eQuator.co.id – Moscow-RK. Sempat terjadi insiden ketika babak kedua Final Piala Dunia antara Prancis lawan Kroasia baru berjalan delapan menit. Empat penonton menerobos pengawalan dan masuk ke lapangan. Pertandingan pun terhenti beberapa saat. Steward bergerak cepat mengamankan empat penonton nekat itu.
Belakangan, grup punk rock Rusia, Pussy Riot, mengaku bertanggung jawab atas invasi ke lapangan tersebut. Kelompok feminis tersebut memang sering melancarkan protes terhadap Presiden Vladimir Putin. ”Halo semuanya, kami di lapangan Luzhniki. Hebat sekali di sini,” tulis kelompok tersebut di Twitter.
FIFA juga membagikan gelar-gelar individual. Kapten Kroasia Luka Modric mendapatkan gelar hiburan, yakni Golden Ball, atau pemain terbaik. Sementara itu, bintang muda Prancis Kylian Mbappe meraih gelar Young Player Award alias Pemain Muda Terbaik. Golden Gloves, gelar buat penjaga gawang paling top, diraih oleh kiper Belgia Thibaut Courtois.
Di sisi lain, suasana di FIFA Fan Fest maupun di luar stadion Luzhniki memang tidak seseru dan seramai ketika Inggris atau Rusia yang bertanding. Para pendukung kedua kesebelasan relatif kalem. Meski begitu antusiasme untuk datang ke partai final sangat marak. Bahkan sampai babak pertama berakhir, masih banyak orang yang membutuhkan tiket. Mereka mencari-cari tiket walau harganya melesat sampai angka USD 1.200 atau Rp 1,6 juta.
Setelah pertandingan, fans Kroasia terlihat lesu. Mereka sangat kecewa. “Saya tidak melihat Prancis bermain bagus. Biasa saja, dua gol mereka hanya karena keberuntungan,” kata Davor Dadic, pendukung Vatreni asal Zagreb. “Tim kami bermain sangat baik sepanjang turnamen dan kami bangga,” imbuhnya.
Sebaliknya, pendudung Prancis amat bahagia. Inilah kemenangan penting walau mereka masih merasa tim 1998 adalah yang terbaik. “Tim ini bermain sangat solid. Kami layak juara karena punya lini tengah yang sangat hebat,” ucap Francois Gaulet, fans Prancis dari Marseille.
Video Assistant Referee
Prancis paling diuntungkan dengan pemakaian teknologi Video Assistant Referee (VAR) di Piala Dunia 2018. Les Bleus jadi satu-satunya negara kontestan Piala Dunia 2018 yang victory-nya ditentukan dari review VAR lebih dari sekali. Termasuk gol kedua Prancis yang terjadi dari eksekusi penalti Antoine Griezmann menit ke-38, di final Minggu malam WIB (15/7).
Penalti diberikan wasit Nestor Pitana (Argentina) begitu melihat bola menyentuh tangan kiri Ivan Perisic setelah tendangan bebas Samuel Umtiti. Yang jadi masalah tangan Perisic saat itu tidak dalam keadaan aktif atau sengaja menghalau bola. ”Pemain dianggap handball apabila dengan sengaja membuat kontak dengan bola memakai tangan atau lengan,” begitu bunyi Pasal 12 Laws of the Game FIFA tentang handball.
”Bola hanya mengenainya, dia (Perisic) tak menggerakkan tangannya ke bola. Tidak ada niat darinya menepis bola. Lihat saja posisi lengannya yang tidak lazim kalau menghalau bola,” klaim Dermott Gallagher, mantan wasit Premier League, seperti dikutip Sky Sports. Pernyataan serupa juga diungkapkan rekan setim Perisic, Dejan Lovren.
Dikutip The Sun, Lovren mengkritisi keputusan VAR yang sudah meruntuhkan motivasi dia dan rekan setimnya di Vatreni. ”Saya bahkan tak yakin jika dia (Pitana) memberikan penalti itu. Saya benar-benar tak mengerti kenapa, toh semua orang pun menganggap ini tidak penalti,” kecam center back Liverpool itu.
Kontroversi itu nyaris sama dengan penalti dari VAR pertama di Piala Dunia 2018, Yang unik, Prancis juga timnya, dan Grizzi -panggilan Griezmann- juga algojonya. Kontroversi itu di Matchday pertama Grup C saat Prancis melawan Australia di Kazan Arena, Kazan (16/6). Tapi, bedanya saat itu Griezmann yang dituduh diving. Data BBC Sport menyebut, review VAR telah diputar 20 kali dalam 64 laga Piala Dunia 2018. Enam di antaranya yang mampu jadi pembeda. (Jawa Pos/JPG)