eQuator.co.id – Ini cerita dari dusun Huameteno di Negeri Sepa, Kabupaten Maluku Tengah. Sekelompok warga di dusun dengan warga multietnis itu tengah mencari jalan untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
Dua program yang dipilih mereka adalah peternakan dan pertanian. Untuk peternakan, mereka memilih bebek petelur. Sedangkan di bidang pertanian mereka merencanakan budidaya sayuran.
Dusun Huameteno memang berlokasi strategis. Hanya 10 Kilometer dari pusat kota Masohi. Kelak kalau ibukota provinsi Maluku jadi pindah ke Makariki, dusun itu hanya berjarak 5 Kilometer saja dari pusat ibukota baru.
Beruntung warga Huameteno dipimpin Husein Patue, seorang kepala dusun yang berpikiran maju. Pria berusia 40 tahun itu sudah memperkirakan Huameteno bakal menjadi daerah penyangga ibukota. Husein mengandalkan komoditas hasil tani dan ternak, khususnya telur bebek dan sayur-mayur sebagai kekuatan. Tentu setelah memperhatikan kemampuan sumber daya alam dan manusianya. Yang 99 persen petani tradisional.
Husein berpikir realistis. Tidak mau muluk-muluk. Keterbatasan skil sumber daya manusia di desanya tidak harus dipaksa untuk program yang aneh-aneh. Tapi juga tidak boleh gara-gara itu masyarakatnya jadi penonton. Apalagi kalau ibukota provinsi jadi pindah. Telur bebek dan sayur bisa menjadi komoditi andalan.
Kebutuhan telur bebek di kota Masohi memang cukup besar. Telur bebek diperlukan untuk kebutuhan masakan khas Jawa Timur dan pembuatan martabak Bandung dan Bangka. Yang jumlahnya kian menjamur.
Sedangkan sayuran seperti kacang panjang, bayam, kangkung dan kemangi diperlukan banyak rumah tangga dan warung makan khas Lamongan, warung Sunda dan rumah makan khas Makassar.
Untuk memulai program budidaya bebek petelur, Husein memulai dari proyek yang berskala kecil. Dia pelihara 4 ekor bebek petelur yang bibitnya didatangkan dari Mojokerto, Jawa Timur.
Saat ini, Husein bisa menjual 30 butir telur bebek per 10 hari. Harganya cukup mahal: Rp 4.000 per butir di tingkat eceran. Untuk harga pedagang, harga jual lebih murah: Rp 3.500.
Sukses dengan ujicoba 4 ekor, Husein merencanakan peternakan bebek petelur dengan jumlah lebih besar: 75 ekor per kelompok tani. Tahap kedua ini menyasar dua kelompok. Nanti hasilnya dikembangkan ke lebih banyak kelompok lain.
Untuk sayuran, Husein juga sudah punya contoh sukses. Dengan hadirnya dua warga baru dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Yang sehari-hari bergelut dengan budidaya sayur-mayur di tempat asalnya.
Sayur cepat panen. Inilah ilmu yang diperkenalkan petani asal sentra sayur Jawa Barat itu. Semua sayuran yang ditanam bisa dipanen kurang dari 30 hari. Bayam, kangkung darat dan kemangi merupakan tanaman yang diandalkan.
Langkah dua petani Tasikmalaya itu sekarang sudah diikuti sekitar 40 petani di desa tersebut. Sukses. Hasil panen mereka mengisi sebagian kebutuhan pasar sayur di Masohi.
Tapi Masogi tidak hanya butuh bayam, kangkung dan kemangi. Masohi juga butuh terong, tomat dan kacang panjang. Nah, Husein mengarahkan program pertanian sayur kepada penerima paket dengan komoditi yang belum tergarap itu.
“Lahan kami luas. Masih banyak komoditi yang bisa ditanam,” jelas Husein.
Untuk modal kerja, masyarakat Huameteno mendapatkan bantuan dari Baznas yang disalurkan melalui Lazismu Pusat dan Lazismu Maluku dalam program Ekspedisi Zakat 2018.
Ekspedisi Zakat sendiri dilaksanakan di tiga lokasi, antara lain di Pulau Haruku dan Pulau Seram. Kegiatan ini berjalan selama tiga bulan dari Juni dan akan berakhir pada bulan Agustus ini.
Meningkatkan kesejahteraan rakyat memang tidak cukup dengan janji dan pidato. Apalagi janji menjelang pemilu. Ekspedisi zakat menyalurkan dana pemberdayaan langsung action. #zakat_hebat #kuat_karena_zakat. (jto)
*Wakil Sekretaris Badan Pengurus Lazismu PP Muhammadiyah dan admin www.disway.id