eQuator.co.id – Mempawah-RK. Setelah Karhutla sempat dipadamkan di kawasan SDN 19 di Dusun Tekam Telayar, Desa Sejegi, Kecamatan Mempawah Timur, sekolah itu selamat. Lima hari kemudian, Sabtu (18/8) sekitar pukul 11.00, api tak mau damai dan meratakan sekolah.
Apalah daya warga setempat, api dari Karhutla itu lebih cepat itu menghanguskan dan merobohkan bangunan yang menjadi pusat pendidikan anak-anak kampung di situ. Padahal, Senin (12/8) malam sudah diingatkan rembesan api bak dalam sekam. Beruntung, dua rumah warga dekat bangunan sekolah selamat.
Menurut saksi mata warga setempat, Sumadi, 40, api muncul dari lahan gambut yang sudah terbakar sejak tiga pekan lalu. Kobaran api sebelumnya sudah nyaris melalap sekolah itu.
Warga bergotong royong menyelamatkannya dengan alat seadanya. Namun api merambah gambut yang cukup tebal dan tak terdeteksi oleh warga.
Kata Sumadi, warga sudah berupaya memadamkan rembesan api di seputar sekolah. Tapi apalah daya warga, baik tenaga, peralatan, sumber air, sangat minim. Terlebih, saat kejadian hanya ada tersisa beberapa warga yang tinggal di lingkungan Kampung Telayar.
Sebagian warga lainnya pergi ke Desa Sejegi untuk menyaksikan acara lomba peringatan HUT Proklamasi 17 Agustus. Mulanya api yang muncul dari dalam lahan gambut membakar pondasi dan lantai bangunan SDN 19 Telayar. Terlihat oleh warga bagaimana api memanjat dinding hingga akhirnya merobohkan bangunan yang terdiri dari empat ruangan itu. Hanya menyisakan puing.
“Penyemprotan menggunakan mesin manual yang disiapkan Pemdes Sejegi dan BPBD Kabupaten Mempawah. Namun api terlalu cepat dan upaya habis-habisan tak berhasil menyelamatkan sekolah tersebut,” cerita Sumadi.
Bupati Mempawah, Hj Erlina, SH, MH telah menerima laporan kebakaran SDN 19, dan telah memerintahkan Plt Kepala Disdikporapar untuk turun ke lapangan dan melihat langsung kondisi sekolah. “Kami akan bergerak cepat untuk mengatasi persoalan ini. Kita akan mengambil langkah tepat agar siswa di SDN 19 Telayar tetap mendapatkan pelayanan pendidikan dengan baik,” janjinya.
Bupati tak ingin anak-anak di Dusun Telayar terhambat aktivitas belajar mengajar akibat kebakaran yang menghanguskan bangunan sekolahnya. “Yang penting anak-anak tetap harus belajar dan mendapatkan pelayanan pendidikan sebaik mungkin, apapun kondisi dan kesulitannya, anak-anak tidak boleh putus belajar,” tegasnya.
Plt. Kadisdikporapar Kabupaten Mempawah, Drs. Sawardi, telah berkoordinasi dengan Kades Sejegi untuk mencarikan bangunan sementara yang dapat menampung aktivitas belajar mengajar siswa-siswi SDN 19 Telayar. “Untuk sementara kegiatan belajar mengajar akan dilaksanakan di Posyandu atau gedung PAUD di sekitar Dusun Telayar. Namun kita harus meninjau dulu bangunan yang lebih layak untuk mendukung kegiatan belajar mengajar,” ucapnya.
Kepala SDN 19 Telayar, Dedi Setyawan, mengungkapkan jumlah anak didiknya sebanyak 12 orang yang duduk di kelas 2 dan 6. Dia siap melayani murid-murid belajar, meskipun harus menumpang ke bangunan lainnya.
“Kami masih menunggu petunjuk dari Dinas Pendidikan untuk menentukan lokasi gedung yang akan digunakan. Kami akan mengarahkan siswa untuk belajar di sana. Kita tetap akan melakukan aktivitas belajar mengajar seperti biasanya,” katanya.
Angin Kencang di Ketapang
Kekeringan memang masih melanda semua daerah. Termasuk di Ketapang. Membuat Tim Gabungan (Timgab) Anti Karhutla Kabupaten Ketapang cukup kewalahan mengatasi kebakaran di sejumlah titik di poros jalan Pelang-Tumbang Titi, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Jumat, (16/8).
“Iya, Satgas Karhutla Polres beserta Kodim 1203 Ketapang, BPBD dan Manggala Agni turun bersama padamkan api di Desa Sungai Pelang. Apinya cukup besar dan kami sempat kesulitan memadamkan api di lahan gambut. Juga sulitnya akses ke sumber air yang mulai mengering,” ujar Kapolres Ketapang AKBP Yury Nurhidayat, S.IK.,MH., di lokasi Karhutla.
Proses pemadaman dan pendinginan hingga sore hari. Hutan yang terbakar ditambah angin kencang membuat tim yang berada di lapangan harus bekerja ekstra keras dan hati-hati.
Polres Ketapang sudah memetakan daerah rawan Karhutla. Personil dan perlengkapan damkar sudah disiapkan mulai dari tingkat Polres sampai Polsek. Namun lahan gambut yang terbakar jauh dari sumber air, pemadaman dan pendinginan jadi sulit.
Tak hanya upaya preventif, Polres Ketapang sudah represif terhadap pelaku Karhutla. Sudah 5 tersangka diamankan atas dugaan pembakaran secara sengaja.
“Kami ingatkan lagi, sanksi hukum pelaku pembakar hutan dan lahan tegas. Kami minta masyarakat bisa bekerjasama dengan Polisi untuk mencegah dampak Karhutla yang merugikan banyak pihak,” pungkas Kapolres.
BNPB INGATKAN HEMAT PERSEDIAAN AIR
Di sisi lain, operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mengatasi kekeringan ekstrim berjalan tidak sesuai harapan. Sekitar 3 minggu sejak dinyatakan dimulai pada 23 Juli lalu, belum satupun misi penerbangan (sortie) yang dilakukan untuk melakukan penyemaian awan.
Kepala Bidang TMC Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jon Arifianto membenarkan bahwa sampai saat ini penerbangan untuk menyebar benih awan hujan belum dilakukan. “Untuk wilayah Jawa dan Bali belum, namun untuk wilayah Riau sudah seratus sortie lebih,” kata Jon pada Jawa Pos kemarin (18/08).
Jon menambahkan, bahwa pesawat, bahan dan peralatan masih tetap berada di Base Operasi TMC untuk pulau Jawa yakni di Lanud Halim Pernada Kusuma Jakarta.
Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menunjukkan bahwa kekeringan kategori ekstrim dengan Indikator Hari Tanpa Hujan (HTH) lebih dari 60 hari tersebar merata mulai dari ujung barat pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (NTT). Wilayah lain seperti Sumatera dan Kalimantan terutama bagian selatan juga mengalami kekeringan dengan kategori panjang hingga sangat panjang.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fcahri Radjab mengungkapkan hingga saat ini pertumbuhan awan yang dibutuhkan untuk wilayah Jawa dan Bali masih sangat kecil. “Massa udara yang bertiup diatas Jawa Bali masih bersifat kering, jadi sulit untuk pertumbuhan awan,” jelasnya.
Dalam operasi gabungan TMC yang diperintahkan oleh Presiden Jokowi pada Juli lalu, BMKG bertugas memantau dan mengabarkan posisi awan yang berpotensi menjadi sasaran semai TMC. Namun hingga saat ini kata Fachri belum satupun awan yang cukup potensial.
“Namun kami terus memantau hari per hari, kalau diantara hari-hari tersebut ada peluang hujan, kami akan langsung infokan ke BPPT,” jelasnya.
Kondisi kering ini, lanjut Fachri, karena angin yang bertiup dari Samudera Hindia tidak membawa uap air yang cukup untuk pembentukan awan. Hal ini salah satunya karena suhu permukaan Samudera Hindia yang relatif dingin.
“Selain itu, ada sumbangan angin kering dari Australia,” katanya.
Kondisi ini, lanjut dia, diperkirakan masih akan terus berlangsung. BMKG memprediksi baru pada akhir September aliran massa udara yang lebih basah akan memasuki Jawa mulai dari bagian barat.
Plh. Kapusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo menghimbau pada masyarakat di Jawa Bali dan Nusa Tenggara mulai saat ini untuk menghemat persediaan air. “Kami sudah sosialisasikan ke masing masing BPBD di daerah,” jelasnya.
Laporan: Alfi Sandi, Muhammad Fauzi, Jawa Pos/JPG
Editor: Indra Wardhana