eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Nasib puluhan karyawan PT Sumber Batu Layang Indah (SBLI) yang dirumahkan masih terkatung-karung. Komisi D DPRD Kota Pontianak mendesak hak pekerja dibayarkan, tapi tidak boleh alakadar.
“Intinya happy ending semua pihak. Jangan sampai perusahaan memaksakan kehendaknya untuk membayar buruh dengan alakadarnya, atau sebaliknya buruh memaksakan perusahan untuk membayar diluar ketentuan undang-undang,” ucap Anggota DPRD Kota Pontianak, Herman Hofi Munawar dalam pertemuaan dengan karyawan, perusahaan dan instansi terkait di gedung DPRD Kota Pontianak, Selasa (11/6).
Dia mengatakan, sebenarnya sejak awal pihak perusahaan sudah salah. Sebab menurut dia, jika memang sebuah perusahaan yang sudah pailit, seharusnya ditentukan melalui pengadilan.
Dijelaskan Herman, dalam pertemuan tersebut diketahui, bahwa pihak perusahaan sudah selama dua tahun tidak berjalan. Namun, kelemahan dari perusahaan adalah jika pailit tidak hanya dinilai oleh sepihak, tetapi juga ditentukan oleh pengadilan. Bahkan, dinas terkait pun tidak diberitahu persoalan tersebut. “Mestinya pihak perusahaan menyampaikan ke pengadilan. Nantinya Pengadilan Tata Niaga akan menentukan sebuah perusahaan tersebut pailit,” sebutnya.
Selanjutnya, pihak perusahaan akan menentukan kurator untuk melihat aset yang ada. Dari hasil tersebut, akan dinilai juga hutang piutang yang dimiliki perusahaan. Tapi yang pasti, kata Herman, berdasarkan pasal dalam undang-undang ketenagakerjaan menyebutkan, bahwa hak-hak buruh harus dipenuhi sepenuhnya. Jadi yang lebih diutamakan adalah hak buruh dan tidak boleh hak buruh di abaikan. “Jadi tidak bisa hanya main kepal–kepal begitu saja, ketentuan perundang-undangan harus dipergunakan dengan baik, maka sepenuhnya perusahaan harus bertanggungjawab,” ucapnya
Sambung Herman, ketika kurator sudah turun ke lapangan, pihak perusahaan harus lepas tangan. Semua aset-aset harus dinilai kurator dan membagi aset tersebut kepada pihak buruh dan yang terkait.
Kata dia, wajib hukumnya perusahaan memenuhi hak buruh, harus diutamakan diatas kepentingan yang lain. Jika tidak, itu merupakan pidana.
Jika berbicara ketentuan perundang-undangan, tegas Herman, semuanya harus sesuai. Perusahaan tidak bisa semaunya sendiri. Tetapi, tidak sekaku itu. Saat ini ada ADR (Alternative Dispute Resolution) yang bisa digunakan sebagai solusi yang terbaik. Selanjutnya, jika ada pembicaraan secara bersama – sama, negosiasi bersama.
Lanjutnya, dalam hal ini, akan ada dua alternatif yang dilakukan sebagai solusi dari pertemuan tersebut. Pertama, melalui Dinas Tenaga Kerja untuk ke Pengadilan Tata Niaga. Berikutnya, dimusyawarahkan. Sehingga nantinya tidak ada yang dirugikan. “Perusahaan tidak boleh memaksa kehendaknya sendiri dalam memberikan hak karyawan alakadar dengan alasan pailit,” tegasnya.
Sebelumnya puluhan karyawan PT SBLI melakukan aksi menuntut beberapa haknya kepada pihak perusahan tempat mereka berkerja di Kantor Pusat Pemasaran PT SBLI di depan Pelabuhan Seng Hie, Senin (20/5) lalu. Berbekal kertas yang bertuliskan berbagai macam tuntutan untuk membayar gaji, THR dan pesangon mereka.
Sempat melakukan aksi demonstrasi di kantor PT SBLI di depan Pelabuhan Seng Hie. Kemudian, keesokan harinya perwakilan karyawan melakukan pertemuan dan menyampaikan unek – unek mereka kepada anggota DPRD Kota Pontianak, Selasa (21/5) lalu.
Dari pertemuan bersama Komisi D DPRD Kota Pontianak tersebut, akan dijadwalkan pertemuan antara perwakilan karyawan, perusahan dan beberapa pihak lain. Untuk berdiskusi dan bermusyawarah, agar mendapatkan jalan yang terbaik. Dan mencari apa yang terjadi di perusahan itu. Tujuannya, agar mendapatkan titik temu.
Pertemuan tersebut pun dilakukan, Selasa (11/6) di Ruang Rapat Komisi D DPRD Pontianak. Dihadiri berbagai pihak. Sayangnya, hak-hak yang dituntut oleh para karyawan masih belum mendapatkan titik terang. Karena masih ada langkah, mekanisme dan pertemuan yang akan dilakukan lagi. “Untuk pembayaran sebenarnya sudah kita lakukan upaya-upaya. Namun belum ketemu titik temunya. Tapi sekarang dengan difasilitasi, kedepannya bisa berjalan,” ungkap Fedrik, perwakilan karyawan PT SBLI usai pertemuan.
Fedrik mengaku tidak ada kendala . Hanya terjadi selisih nilai nominal saja. Kata dia, selisih nilai itu pun dasarnya perusahaan sudah tutup. Sehingga tidak bisa melakukan kegiatan usaha. “Kita sekarang ikuti mekanisme yang ada saja. Kalau tidak ada kesepakatan dua belah pihak, mekanisme kita serahkan ke dinas. Nantikan akan diagendakan lagi,” ujar dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Layanan Terpadu Satu Pintu (DPMTK-PTSP) Kota Pontianak, Junaidi menjelaskan, instansinya sudah mengagendakan pertemuan lanjutan. Kemungkinan akan digelar besok, Jumat (14/6). “Insya Allah, hari Jumat di kantor kita. Karena ini kesepakatan setelah pertemuan bersama DPRD Kota Pontianak Komisi D,” jelas dia.
Dalam persoalan ini, dia memastikan akan berpedoman kepada Undang-undang Ketenagakerjaan. Dengan tegas dia menyatakan, apabila perusahaan mengaku merugi atau dianggap pailit, maka harus ada keterangan, paling tidak secara tertulis dari auditor akuntan publik. “Dan juga akan dinilai aset – asetnya, jika seandainya pailit,” kata dia.
Alasan bangkrut dari perusahaan, kata dia, tidak boleh sepihak. Tapi harus ada keterangan dari akuntan publik yang menilai selama dua tahun terakhir.
Ada tiga tuntutan dari karyawan yaitu gaji, THR yang sampai saat ini belum dibayarkan dan pesangon. Berkaitan dengan hak yang dituntut oleh para karyawan, dia menyebut, tuntutan itu wajib dibayar sesuai ketentuan yang ada. “Untuk nominal, itu sesuai dengan ketentuan yang ada. Apabila dalam mediasi tidak menemukan titik temu, maka akan dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Disitu tentu dengan proses mekanisme yang ada,” pungkasnya.
Laporan: Maulidi Murni
Editor: Yuni Kurniyanto