eQuator.co.id – JAKARTA –RK. PT Pertamina memastikan akan meluncurkan elpiji 3 kg nonsubsidi pada awal Juli. Langkah itu dinilai membantu pemerintah untuk menekan pembengkakan kuota konsumsi elpiji 3 kg.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, produk baru seharusnya bisa memberi ruang untuk membatasi kuota elpiji 3 kg bersubsidi. ”Karena memang dari kajian pemerintah dan beberapa lembaga sekarang ini, posisinya sudah overkuota. Artinya, tidak cocok antara jumlah masyarakat miskin dengan jumlah tabung elpiji yang beredar, bisa over 2 sampai 3 kali lipat,” ujarnya kemarin (26/6).
Data TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) menyebutkan, dari 57 juta pengguna tabung elpiji 3 kg, hanya 26 juta yang termasuk kategori masyarakat miskin. Sisanya, 31 juta masyarakat, tidak berhak menggunakan elpiji 3 kg. Meski demikian, disparitas harga yang cukup tinggi antara elpiji 3 kg bersubsidi dan yang nonsubsidi menjadi salah satu kendala peralihan konsumsi masyarakat.
Sebelumnya, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menyatakan bahwa harga jual elpiji 3 kg nonsubsidi Rp 39 ribu per tabung. Saat ini harga jual elpiji 3 kg bersubsidi hanya Rp 19 ribu hingga Rp 20 ribuan per tabung.
”Kalau yang tidak subsidi, memang harga pasarnya segitu. Sebenarnya secara harga sama, tetapi masyarakat miskin dibantu oleh pemerintah. Prioritaskan untuk masyarakat yang kurang beruntung,” imbuhnya. Sebab, harga pasar elpiji sebenarnya sudah melampaui Rp 10 ribu per kilogram. Sementara itu, harga elpiji bersubsidi dipatok pemerintah Rp 4.500 per kilogram.
Kenaikan harga minyak dunia juga berpotensi mengerek harga crude price Aramco (CP Aramco) yang menjadi patokan pembelian propane dan butane, bahan baku elpiji dari luar negeri. Dia pun mengharapkan masyarakat mampu memiliki kesadaran untuk mengalihkan konsumsi mereka ke elpiji 3 kg bersubsidi yang akan diluncurkan oleh Pertamina. ”Saya kira variatif antara satu individu dengan individu lain. Kadang-kadang masyarakat yang sudah kaya kan ada yang merasa miskin,” urainya.
Menurut dia, cara lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk menekan membengkaknya konsumsi elpiji 3 kg bersubsidi adalah dengan menerapkan distribusi tertutup. Sayangnya, hal itu terus tertunda lantaran terkendala verifikasi data jumlah pasti masyarakat yang berhak menerima subsidi. Jika tidak segera diintervensi, konsumsi elpiji bersubsidi dalam jangka panjang akan menggerus keuangan negara.
Buktinya, dalam beberapa tahun terakhir, realisasi konsumsi elpiji bersubsidi terus membengkak dari kuota yang ditetapkan pemerintah dalam APBN. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengatakan, pihaknya belum mengetahui sejauh mana produk elpiji 3 kg nonsubsidi bisa menekan konsumsi elpiji 3 kg bersubsidi. ’’Ini kan strategi marketing saja,” ujarnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menegaskan, adanya produk elpiji 3 kg nonsubsidi tersebut tidak akan mengurangi kuota penjualan tabung melon subsidi. ’’Sebetulnya, ada orang yang memerlukan 3 kg, tetapi mereka tidak perlu subsidi. Mungkin seperti yang di apartemen, dia buat apa beli yang besar. Karena demand ada, maka kita siapkan,” terangnya. Untuk tabung melon subsidi, juga ada tulisan ”Khusus Masyarakat Miskin” sebagai pembeda antara elpiji 3 kg yang bersubsidi dan yang nonsubsidi. (Jawa Pos/JPG)