Beberkan Ketentuan Bangunan, Dewan Minta Pemkot Buka Perda RTRW

Polemik Pembangunan Hotel Neo

JADI POLEMIK. Pembangunan Hotel Neo Aston di Jalan Gajah Mada, Kecamatan Pontianak Selatan ini menimbulkan polemik antara DPRD dan Pemkot Pontianak. Dok

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Tantangan Wali Kota Pontianak H Sutarmidji SH MHum yang minta ditunjukkan pelanggaran terhadap pembangunan Hotel Neo dijawab anggota DPRD Kota Pontianak. Anggota Komisi B DPRD Kota Pontianak H Suarmadjat ST membeberkan ketentuan yang harus ditaati suatu bangunan.
“Ada banyak peraturan yang harus diperhatikan, seperti KDB, GSB, GSJ, serta KLB,” ungkap Suarmadjat kepada Rakyat Kalbar, Minggu (28/8).
Legislator yang biasa disapa Madjat dan membidangi pembangunan ini menjelaskan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) mengatur suatu bangunan. Si pemilik bangunan wajib menyisakan lahan untuk area resapan air.

“KDB ini biasanya dinyatakan di dalam persentase. Misalnya anda memiliki lahan di suatu daerah dengan KDB 60 persen dengan luasnya 150 m2, artinya anda hanya boleh membangun seluas 60% x 150 m2 = 90 m2. Sisanya 60 m2 sebagai area terbuka,” paparnya.
Dasar KDB ini memang hanya memperhitungkan luas bangunan yang tertutup atap. Jalan setapak dan halaman dengan pengerasan yang tidak beratap tidak termasuk dalam aturan ini.

“Walaupun demikian, sebaiknya lahan tersebut ditutup dengan bahan yang dapat meresap air, seperti paving blok,” pungkasnya.
Sedangkan Garis Sempadan Bangunan (GSB), kata dia adalah aturan batasan lahan yang boleh dan tidak boleh dibangun. Bangunan yang akan didirikan tidak boleh melampaui batasan garis ini.

“Misalnya saja, rumah anda memiliki GSB 3 meter, artinya anda hanya diperbolehkan membangun sampai batas 3 meter tepi jalan raya,” ujar jebolan Fakultas Teknik ini.
Ketentuan lain yang juga mesti diperhatikan, lanjut Madjat Garis Sempadan Jalan (GSJ). Aturan ini untuk tersedianya lahan bagi perluasan jalan di masa mendatang. Jika nanti pemerintah melakukan pelebaran jalan, maka tidak akan mengenai bangunan yang berdiri tersebut.
“Misalnya di dekat lahan anda ada GSJ tertulis 1,5 meter, artinya 1,5 meter dari tepi jalan ke arah halaman sudah ditetapkan sebagai lahan  untuk rencana pelebaran jalan. Bila suatu saat ada pekerjaan pelebaran jalan, lahan selebar 1,5 meter akan digunakan,” tuturnya.
Sementara Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan perbandingan antara luas total bangunan dibandingkan dengan luas lahan. KLB menghitung seluruh luas bangunan yang ada, mulai dari lantai dasar hingga lantai di atasnya. Bangunan dengan dindingnya yang lebih tinggi dari 1.20 meter yang digunakan sebagai ruangan harus dimasukkan kedalam perhitungan KLB. Biasanya KLB dinyatakan dalam angka seperti 1,5; 2 dan sebagainya. Tiap-tiap daerah angka KLB ini berbeda-beda. Lokasi suatu daerah semakin padat, maka angka KLB akan semakin tinggi pula.
“Bila dalam PBS anda tertera KLB = 2, maka total luas bangunan yang boleh didirikan maksimal 2 kali luas lahan yang ada,” tandasnya.
Penjelasan umum tersebut, kata Madjat tercantum pula di Peraturan Daerah (Perda) Kota Pontianak Nomor 2 Tahun 2013 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak Tahun 2013-2033.
“Silahkan buka pasalnya di mana pemilik bangunan harus menyediakan Koefisien Daerah Hijau (KDH) yang spesifikasinya adalah antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan,” paparnya.
Menurut dia, apa yang dipaparkannya sebagai jawaban atas komentar Wali Kota yang minta ditunjukkan pelanggaran pembangunan Hotel Neo. Dengan pemaparannya agar dapat ditinjau apakah konstruksi tata ruang hotel yang berada di Jalan Gajah Mada itu telah sesuai.
“Aturannya sudah ada dan sangat jelas sekali. Silahkan cek dan periksa langsung kondisi bangunan yang sudah berdiri kokoh itu. Percuma ada aturan kalau memang ada yang melanggar, tapi tidak ditindak seperti itu,” cetusnya.
Menurutnya, Wali Kota Pontianak seolah menyudutkan mitra kerjanya di DPRD. Dan itu dinilainya sangat tidak layak. Pasalnya, dewan punya peran sebagai pegawasan demi tata kota yang lebih baik ke depannya.
“Di sini kita tidak mencari siapa benar dan salah, tapi kita mengkoreksi agar lebih baik. Kita mengkritisi bukannya menantang, kalau memang benar pelanggarannya itu akui saja, ketimbang muncul persoalan nantinya,” tegas Madjat.
Senada disampaikan Anggota DPRD Kota Pontianak Agus Sutisno. Menurutnya banyak sisi yang perlu dilakukan pengkajian sebelum Hotel Neo beroperasional.
“Menurut Wali Kota dan dinas terkait yang mengeluarkan izin tidak ada masalah. Buka kembali Perda tata ruang, kaji kembali. Tentu ini sudah ada aturannya, harus diikuti aturan itu. Karena kita fungsinya pengawasan, kita awasi kebenarannya. Kalau misalnya salah bagaimana agar ini dibenarkan, bukan saling menjatuhkan,” terangnya.
Termasuk lahan parkir yang harus disediakan pemilik hotel. Menurutnya, ini masalahnya sangat urgen. Karena berdampak pada kemacetan di Kota Pontianak.
“Misalnya ada berapa kamar, tentu disesuaikan juga lahan parkirnya, kiri kanan harus dilihat juga agar masyarakat Kota pontianak tidak terganggu atas keberadaan hotel itu,” pungkasnya.
Menurut Agus, sejauh ini banyak hotel yang memiliki lahan parkir saja masih ada yang menggunakan jalan, terutama saat ada even-even besar. Apa lagi bagi mereka yang tidak punya lahan parkir.
“Perda yang ada harus ditegakkan. Membuatnya tidak mengeluarkan uang yang sedikit. Percuma ada Perda kalau tidak dijalankan. Saya menegaskan SKPD agar Perda yang ada diikuti. Sehingga Pontianak rapi, sehat, sesuai dengan pencanangan Pemkot juga untuk masyarakatnya,” katanya.

Laporan: Gusnadi

Editor: Arman Hairiadi