eQuator – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengeluhkan semakin maraknya peredaran produk ilegal, diperkirakan telah menguasai 50 persen pasar dalam negeri. Akibatnya, pertumbuhan industri nasional terus mengalami penurunan sejak tahun 2012 hingga sekarang.
“Bea Cukai perlu meningkatkan pengawasan di pintu- pintu masuk impor, termasuk pelabuhan tikus harus ditertibkan. Sebab Indonesia merupakan pasar besar di Asia bahkan dunia, banyak yang ingin masuk kesini. Jangan sampai barang ilegal gampang masuk,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin, Rachmat Gobel, Sabtu (14/11).
Mantan Menteri Perdagangan ini menilai barang ilegal masih gampang ditemui di pasaran. Bahkan sekitar 40-50 persen barang yang beredar di pasaran bisa dikategorikan barang ilegal. “Barang-barang yang masuk Indonesia banyak yang KW 2, KW 3, KW 4. Itu sudah pasti ilegal,” katanya.
Hal ini yang menyebabkan industri di dalam negeri sulit tumbuh meskipun mendapat banyak insentif dari pemerintah. “Seperti di industri elektronik, 60 persen masih impor tapi jumlah itu sekitar 80 persennya ilegal. Kita babak belur melawan barang elektronik ilegal,” kata Presiden Komisaris PT Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI) ini.
Untuk itu Gobel menyarankan agar pemerintah melakukan harmoniasi tarif bea masuk. Pasalnya, selama ini mengimpor barang biayanya lebih murah dibanding memproduksi di dalam negeri. “Ini mematikan industri. Kita tidak akan bisa bertarung selama tarif listrik mahal, bunga bank tinggi. Sementara barang ilegal tidak bayar pajak dan harganya jauh lebih murah,” sebutnya.
Gobel berterima kasih kepada para pengusaha yang meramaikan pasar Indonesia dengan produk-produk aman dan berkualitas. Disisi lain, dia meminta pemerintah lebih gencar melakukan pengawasan barang yang beredar di pasaran. “Intinya produk yang beredar harus sesuai aturan, misal, SNI (Standar Nasional Indonesia), labelnya berbahasa Indonesia dan lain-lain,” tegasnya.
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Sutrisno memperkirakan sekitar 60 persen pasar tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri diisi produk impor. Namun dari pengamatannya, hampir 40 persennya merupakan produk ilegal. “Termasuk baju-baju bekas yang dijual di pasar tradisional itu, susah mendatanya,” kata dia.
Benny berharap masuknya barang ilegal bisa disetop sehingga industri TPT nasional bisa mengisi pasar yang ditinggalkan. “Kegiatan impor ilegal ini sangat merugikan industri di dalam negeri. Masih banyak pelabuhan tikus yang yang harus diawasi karena garis pantai kita panjang. Presiden Jokowi harus benar-benar mencari dimana letak bocornya dan oknum yang terlibat,” tegasnya.
Sebelumnya, Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi siap memberi hukuman kepada anggotanya yang terbukti terlibat dalam kasus impor ilegal. “Setiap tahun ada yang kena sanksi. Sesuai dengan yang sudah ditetapkan ada reward and punishment. Kalau mereka memang terbukti melakukan pelanggaran sanksinya mulai turun pangkat sampai dipecat,” katanya beberapa waktu lalu. (Jawa Pos/JPG)
Pertumbuhan Industri Non-Migas
Tahun Persentase
2011 6,49 %
2012 6,42 %
2013 6,17 %
2014 5,34 %
2015* 5,21 %
Ket * = Hingga kuartal III