Asal Sungai Kakap, Merantau sejak 1997, Kerap Bagi-bagi Sisa Dagangan

A ie Suan, Penjual Kue dengan Dandanan Heboh di Kantin ITC Mangga Dua Jakarta

CANTIK KAN? A ie Suan, di kantinnya, ITC Mangga Dua Jakarta. Jawa Pos Photo

Berdagang kue sembari berdandan ala orang hendak hajatan semacam ‘pelampiasan’ cita-cita lama A ie Suan menjadi pekerja salon atau kecantikan. Dalam sebulan, dia punya 30 gaya dandanan. Yang pasti, bulu mata palsu harus ngejreng dan busana mesti senada warna tata rias.

GLANDY BURNAMA, Jakarta

eQuator.co.id – PEREMPUAN itu cekatan sekali melayani pembeli. Berjalan ke sana kemari. Bergantian antara menyendok es campur dan membungkus kue.

Dandanannya yang seperti orang hendak pergi kondangan sama sekali tak menghambat. ’’Silakan kuenya,’’ ujar A ie (dibaca: ik, artinya lebih kurang bibi di kalangan warga Tionghoa) Suan, perempuan tersebut, kepada Jawa Pos. Lengkap dengan senyum dari bibir berlipstik merah dan kedipan berkali-kali dari matanya yang dipasangi bulu mata palsu.

Pada Kamis sore itu, awal Maret lalu, telah sekitar lima jam dia berada di kantinnya di ITC Mangga Dua, Jakarta. Tapi, dandanan dan sanggul berornamen miliknya tetap rapi jali. Tidak luntur lantaran keringat akibat melayani pembeli.

“Saya kan juga dibantu sama pegawai saya,’’ ujarnya sambil menunjuk sekitar delapan pegawai yang mulai membereskan barang dagangan. ’’Kulit wajah saya juga bertipe kering sehingga tak mudah berminyak atau berlepotan keringat”.

Segala kehebohan berdandan itulah yang justru melejitkan nama Suan dan kantin miliknya. Sebab, memang tidak biasanya ada pemandangan demikian di sebuah toko kue. Sesekali, pada hari-hari tertentu mungkin iya. Tapi, Suan melakukannya tiap hari.

Jadilah dia ramai diperbincangkan, terutama setelah ada yang mengunggahnya di media sosial. Buntutnya, berduyun-duyunlah orang ke sana. Selain untuk mencicipi kue dan makanan yang dijual, mereka ingin berswafoto dengan si penjual kue.

Lalu, kok sempat dia berdandan seheboh itu? Padahal, tiap hari perempuan bernama asli Kam Ye Kam tersebut harus menyiapkan dagangan yang tak sedikit.

Kuncinya, katanya, ada pada kedisiplinan. Setiap hari, perempuan kelahiran Sungai Kakap, Pontianak (tapi tanggal dan tahunnya dia rahasiakan), itu bangun pukul 4 subuh. Setelah mandi, dia langsung membuat kue dan makanan yang akan dijual dengan dibantu beberapa asisten. Semua diolah di rumahnya.

Kue dan makanan yang dijual harus selesai pukul 09.00. Setelah itu, sang suami, Lo Lai Heng, dan para pegawai akan mengantarkan dagangan ke ITC Mangga Dua.

Kantin buka mulai pukul 10.00. Berbarengan dengan dibukanya pusat perbelanjaan itu. Namun, pada jam segitu, Suan masih berada di rumah.

“Saya kan harus istirahat dulu. Soalnya capek harus masak kue subuh-subuh, hehehe,’’ katanya.

Pukul 10.00, barulah dia bersiap-siap ke kantin tempatnya bekerja. Dia mulai memulaskan kosmetik ke wajah bulat tembamnya.

Pertama, dia menggunakan foundation yang agak lebih cerah dibanding warna kulit aslinya ke wajah dan leher. Lantas, dia melapisinya dengan bedak.

Pipinya dibuat bersemu dengan blush-on warna pink. Bibirnya yang tipis semakin menarik dengan pulasan lipstik berwarna menyala. Entah merah, jingga, atau pink. Tak lupa, dia juga menggambar alis yang melengkung tinggi.

Berikutnya, dia mengenakan bulu mata palsu yang panjangnya bisa sampai 5 sentimeter. Warnanya juga harus mencolok. Bulu mata, menurut dia, adalah elemen penting dalam dandanannya.

Salah satu ciri khas Suan saat berdagang adalah berkedip berkali-kali sehingga bulu mata palsunya bergerak-gerak. “Biar lucu aja, hehehe,’’ ungkapnya.

Setelah wajah siap, barulah dia menata rambut. Rambutnya yang sepanjang punggung atas digulung. Kemudian, sebuah sanggul palsu yang cukup tinggi dia pasang menutupi rambut aslinya dengan menggunakan jepit rambut hitam.

Agar semakin manis, dia menambahkan aksesori berupa jepit ornamen. “Kalau bajunya polosan, saya pakai jepit bunga. Kalau bajunya ramai, saya pakai yang kayak mahkota,’’ jelasnya.

Busana pun demikian. Suan selalu memilih busana yang warnanya senada dengan warna tata riasnya. Atasan yang dia pilih selalu berwarna ngejreng atau memiliki aksen yang berkilau. Kadang dia memakai blus dan bawahan gelap. Pernah juga dia mengenakan terusan.

“Cantik, kan?’’ ujarnya, lantas tertawa lepas.

Setelah semua siap, barulah Ie Suan pergi ke kantinnya untuk berdagang. Dia stand by di sana mulai pukul 12.00 hingga tutup.

Keterampilan membuat dan menjual kue sudah dia pelajari sejak sebelum merantau ke Jakarta pada 1997. Keluarganya di Pontianak kebetulan adalah pedagang kue.

Di Jakarta, atas ajakan saudara, Suan awalnya bekerja sebagai pegawai toko baju di kawasan Pasar Pagi, Mangga Dua.

Setelah menikah, agar tetap punya aktivitas yang menghasilkan uang, dia pun lantas mencoba berdagang kue. Keterampilan yang dulu dia pelajari di kampung halaman.

“Awalnya ya dagang kue kecil-kecilan keliling kompleks rumah saya selama tiga tahun,’’ ungkap Suan yang setelah menikah tinggal di kawasan Gunung Sahari, Jakarta.

Dari hasil kerja keras selama menjadi pegawai toko baju dan berjualan kue, Suan punya cukup modal untuk mengembangkan bisnis kecilnya. Dia pun membeli sepetak kios di depan ITC Mangga Dua sekitar 2010. Beberapa tahun kemudian, dia baru bisa membeli kios di bagian dalam ITC Mangga Dua. Sampai sekarang, dia masih berjualan di kios yang terletak di antara toko-toko pakaian tersebut.

Awalnya, dia berdagang kue tanpa mengenakan dandanan apa pun. Namun, dua tahun lalu, entah kenapa dia ingin berdandan.

Tahap awal, dia mencoba bagian alis yang digambar melengkung tinggi. “Lagi pengin nyoba dandanan unik aja,’’ katanya lantas tersipu dan tertawa pelan.

Rupanya, dandanan alis lengkung itu mengundang decak kagum dan pujian. “Saya tanya suami saya, boleh nggak pakai alis begini? Dia bilang boleh aja asal saya berani,’’ ungkapnya, lalu kembali terkekeh.

Hari pertama dia menjajal berdandan, begitu sampai di kantin, para pegawai dan pengunjung pun pangling. Puas dengan alis tinggi nan menjulang bak gunung, Suan mulai mencoba lebih total dalam berdandan.

Dalam sebulan, dia mengaku punya 30 gaya dandanan. Mulai wajah, hiasan rambut, aksesori, dan busana. Dari mana inspirasi gayanya ya? “Dari sini,’’ katanya sambil menunjuk bagian kiri keningnya.

Ya, dia sama sekali tidak meniru gaya siapa pun atau menonton tutorial makeup di YouTube. Konsep riasan, busana, aksesori, dan tata rambut semua dia rencanakan dan atur sendiri. Juga, dia lakukan sendiri.

Sebenarnya, kegemaran dan keterampilan berdandan Suan berkaitan dengan masa lalunya. Menjadi pedagang kue bukanlah cita-cita awalnya.

Suan sejatinya ingin menjadi pekerja salon atau kecantikan. Sayang, dia tak punya biaya untuk bisa mengikuti kursus. Jadilah, minatnya pada dunia kecantikan akhirnya disalurkan dengan mendandani diri sendiri.

Yang jelas, dampaknya terhadap kantin sangat terasa. Pengunjung lebih ramai. Baik yang pelanggan setia, yang tahu dari media sosial, maupun yang tengah melintas dan mungkin penasaran, “Ini siapa ya, orang mau hajatan kok kesasar jual kue, hehehe’’.

Suan tidak menyangka dirinya bisa terkenal sekarang. ’’Saya dandan bukan buat terkenal kok. Cuma buat kesenangan aja karena saya suka tampil mencolok,’’ ujarnya.

Yang mau sekadar mengajak berfoto pun dia layani dengan ramah. Meski tak membeli kue. ’’Boleh-boleh aja dong, masak mau foto nggak boleh, hehehe,’’ katanya.

Walaupun demikian, Suan sadar, tak semua orang menyambut baik gaya berdandannya. Ada yang berbisik sambil melirik sinis. Ada yang diam-diam menertawakan dengan sikap mengejek.

“Biarin aja orang mau bilang apa. Yang penting saya kerja yang bener aja,’’ tegasnya.

Kini, walaupun sudah terkenal, Suan lebih memilih untuk tetap berjualan kue. Dia mensyukurinya karena pilihan pekerjaan itu sudah cukup buat menghidupi keluarganya. Meski, dia menolak menyebutkan omzet per hari.

Bentuk syukur tersebut juga diperlihatkannya pada sore itu. Sisa dagangan yang masih cukup banyak dia bagikan kepada orang-orang sekitar.

“Lumayan, bagi-bagi rezeki,’’ ujarnya. (Jawa Pos/JPG)