eQuator.co.id – Jakarta-RK. Desakan untuk melakukan revisi terhadap undang-undang 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) telah sampai ke telinga Presiden Joko Widodo. Usulan tersebut disampaikan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) saat menemui Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (28/8).
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, pertemuan sejatinya dalam rangka penyampaian hasil Pemilu 2019. Selain ke DPR, Bawaslu juga wajib melaporkan ke pemerintah. Namun, pihaknya memanfaatkan untuk menyampaikan persiapan pilkada serentak tahun 2020.
“Baik dari sisi kelembagaan, dan juga dari sisi regulasi,” ujarnya usai pertemuan.
Abhan menjelaskan, pihaknya mengusulkan dilakukan revisi UU Pilkada pada beberapa pasal. Yang pertama, adalah perubahan nomenklatur kelembagaan Bawaslu. Pasalnya, desain dan kewenangan Bawaslu antara UU Pilkada dengan UU Pemilu berbeda. Di UU Pilkada, jajarannya di daerah masih disebut Panwaslu. Berbeda dengan UU Pemilu yang sudah Bawaslu menyusul ditetapkan sebagai lembaga tetap. Dengan adanya revisi, maka posisinya akan lebih jelas.
Selain itu, pasal lain yang perlu diubah adalah ketentuan soal syarat calon kepala daerah yang berstatus mantan terpidana korupsi. Menurutnya, UU Pilkada perlu mengatur secara tegas pelarangannya. Sebab, saat ini hanya diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
“Kalau PKPU nanti, norma undang-undangnya masih membolehkan, nanti jadi masalah kembali,” imbuhnya.
Hal itu juga berkaca dari pengalaman Pemilihan Legislatif tahun ini, di mana PKPU melarang Terpidana Korupsi, namun putusan Mahkamah Agung memperbolehkan dengan mempertimbangkan UU Pemilu yang ada. “Lha itu jangan sampai terulang,” kata mantan Ketua Bawaslu Jawa Tengah tersebut. Sebab, pelarangan terhadap mantan terpidana korupsi untuk maju dalam kontestasi Pilkada menjadi hal yang penting demi menciptakan integritas.
Terkait desain revisinya, Abhan mengusulkan agar dilakukan revisi terbatas jika waktu yang tersisa dinilai tidak mencukupi. Namun jika ada komitmen menggarap cepat, bisa dilakukan revisi menyeluruh. “Kami tadi melakukan usulan itu kepada pemerintah, dan kami juga menyerahkan naskah akademik atas usulan revisi,” terangnya.
Presiden Jokowi, kata Abhan, merespon baik usulan revisi. Bahkan, dalam pandangan Presiden, perlu juga direvisi terkait lamanya masa kampanye. Waktu kampanye yang terlalu panjang dinilai tidak efektif.
Pria kelahiran Pekalongan itu menuturkan, semua usulan tersebut akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebagai leading sector. “Kemudian berkomunikasi lebih lanjut dengan DPR RI,” pungkasnya. (Jawa Pos/JPG)