Anak Difabel Tewas Dianiaya di PLAT

Salahi Prosedur Dibayar Nyawa

Difabel Ilustrasi

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Berita duka menimpa Pusat Layanan Anak Terpadu (PLAT) Kota Pontianak. Akibat tewasnya VMR, 16 tahun, penyandang disabilitas, pada Sabtu (27/7) pagi. Yang diduga akibat penganiayaan.

Tragedi itu sangat mengejutkan. Dugaan adanya kesalahan prosedural dalam penempatan korban pun mencuat. Informasi yang dihimpun, mengindikasikan dugaan kalau VMR ditempatkan Dinas Sosial sebagai penghuni PLAT tanpa surat resmi dari institusi kepolisian, tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan korban.

Korban adalah gelandangan dan pengemis (gepeng) yang terjaring razia petugas Satpol PP. VMR sudah beberapa hari berada di PLAT. Penganiayanya diduga dilakukan dua pelaku. Yakni RD, 16 dan WR, 16. Yang tak lain binaan PLAT Kota Pontianak.

VMR dinyatakan tewas, setelah sebelumnya sempat mendapatkan perawatan medis. Di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie.

Kapolsek Pontianak Kota, Kompol Sugiyono, menjelaskan bahwa korban penghuni PLAT Kota Pontianak yang baru tinggal selama kurang lebih lima hari. Korban gelandangan dan pengemis (gepeng) yang terjaring razia Satpol PP. Yang kemudian diserahkan kepada Dinas Sosial Kota Pontianak. Dan, akhirnya dimasukkan ke PLAT.

Sebelum meregang nyawa, Sugiyono mengatakan korban SMV mengalami penganiayaan sebanyak dua kali di waktu yang berbeda. Ia juga mengungkapkan kronologis kejadian. Pertama dilakukan oleh kedua pelaku pada Jumat (26/7) sekitar pukul13.00.

Namun perkelahian itu diketahui petugas yang sedang berjaga di PLAT dan berhasil dilerai. Akan tetapi, penganiayaan tak berhenti sampai disitu. Terjadi lagi sekitar pukul 16.00 ketika petugas lengah.

“Berbeda dengan yang pertama, untuk kejadian yang kedua pelaku RD melakukan penganiayaan sendiri dengan cara menarik korban ke belakang agar tidak terpantau oleh petugas,” ungkap Kapolsek.

Menurut Sugiyono, penganiayaan lanjutan baru diketahui oleh petugas PLAT sekitar pukul 17.30 ketika melihat kondisi korban terbaring tak berdaya, lalu melaporkan hal itu ke Mapolsek Pontianak Kota. Langkah awal yang dilakukan pihaknya adalah langsung mengamankan penghuni PLAT lainnya untuk dilakukan pemeriksaan.

“Jadi penghuni PLAT itu ada enam anak termasuk si korban, terdiri dari lima pria dan satu wanita. Semua sudah kita ambil keterangan, dan dari hasil keterangan kelima anak lainnya kita mendapatkan fakta bahwa ada dua pelaku dalam peristiwa penganiayaan tersebut. Yaitu RD dan WR,” paparnya.

Berdasarkan keterangan yang didapat petugas dari pelaku RD, korban awalnya disuruh untuk mengurut dirinya. Namun karena korban memiliki cacat fisik, korban menolak permintaan RD. Penolakan memicu kemarahan RD dan langsung menganiaya VMR, dibantu WR.

“Dari keterangan yang kita dapat dari petugas PLAT bahwa sesudah penganiayaan pertama, korban kondisinya masih baik-baik saja. Namun yang parah itu mungkin penganiayaan kedua, saat petugas lengah yang mengakibatkan korban harus dibawa kerumah sakit kota sekitar pukul 19.00,” ujar Sugiyono. Setelah korban dipastikan meninggal, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Polsek Pontianak Timur untuk melapor ke orangtua korban yang tinggal di kawasan Jalan Ya’ M Sabran.

Polisi masih mendalami kasus ini, mengingat belum menemukan bukti kuat. Karena di TKP tidak memiliki CCTV. Petugas masih akan menggali info dan bukti lain untuk nantinya disinkronkan dengan keterangan yang didapat dari saksi-saksi.

“Untuk langkah kedepan, sesuai petunjuk Kapolresta, kedua pelaku saat ini telah kita amankan di sini (Polsek Pontianak Kota). Selain itu kita juga diminta untuk menangani kasus ini secara prosedural, melengkapi administasi penyelidikan, baru dilimpahkan kepada unit PPA Polresta Pontianak,” ujarnya.

Sugiyono sudah memeriksa tiga saksi dalam kasus ini. Sebagai informasi, kedua pelaku berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) setelah sebelumnya ditahan lantaran melakukan tindak pidana kriminal. RD ditahan kasus tindak pidana pencurian seekor kucing, sementara WR tindak pidana pencurian dengan pemberatan (curat).

Keduanya tahanan Polsek Pontianak Kota yang merupakan anak bawah umur. Sebagai wujud pembinaan, keduanya dititipkan di PLAT Kota Pontianak di Jalan Ampera, Pontianak Kota.

Fungsi PLAT Berubah?

Tewasnya anak di PLAT itu terindikasi akibat adanya kelalaian. Direktur Yayasan Dian Nusantara (YNDN) Devi Tiomana mendesak Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono bertindak tegas terhadap Kepala Dinas Sosial Kota Pontianak.

Menurutnya, penyandang disabilitas yang tewas di rumah aman PLAT milik Dinsos akibat dianiaya oleh sejumlah ABH disana, adalah akibat kelalaian. “Di situ ada kesalahan prosedur juga. Bahwa korban bukan Anak Berhadapan Hukum (ABH). Lalu, kenapa dipaksa masuk ke layanan itu (PLAT),” ujarnya kepada Rakyat Kalbar, Sabtu (27/7) melalui telepon.

Devi pun menegaskan, apapun maslah yang sudah dilakukan korban sebelumnya, tidak ada alasan yang membenarkan anak itu, boleh ditaruh di PLAT bersama anak-anak ABH lainnya. “Korban ini disabilitas. Pihak dinas lalai. Kelalaian ini mengakibatkan korban meninggal. Harusnya Kadinsosnya dipidana. Kita bicara soal anak. Anak di bawah pengawasan, kok bisa terjadi seperti itu,” kesalnya.

Ia mengkritisi konsep rumah aman. Yang disebutnya ternyata hanya sebatas sebutan. Predikat kota layak anak pun perlu ditinjau kembali.

“Keluarga korban, harus melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. Sebagai sebuah kelalaian dari pihak Dinas Sosial Kota Pontianak. Kita siap bela. Kita siap dukung keluarga korban ini,” ujarnya.

Menyikapi kasus itu,Wali Kota, menurut Devi, tak hanya perlu mencopot seluruh petugas yang berjaga di dalam PLAT itu. Dan pimpinannya serta instansinya.

“Pak Wali Kota harus berani melaporkan kelalaian itu ke aparat penegak hukum. Ini pidana,” sambungnya.

Menurut dia, sebelum meninggal, korban sudah dua kali dimasukkan ke PLAT. Alasan pertama, korban katanya kedapatan mengemis.

“Saya sempat menangani korban ini. Terakhir itu, saya kesana bertemu dengan Kabidnya. Saya tanya kenapa Ramadan ada disini (PLAT). Dia kan disabilitas. Sementara yang ada di PLAT adalah ABH semua,” cerita Devi.

Ia lantas meminta kepada Dinas Sosial agar korban dikembalikan kepada keluarganya. Permintaan tersebut dikabulkan. “Dan betul saat itu sudah dikembalikan. Namun, tak tahunya anak ini masuk lagi di PLAT. Ini menjadi pertanyaan besar. Sehingga menjadi korban kekerasan,” katanya.

Devi meminta Pemerintah Kota Pontianak melakukan pembenahan total terkait fasilitas rumah aman untuk anak. Menurutnya, di PLAT tidak ada layan rehabilitasi. Yang ada hanya layanan alternatif penahanan.

“Dan itu yang tidak boleh. Karena fungsi alternatif penahanan itu adalah fungsinya Kumham. Rutan itu dibawah Kumham,” jelasnya.

Sementara, Dinas Sosial itu fungsinya sesuai Undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang sejahteraan sosial adalah rehabilitasi sosial. “Itu yang harus dipahami. Dari dulu, dinas sosial itu tidak ngerti. Kenapa semua dikumpulin di situ (PLAT). Digabung lagi semua dengan ABH,” pungkasnya.

 

Laporan: Andi Ridwansyah dan Abdul Halikurrahman

Editor: Mohamad iQbaL