eQuator.co.id – SAMBAS-RK. Sekitar 100 orang demonstran yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Galing, kembali melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Bawaslu Sambas, Selasa (14/5). Kedatangan mereka merupakan lanjutan dari aksi yang dilakukan sebelumnya pada Jumat (10/5) kemarin.
Koordinator lapangan (korlap) aksi, Joko Satriadi menyampaikan, tuntutan para demonstran diantaranya yakni meminta Bawaslu Sambas untuk membuka kotak suara TPS Nomor 5, Desa Sekura, Kecamatan Teluk Keramat, guna melakukan pembuktian. Selain itu melalui orasinya, Joko juga mencurigai adanya praktik curang yang mungkin melibatkan Bawaslu atau Panwascam.
“Dengan kondisi begini, kami curiga jika ada oknum di Bawaslu yang melakukan transaksi jual beli suara, sehingga merugikan caleg lainnya,” katanya. Selasa (14/5).
Di tempat yang sama, Mardani, calon legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Sambas Dapil 5 dari Partai PDIP yang merasa dirugikan dalam situasi tersebut menyayangkan pihak Bawaslu yang tidak menanggapi laporannya, sehingga berdampak kemungkinan besar dirinya akan gagal dalam pencalonan DPRD kali ini.
“Saya menggarisbawahi bahwa pada laporan kita tanggal 30 April adalah tentang dugaan adanya pengalihan dan penggelembungan suara,” katanya.
Namun dalam kurun waktu kurang lebih sepekan kata Mardani, pihaknya tidak dipanggil sama sekali, apalagi dimintai kerjasama agar laporan tersebut lengkap sesuai persyaratan oleh Bawaslu Sambas.
“Sebagai wasit tentu ya kita berharap responsif terhadap peserta pemilu, nah yang disesalkan mengapa pada tanggal 7 April dilayangkan surat pemberitahuan penghentian laporan, padahal sebelumnya kami tidak pernah dihubungi untuk berkoordinasi,” ungkapnya.
Kedatangannya kali ini juga karena pihaknya mencium indikasi adanya kecurangan yang terjadi secara sistematis.
“Sebab itulah kami datang kembali, karena adanya indikasi permainan yang dalam konteks bisa saja pelakunya baik itu caleg atau bahkan penyelenggara pemilu sehingga terjadi hal ini,” tuturnya.
Mardani dan rekan-rekannya mengklaim memiliki bukti yang bisa menunjukkan siapa saja oknum penyelenggara pemilu yang berperan dalam pengalihan suara tersebut.
“Panwascam Teluk Keramat dan PPK bahkan sebelumnya sudah mengatakan bahwa form C1 yang dibacakan berbeda dengan yang mereka miliki. Karena itu, kami heran mengapa hal itu dibiarkan dan tidak ditindak saat pleno di Kecamatan Teluk Keramat tersebut,” ujarnya.
Bukankah juga saksi dari caleg atas nama Sarah Febrina telah dipanggil oleh Panwascam Teluk Keramat dan menyatakan bahwa memang benar ada suara milik Sarah di TPS 05 Desa Sekura sebanyak 44 suara. Hal ini sangat disayangkan oleh Mardani.
“Kalau memang Panwas pada hari itu menggunakan wewenangnya dengan baik maka hal ini tidak terjadi, tegurlah mengapa bisa terjadi, lalu buka kotak suara untuk melakulan pengecekan,” pungkasnya.
Pada aksi tersebut, pihak aparat kepolisian terpaksa mengamankan Korlap Aksi Joko Satriadi yang tak mampu menahan emosi dan kemudian menggebrak meja milik Bawaslu hingga pecah.
Kasat Reskrim Polres Sambas, AKP Prayitno mengatakan, saat ini pelaku pengerusakan Barang Milik Negara (BMN) di Kantor Bawaslu Sambas sudah diamankan oleh polisi.
“Saat ini konteksnya masih diamankan karena perbuatannya merusak barang negara” ungkapnya.
Menurutnya, akibat perbuatannya itu juga tidak menutup kemungkinan ada proses hukum yang akan dijalankan.
“Tapi nanti jika ada laporan yang masuk ke kita akan kita proses secara hukum sesuai dengan perbuatannya,” jelasnya.
Adapun pasal yang akan dikenakan jika memang berlanjut ketahapan selanjutnya, Prayitno mengatakan akan dikenakan pasal 406 tentang pengerusakan Barang Milik Negara.
“Pasal pengerusakan itu pasal 406 ancamannya empat tahun. Karena saya juga lihat langsung proses pengerusakan itu,” katanya.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Sambas, Mustadi mengatakan sangat terbuka terhadap audiensi yang dilakukan pihak manapun.
“Pada intinya Bawaslu Sambas menerima dan terbuka terhadap masukan dan kritik dari pihak manapun, dan untuk kasus ini kami di Bawaslu tidak memiliki wewenang untuk memberikan rekomendasi kepada KPUD Sambas untuk membuka kotak suara sebagaimana diinginkan masyarakat tadi,” ucapnya.
Dengan demikian maka ke depan protes atau permintaan untuk membuka kotak suara guna pembuktian jumlah suara yang sebenarnya, hanya bisa dilakukan melalui tuntutan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Dari klarifikasi kita di Gakkumdu memang tidak menemukan unsur pidana, namun hal ini masih bisa mereka ajukan ke MK,” pungkasnya.
Laporan : Sairi
Editor : Indra