Sambung dia, “Ngopi di Asiang jadi gaya hidup, orang kalau mau ngopi ya harus ke Asiang”.
Dahulu, warkop itu lebih kecil karena hanya ruko satu pintu. “Mejanya juga lebih sedikit dan dulu belum ada iklan yang endorse,” ungkap Ilham.
Yah begitulah, kalau dolok yang nongkrong di Asiang hanyalah bapak-bapak, kini anak-anak muda pun menjadikannya tongkrongan favorit. Setidaknya sejak 2012 lalu hingga kini. Padahal, warkop tersebut tak menyediakan fasilitas internet gratis dan dahulu hanya buka dari subuh hingga pukul 12.00-14.00 saja.
Latar belakang pengunjung juga beragam. Dari pejabat hingga murid sekolah. Sabtu dan Minggu tidak sulit menemukan anak-anak usia SMP dan SMA yang menikmati kopi. Pun melihat perempuan nongkrong di warkop Asiang kini bukan sesuatu yang asing.
“Karena orang dulu kan sering aneh, menganggap perempuan kok ngopi di warung kopi, tapi di sini itu sudah biasa,” tutur Asiang.
Beberapa tamu rutin melihat kini banyak yang berubah dari saat pertama datang ke Asiang dulu. “Yang pasti harga kopinya udah naik,” selorohnya lagi.
Laporan: Iman Santosa, Ambrosius Junius
Editor: Mohamad iQbaL