangat unik sehingga tak heran tak sedikit buku yang telah diterbitkan.

“BI sendiri kantor perwakilannya di dalam negeri tersebar di berbagai kota di Indonesia namun hanya ada 16 KPw saja yang dibangun. Di mana kehadirannya ini memiliki perjalanan yang cukup panjang sudah ada sejak zaman kolonial Belanda diberi nama De Javasche Bank (DJB), dan buku ini sudah diterbitkan di Medan, Padang dan Surabaya. Pontianak ini adalah buku pertama yang kami terbitkan untuk KPw di Kalimantan,” paparnya.

DJB sudah berdiri sejak tahun 1906, dimana pada dahulu kala bank ini merupakan bank komersial yang berkantor pusat di Batavia dan diberikan kewenangan pemerintah kerajaan Belanda untuk menjadi bank sirkulasi di wilayah koloni Hindia Belanda.

Bank sirkulasi ini adalah bank yang diberi kewenangan untuk mengedarkan uang yaitu emas Gulden. Dalam proses transformasi dari BDJ menjadi BI dilakukan cukup panjang hingga telah ditetapkan pada tgl 1 Juli 1993.

Arlyana menjelaskan, beberapa alasan DJB mendirikan DJB di Pontianak yakni letak geografis yang dinilai cukup strategis, di mana Kalbar masuk dalam peta perdagangan internasional. Terlebih sejak zaman dahulu kala komoditas ekspor yang menjadi primadona dunia asal tanaman niaga selain karet dan kopra pada waktu itu ada di provinsi ini.

“Berikut dengan pelabuhan Pontianak ini sangat ramai dan banyak perdagangan internasional bahkan menjadi tempat perputaran uang asing di Kalbar seperti Spanyol dan dollar. Sehingga isu itulah yang membuat DJB membangun kantor cabang di Pontianak, disamping juga untuk menjaga kedaulatan ketahanan ekonomi pemerintah Hindia Belanda dan memberikan mandat politik goldenisasi, artinya dulu peredaran uang asing sangat beragam,” jelasnya.

Di dalam menulis buku sejarah ini, lanjut Arlyana, berbeda dengan buku ilmiah lainnya. Dimana BI ini memiliki banyak catatan sejarah yang dinilai sangat penting sehingga ini bisa menjadi referensi dalam penyusunan kebijakan ekonomi ke depan.

“Untuk itu dalam penyusunan sangat diperhatikan sehingga dapat menjadi buku yang berkualitas dan dapat jadi rujukan literasi sejarah ekonomi khususnya sejarah BI, dan kita berharap hadirnya Bu ini juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang pada akhirnya menambah kecintaan dan potensi yang ada di bumi Kalbar,” lugasnya.

Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengapresiasi kegiatan ini. Keberadaan gedung BI khususnya BI lama yang berlokasi di Jalan Rahadi Usman memiliki nilai khasanah budaya tersendiri, terlebih bangunannya yang hampir mirip dengan zaman kolonial Belanda.

“Kita bersyukur memiliki ini, sebab bentuknya yang unik tidak terlepas dari kearifan lokal, dan ini masuk dalam warisan budaya yang ada di kota Pontianak,” jelasnya.

Seperti halnya kantor pos yag berada di sebelah gedung lama BI, menurut Edi, gedung tersebut juga yang dipertahankan, bahkan pihaknya berencana membangun kota pusaka. Di mana bangunan sejarah akan dilestarikan dijaga walau fungsi berbeda namun memiliki value nilai dari peradaban di Kota Pontianak.

“Bentuk bangunan ini bisa memberikan warna keberadaan Pontianak. Buku ini baik sebagai literatur saksi sejarah untuk gedung lainnya perkembangan pembangunan fisik di Kota Pontianak. Dan kehadiran BI di Kota Pontianak sendiri sebagai bank sentral mengendalikan perekonomian sehingga bisa memberikan kemajuan bagi kita semua khususnya di Kalbar,” terangnya.

Mewakili Gubernur Kalbar, Syarif Kamaruzaman menyebutkan, penerbitan buku sejarah yang dibuat ini menunjukkan kepedulian BI dalam mendokumentasikan institusional memory sebagai catatan sejarah sebagai organisasi sekaligus menyediakan referensi buku sejarah ekonomi daerah yang berkualitas.

“Buku ini telah menggambarkan sejarah jalinan kerja sama antara Pemprov Kalbar dengan lembaga perbankan sebagai bagian dari perjalanan sejarah ekonomi masyarakat Kalbar,” ucapnya.

Terlebih, ini dibuktikan bahwa Kalbar pernah menjadi salah satu garda terdepan dalam menjaga kedaulatan mata uang di era Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Sehingga diharapakan selanjutnya kemitraan BI dan Pemprov Kalbar tetap berlanjut jingga saat ini dengan berbagai usaha membangun SDM dan infrastruktur perekonomian.

“Buku ini merupakan sebuah media pembelajaran bagi Pemprov Kalbar dan kabupaten kota, pemangku kepentingan dan masyarakat Kalbar tentang bagaimana usaha dan strategi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur dalam rangka menegakkan kedaulatan Ketahanan ekonomi Kalbar,” pungkasnya. (ova)