“Dulu Asiang itu masih jualan di kaki lima yang saya ingat waktu awalnya,” ujarnya ditemui di kediamannya, Sabtu (14/1).
Kata Vincencius, untuk kawasan Gajah Mada dan sekitarnya dulu juga ada warkop lainnya yang cukup tua. “Namanya Warkop Asia, tapi sudah tutup saat yang punya meninggal,” ungkapnya.
Ia tidak bisa mengingat warkop lain di sekitar Gajah Mada dan Tanjungpura serta Parit Besar yang lebih tua dari Asiang. “Rata-rata yang lama sudah tidak ada lagi,” ujar Vincencius.
Begitupun dulu ada nama lama seperti Suka Hati di Jalan Tanjungpura yang menyediakan roti kaya dan pisang kaya. Kemudian ada Warkop Senang Hati di kawasan Parit Besar.
Seorang pengunjung tetap Warkop Asiang, Muhammad Ilham, mengaku rajin mengunjungi sejak 2010. “Pertama, saya memang suka kopi. Kedua, karena memang kopi di sini enak, lebih enak dari tempat lain,” ujarnya setelah menyeruput kopi di warkop Asiang, Jumat (13/1).
Citarasa kopi memang jadi alasan Ilham rutin nongkrong di Asiang. “Dahulu yang ngopi di sini cuma bapak-bapak, anak mudanya belum ada,” kisah dia, yang setidaknya tiga kali sepekan ngopi di situ.
Selain urusan selera, ngopi juga jadi urusan sosial. Warkop Asiang adalah tempat Ilham bertemu dengan rekan-rekannya. Baginya, ngopi dan ngobrol adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Itu pula yang membuat warkop Asiang jadi begitu terkenal.
“Kalau datang ke sini tetap pasti ada teman yang dikenali dan bisa ikutan gabung,” terang dia.