eQuator.co.id – JAKARTA – PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) segera punya pemilik baru. Dia adalah Arifin Panigoro yang baru saja membeli 76 persen saham perusahaan tambang itu. Untuk menjadi pemegang saham mayoritas, pengusaha nasional itu mengeluarkan uang sebanyak USD 2,2 miliar atau setara Rp 29,9 triliun (kurs Rp 13.600).
Kepastian itu disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli setelah bertemu Arifin Panigoro di kantornya. Menurut Rizal, langkah itu penting karena membuktikan kekuatan nasional mampu membeli dan mengelola tambang besar. “Selama ini, didengungkan seolah-olah kita tidak mampu,” ujarnya.
Itulah kenapa, Rizal tanpa berpikir panjang langsung memberikan dukungan terhadap Arifin. Malah, dia meminta agar pendiri Medco Energy itu tidak mengecewakannya dalam memberi bukti kemampuan mengolah tambang. “Ini inisiatif yang bagus. Kita harus buktikan, kita ini bangsa pemenang. Bukan bangsa yang kalah melulu,” jelasnya.
Dia berharap Arifin nantinya ikut berperan aktif dalam membangun NTB. Seperti soal kelistrikan yang bisa dimanfaatkan juga oleh warga sekitar tambang. Jadi, listrik yang ditujukan railway pengangkutan hasil tambang juga memberi manfaat bagi masyarakat. Selain itu, dia juga meminta agar Newmont adil terhadap masyarakat sekitar.
Maksudnya, Corporate Social Responsibility (CSR) Newmont nantinya dibuatkan aturan main yang lebih jelas. Tidak boleh ada kesenjangan antara wilayah tambang dengan luar tambang. “Umumnya, di luar tambang kemiskinannya luar biasa. Saya minta Pak Arifin mengembangkan wilayah di sekitarnya juga,” tuturnya.
Pengembangan yang diharapkan tidak luput dari mata Arifin adalah soal wisata. Seperti Labuhan Bajo dan Flores yang butuh sentuhan supaya lebih menjual. Apalagi, pihaknya juga sedang merancang beberapa destinasi wisata batu. Selain itu, dia juga mengingatkan soal kewajiban membangun smelter.
Seperti diektahui, PP 77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara mewajibkan membangun smelter. Ditjen Minerba Kementerian ESDM sempat melarang PT NNT untuk ekspor karena belum membangun smelter. Namun, pada 18 November lalu, izin sudah keluar karena PT NNT bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia untuk membangun smelter.
“Kami akan membangun smelter dengan kapastitas 500 ribu ton,” tegas Arifin menyambut permintaan itu. Dia memastikan komitmen PT NNT membangun smelter karena sedang mempersiapkan berproduksinya tambang lain di samping Batu Hijau. Untuk saat ini, dia menyebut produksi utama PT NNT adalah 400 ribu ton tembaga. Sedangkan untuk produksi emas, Arifin menyebut tidak terlalu banyak.
PT NNT disebutnya tidak boleh buang waktu lagi karena tambang Batu Hijau sudah melewati puncak produksi. Bahkan, potensi yang ada hanya tersisa sekitar lima atau enam tahun lagi. Nah, tambang baru yang akan dieksplorasi itu menjadi andalan baru PT NNT untuk bekerja.
Dana yang disiapkan untuk merealisasiakn smelter itu disebutnya sekitar USD 500 juta sampai USD 600 juta atau sekitar Rp 8.1 triliun. Untuk lokasi pembangunan smelter, dia menyiapkan dua tempat yang siap dibangun. Yakni, di Banten, Jawa Barat atau di NTB.
Kalau jadi membangun sendiri, berarti PT NNT perlu mengakhiri kerja sama dengan Freeport. Sebab, saat ini keduanya sudah sepakat untuk patungan membangun smelter. Arifin sendiri tidak mengambil pusing kerja sama itu karena bisa saja dibatalkan. “Nggak apa. Bikin sendiri-sendiri juga baik,” ungkapnya.
Sedangkan terkait proses akuisisi, Arifin memang tidak menjelaskan dengan detil bagaimana proses pembelian bisa terjadi. Yang pasti, proses sudah dilakukan sejak jauh hari. Kemarin, dia sengaja datang ke Kemenko bidang Maritim dan Sumber Daya membawahi pertambangan.
Pelaporan dia lakukan karena proses tanda tangan soal akuisisi saham disebutnya sudah dilakukan. “Kami sudah tanda tangan. Buru-buru saya laporkan karena kami butuh sebelum akhir tahun,” ujarnya.
Dia juga tidak menjelaskan rinci, sisa 24 persen saham itu menjadi milik siapa. Seperti diketahui, PT NNT merupakan perusahaan patungan yang sahamnya dimiliki oleh Nusa Tenggara Partnership B.V, PT Multi Daerah Bersaing, PT Pukuafu Indah dan PT Indonesia Masbaga Investama. Sebagai operator di Batu Hijau, dipercayakan pada Newmont dan Sumitomo.
Soal smelter, Newmont memang harus serius kalau ekspornya tidak mau bermasalah lagi. Apalagi, saat kerja sama dengan Freeport, perusahaan itu hanya keluar uang sedikit. Rencananya, smelter yang dibangun nanti memakan biaya USD 2,3 miliar atau sekitar Rp 31,2 triliun.
Namun, PT NNT hanya “mampu” menyumbang USD 3 juta atau Rp 40,8 miliar. Jadi, terkesan Freeport membangun sendiri. Namun, dia enggan berkomentar lebih jauh soal kemampuan fiansial Newmot itu. Jubir Freeport Riza Pratama meminta untuk menanyakan langsung kepada PT NNT. “Betul. Tapi, kita tetap akan membangun,” terangnya beberapa waktu lalu.
Terpisah, Jubir PT NNT Rubi Purnomo tidak bersedia mengomentari akuisisi itu. Telepon maupun SMS yang dilayangkan Jawa Pos soal pembelian oleh Arifin Panigoro tersebut tidak diangkat atau dibalas. Namun, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Mohammad Hidayat menyebut proses belum melewati pihaknya.
Dia mengatakan, belum ada laporan ke Ditjen Minerba atas langkah yang dilakukan Arifin terhadap Newmont. Dia juga tidak tahu kalau PT NNT berniat untuk menjual saham sampai 76 persen. Menurutnya, ada baiknya Arifin menjalin komonikasi dengan Ditjen Minerba atas pembelian saham itu.
“Skemanya lewat Kemenenterian ESDM, khususnya Ditjen Minerba,” jelasnya. Dia juga tidak tahu kenapa PT NNT tiba-tiba melepas sahamnya. Meski demikian, dia mengapresiasi langkah Arifin Panigoro karena itu bisa menjadi bagian dari menasionalisasi saham Newmont.
Terjualnya saham Newmont, berarti berakhir pula divestasi saham sebesar 7 persen. Dirjen Minerba Bambang Gatot Ariyono beberapa waktu lalu mengatakan kalau divestasi Newmont sangat lama tidak laku. Padahal, sudah beberapa kali ditawarkan tetapi tidak ada yang mau. (dim/JawaPos)