Alur Baru Pengawasan Umrah via SiPatuh

Ilustrasi NET

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Kemenag terus menyempurnakan aplikasi sistem pengawasan terpadu umrah dan haji khusus (SiPatuh). Melalui aplikasi ini, nantinya berlaku alur baru dalam pendaftaran umrah. Transaksi calon jamaah tidak lagi ke travel, melainkan melalui bank dan terpantau oleh Kemenag.

Kasubdit Pemantauan dan Pengawasan Umrah Kemenag Noer Alya Fitra menjelaskan alur pendaftaran umrah ketika nanti aplikasi SiPatuh resmi dikeluarkan. ’’Mugo-mugo (semoga, Red) April sudah bisa di-launching,’’ kata pejabat asal Jember, Jawa Timur itu kemarin (25/1).

Proses dimulai dari calon jamaah mendaftar ke penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Kemudian, calon jamaah menyetorkan biaya umrah ke bank yang sudah terkoneksi dengan sistem SiPatuh. Pihak bank bisa melihat dengan detail harga paket umrah dari setiap PPIU yang berizin resmi dari Kemenag.

Setelah membayar, proses pembuatan visa mulai berjalan. Provider visa umrah memasukkan nomor visa. Perusahaan asuransi juga memasukkan nomor polis masing-masing jamaah. PPIU kemudian memasukkan informasi konfirmasi keberangkatan dan kepulangan jamaah mereka.

’’Semua sistem tersebut nanti terintegrasi di SiPatuh. Sekarang sedang dibangun,’’ jelasnya. Kemenag butuh waktu karena membangun aplikasi SiPatuh itu melibatkan lintas instansi. Mulai dari sistem di Kemenag, perbankan, PPIU, perusahaan asuransi, dan provider visa umrah.

Dengan demikian Kemenag bisa memantau seluruh proses kegiatan umrah mulai pendaftaran hingga kepulangan. Selain itu, jamaah umrah juga bisa mengetahui proses persiapan keberangkatan. Di antaranya adalah proses penerbitan visa dan pembelian tiket pesawat serta akomodasi lainnya selama berada di Saudi.

Sementara itu, Menag Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia telah melayangkan permohonan pada Pemerintah Arab Saudi untuk menunda kebijakan penggunaan rekam data biometrik sebagai salah satu syarat terbitnya visa.

Selama ini, rekam biometrik dilakukan oleh calon jamaah haji maupun umroh (CJH dan CJU) di masing-masing bandara embarkasi. Kadang di bandara debarkasi. Namun, dengan kebijakan terbaru ini, perekaman biometrik nantinya hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu.

Pusat perekaman biometrik ini pun, kata Menag belum tentu tersedia di setiap ibu kota provinsi. Sehingga CJH dan  CJU harus bolak-balik ke lokasi perekaman. “Dalam konteks wilayah yang luas dan negara kepulauan seperti indonesia ini sangat menyulitkan,” katanya.

Menag menambahkan, bahwa Indonesia merupakan negara pertama uji coba kebijakan rekam biometrik ini. Pemerintah Saudi Arabia beralasan rekam biometrik untuk meningkatkan faktor keamanan. “Untuk itu kami memohon agar pemerintah Saudi Arabia memahami,” kata Lukman. (Jawa Pos/JPG)