eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Fenomena alam titik kulminasi matahari terjadi dua tahun sekali, tepatnya 21-23 Maret dan 21-23 September. Saat itu matahari tepat berada di garis khatulistiwa. Posisi matahari akan tepat berada di atas kepala, sehingga menghilangkan semua bayangan benda-benda di permukaan bumi.
Selama fenomena alam itu, Pemerintah Kota Pontianak selalu menggelar event Pesona Kulminasi Matahari di kawasan Tugu Khatulistiwa. Bahkan Maret tahun ini, Pesona Kulminasi Matahari berbeda dari sebelum-sebelumnya. Berbagai kegiatan yang dihelat menambah semaraknya suasana.
Pesona Kulminasi Matahari ini menjadi daya tarik pengunjung. Antusias warga tidak hanya dari Kota Pontianak dan Kalbar, Pesona Kulminasi Matahari menjadi daya tarik wisatawan mancanegara (Wisman). Seperti turis Malaysia, Jerman, Jepang, Amerika dan Rusia.
Pantauan Rakyat Kalbar pada hari akhir Pesona Kulminasi Matahari di kawasan Tugu Khatulistiwa ramai dikunjungi warga, Jumat (23/3) sekitar pukul 13:12 WIB. Beberapa orang menyempatkan diri berfoto dengan latar payung yang disusun berderet di bagian atas dengan di ikat kawat. Bahkan ada juga yang berjalan mengitari lokasi sambil berbelanja berbagai macam makanan dan minuman yang ada di kawasan tersebut.
Tapi sayang, planterium mini yang didatangkan dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan (LAPAN) Bandung sudah tidak ada lagi. Planetarium mini itu baru saja dikemas untuk dibawa kembali ke Bandung. Padahal selama event, planetarium mini ini merupakan salah satu daya tarik pengunjung.
Kasi Pengembang Destinasi Wisata Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Pontianak, Zulkifli menyebutkan, Pesona Kulminasi Matahari semakin ramai dikunjungi para wisatawan dari luar negeri. Misalnya dari Malaysia, ada sekitar 70 orang yang berkunjung untuk melihat fenomena dua kali dalam satu tahun itu.
“Saya lihat walaupun di bulan Maret yang berbeda dengan bulan September yang dikemas lebih besar. Untuk bulan ini saya kira luar biasa dibanding dengan yang sebelum-sebelumnya. Ada peningkatan dalam hal pengunjung dan antusias warga,” ucapnya saat ditemui di lokasi Pesona Titik Kulminasi Matahari kawasan Tugu Khatulistiwa, Jumat (23/3).
Zulkifli mengaku sempat berbincang-bincang dengan beberapa Wisman. Reaksi turis asing tersebut bermacam-macam. Kebanyakan dari mereka mengaku ini merupakan pengalaman menakjubkan. Para Wisman juga senang melihat hiburan yang disajikan.
Antusias yang sangat luar biasa dari pengunjung ini kata dia, lantaran pihaknya jauh-jauh hari sudah mempromosikan agenda Pesona Kulminasi Matahari. Pihaknya juga melibatkan Badan Promosi Pariwisata Kota Pontianak dan anak muda.
“Kedepan Pesona Kulminasi Matahari di bulan September akan ada lomba yang bersifat ilmiah. Jadi tidak sekadar hiburan, tapi ada lomba,” ungkapnya.
Zulkifli menjabarkan serangkaian kegiatan yang disuguhi pada Pesona Kulminasi Matahari, 21 -23 Maret. Hari pertama dilakukan pembukaan oleh Pjs. Wali Kota Pontianak, yang dilanjutkan dengan pertunjukan kesenian seperti tarian sambil menunggu detik-detik kulminasi matahari pada pukul 11.50 WIB. Kemudian dilakukan peluncuran pesawat tanpa awak bertenaga surya dari anak muda Pontianak. “Mereka bukan merakit, tapi menciptakan sendiri pesawat tersebut,” kata Zulkifli.
Masih di hari pertama, acara dilanjutkan dengan pertunjukan robot kuntilanak, serta penampilan reog dan kuda lumping. Pertunjukan ini merupakan yang pertama di acara Pesona Kulminasi Matahari. Ada juga pertunjukan barongsai dan penampilan band dari anak SMA.
Namun dari beberapa penyajian diakui Zulkifli, planetarium mini lah yang banyak jadi daya tarik.
“Namun yang menjadi daya tarik masyarakat adalah dengan dihadirkannya Planetarium mini yang di hadirkan di hari pertama yang dibuka pada pukul 10.00-17:00 WIB. Serta ada teleskop dan roket air sebagai sarana edukasi untuk masyarakat dari Lapan,” jelasnya.
Keesokan harinya ada pertunjukan tari dan modern dance dari anak muda. Untuk Pesona Kulminasi Matahari kali ini kata dia, baru pertama melibatkan anak-anak muda dengan gayanya masing-masing. Sedangkan pada hari terakhirnya, yaitu tanggal 23 Maret, detik-detik kulminasi matahari jatuh pada pukul 11.49 WIB. Namun berhubung dengan tepatnya Salat Jumat, kebanyakan hanya perempuan yang menyaksikan fenomena langkah tersebut.
Pada hari terakhir itu juga di isi dengan kegiatan lomba memasak dari Pontianak Culinary Profesional Indonesia (PCPI). Yaitu kreasi umbi-umbian non kentang Kegiatan selanjutnya ada wisata olahraga dan pertunjukan band dari anak SMA.
Kepala LAPAN Pontianak, Muzirwan mengatakan, pihaknya turut senang melihat antusias dengan didatangkannya planetarium mini.
“Pengunjung yang hadir membludak, pertama sekitar 700-an orang, dihari ini (Jumat, 23/3) kami buka dari jam 10.30-14.00 WIB saja karena mau dibawa pulang ke Bandung sudah 350 orang. Jadi dari hari pertama, kedua dan ketiga. Kira lebih 2000-an,” ucapnya.
Di dalam planetarium mini berukuran setengah lingkaran yang terbuat seperti dari bahan kain berwarna hitam itu pengunjung bisa melihat antariksa. Diantaranya melihat planet-planet dan pergerakan bintang-bintang. “Ini sebenarnya edukasi untuk masyarakat bahwa itulah keindahan alam,” sebut Muzirwan.
Terkait wacana Pemkot Pontianak untuk membangun planetarium mini, Muzirwan menyambut baik. LAPAN kata dia, siap membantu dan mendukung. Planetarium mini itu nanti akan dibuat secara permanen.
Sementara itu, Ketua PCPI Azis Susya Laksana mengatakan, lomba memasak kreasi umbi-umbian yang diselenggarakan pihaknya diikuti 23 peserta. Sebagian besar para ibu-ibu yang merupakan masyarakat umum.
“Kreasi dari bahan umbi-umbian non kentang karena biar mengangkat umbi-umbian yang ada di Pontianak, terutama yang tidak ada di tempat lain seperti ubi keribang,” lugasnya.
Dalam lomba memasak itu, peserta akan dinilai dalam beberapa sesi. Kegiatan dalam rangka memeriahkan Pesona Kulminasi Matahari.
Fitri, salah seorang pengunjung dari Wajok Kabupaten Mempawah merespon positif serangkaian kegiatan yang disuguhkan di Pesona Kulminasi Matahari. Terlebih kali ini ada edukasi dengan didatangkannya planetarium mini dan pesawat tanpa awak. “Ini menariknya dua tahun sekali di Indonesia dan ada di Kota Pontianak. Semoga masyarakat luar banyak tahu dengan kegiatan dan Pesona Kulminasi Matahari ini,” harapnya.
Sedangkan Pedro Brinca, salah seorang turis asal Potugal yang sudah dua kali liburan ke Indonesia ini mengaku sengaja datang ke Kota Pontianak hanya untuk menyaksikan fenomena kulminasi matahari. Ia mengaku sangat tertarik dan menyukai hal-hal baru, terutama di bidang ilmu pengetahuan. “Saya sangat senang mengikuti acara ini. Menyaksikan sains yaitu kulminasi matahari yang biasanya saya lihat di televisi sekarang saya bisa menyaksikanya secara nyata, langsung,” katanya saat diwawancara dalam bahasa Inggris.
Pedro yang juga merupakan seorang jurnalis televisi di negara asalnya ini menceritakan ia telah mencicipi banyak kuliner khas Kota Pontianak dan Kalbar. “Makanan di sini saya sudah cobain, Kopi Aming, Kepiting bakar, Asam pedas, Permen aloevera dan Rujak Singkawang,” tuturnya.
Selain itu, Pedro mengaku sangat menyukai budaya dan orang-orang Indonesia, sehingga ia betah.
“Saya di sini senang orang-orangnya ramah, dan di sini budayanya sangat berbeda dengan negara saya. Sehingga ini juga yang menjadi daya tarik untuk saya kembali ke sini sampai ke dua kalinya,” tutup Pedro.
Setali tiga uang, Tajyana turis dari Rusia bersama rekannya Wolfgang berkebangsaan Jerman juga mengaku sangat senang dengan budaya dan orang-orang di Indonesia. Keduanya ingin menyaksikan lebih banyak lagi acara unik di nusantara ini.
“Saya sangat tertarik, luar biasa very kind people. Dan saya suka melihat para gadis menari tadi, dan musiknya memanggil saya untuk bersemangat,” ungkapnya.
“Saya ke sini juga untuk melihat kulminasi matahari dimana tidak ada bayanganya. Saya juga mau ke sini lagi untuk melihat event lainnya,” timpal Tajyana.
Luruskan Misteri Telur Berdiri
Di lokasi terpisah, momen kulminasi matahari ini dimanfaatkan juga oleh Kreasi Sungai Putat (KSP) untuk menggelar Festival Paret ke 3 di Jalan Dharma Putra, Kelurahan Siantan Hilir, Pontianak Utara, Jumat (23/3). Kegiatan juga dirangkai dengan ritual kulminasi matahari dan pentas seni. Dalam rangkaian ritual kulminasi matahari, KSP mendirikan telur yang diletakkan di atas batang cerucuk.
Ketua KSP, Syamhudi menuturkan, bahwa pihaknya ingin meluruskan misteri telur berdiri. Sebab menurutnya, kapan saja di sepanjang tahunnya telur bisa berdiri. Tidak hanya pada acara titik kulminasi.
“Telur itu bisa kapan saja berdiri selama masih di lintasan garis Khatulistiwa, kalau hal yang utama saat peristiwa titik kulminasi adalah peristiwa tanpa bayangan semata,” ucap Syamhudi saat ditemui di lokasi acara.
Laporan: Maulidi Murni, Suci Nurdini Setiowati
Editor: Arman Hairiaidi