Hobi tak mengenal batasan usia, pun bisa menghasilkan uang. Seperti kisah Adi Bacok, perintis brand Numskull clothing.
IGK Yudha Dharma, Pontianak
eQuator.co.id – Bacok senang bermusik. Band-nya cukup dikenal telinga pendengar musik hardcore di Indonesia. Ya, Secret Weapon telah melanglang buana hampir ke tiap sudut nusantara. Bahkan hingga Asia Tenggara.
Tapi, dia tak hanya menggemari hardcore. “Setiap harinya musik yang aku dengarkan tuh ndak hanya satu genre, apapun genrenye aku dengarkan,” ujar Bacok, ditemui di toko Numskull, Jalan Ali Anyang No.10D, Pontianak, Sabtu (4/1).
Numskull dirintisnya pada tahun 2006. Saat itu, dia belum memiliki toko dan menjual produk Numskull door to doot. Layaknya salesman.
“Aku datang ke rumah-rumah orang, nawarkan baju, dan kite cuek jak waktu itu. Namanya juga bedagang, ngapain malu. Lagipula kita cari duit yang halal,” tuturnya.
Tapi, lama-kelamaan, dia mulai merasa penghasilan yang diperoleh tidak mencukupi. Bacok memutuskan bekerja di salah satu distro milik temannya di Pontianak. Di situlah dia mulai belajar mengenai sistem sebuah distro yang akhirnya menjadi bekal untuk membangun brand Numskull.
“Alhamdulillah, teman aku mau mengajari. Jadi tahu ternyata kayak gini (membangun usaha) dan dapatlah influence (pengaruh) dari dia,” terangnya.
Pada 2009, Bacok merasa modal materi alias uang dan pengalaman mencukupi untuk melanjutkan usaha penjualan bajunya. Ia membuka toko di Jalan Uray Bawadi, Pontianak. Dan bisnisnya itu lumayan maju.
Kini, Bacok menjalankan bisnis clothingan dengan membuka Toko Numskull bersama anak-anak band-nya, Secret Weapon. Mereka tidak hanya mendistribusikan produk clothing dari luar, juga memasarkan produk dengan brand sendiri seperti Numskull, 13urn, dan juga Bandelero.
Menurut Bacok, ia mendorong anak-anak Secret Weapon untuk punya usaha lain selain bermusik. Asal tidak bekerja sebagai pegawai kantoran.
“Seandainya lah kita kerja di sebuah perusahaan, ndak mungkin dong kalau band tour tuh cuman sehari dua hari, paling sebentar itu dua minggu, satu bulan,” ucapnya.
Nah, tidak mungkin perusahaan mengizinkan pekerjanya untuk tidak bekerja selama itu. “Enak benar kau, akhirnya dipecat, itulah makanya kami memilih jalan seperti itu, dengan bikin usaha masing-masing,” ungkap Bacok.
Lagipula, lanjut dia, memang tak ada niatan untuk menjadi pegawai kantoran. Sebab, jika sudah tua nanti dan akhirnya pensiun, ia khawatir akan menjadi apa. Jika membuat usaha sendiri, maka diri sendiri lah yang menentukan hasil yang didapat.
“Semangat kerje kite, semangat gak rezeki kite, tapi kalau melemah kerje kite, melemah gak rezeki kite,” seloroh kelahiran Pontianak, 1 Januari 1984, ini.
Setakat ini, brand seperti Numskull, 13urn, Bandelero, dan lainnya, telah dipasarkan hampir ke seluruh Indonesia. Bahkan ke luar negeri.
“Alhamdulillah, kita menjaga baik hubungan dan punya banyak teman serta koneksi untuk bantu mempromosikan produk kita di New York, Amerika. Kita juga punya teman yang bantu promosiin di Singapura dan Malaysia,” bebernya.
Menjalankan sebuah usaha tidaklah mudah. Karena itu, Bacok terus mengucap syukur selama Rakyat Kalbar berbincang dengannya. Sebab, usahanya terus berjalan lancar.
“Keuntungan yang didapat memang besar sekali, dari segi materi, dari segi koneksi. Kalau disebut kisarannya berapa kita ndak tahu, karena ini lah berdagang, kadang sepi kadang ramai, yang jelas sih alhamdulillah ada lah untungnya,” jelas Bacok.
Dalam memasarkan brand Numskull, ia mensinergikan itu dengan kegiatan manggung Secret Weapon. “Kalau mempromosikan SW yah lewat panggung, nah di saat SW manggung, di situ aku pake produk Numskull,” cerita dia.
Membangun bisnis sendiri yang berasal dari kegemaran merupakan kepuasan tersendiri. “Ini brand aku, aku yang pakek, aku yang promosikannye, aku pun yang jualkannye, makanya aku bilang hobi benar-benar jadi pekerjaan yang menghasilkan pundi-pundi. Itulah mengapa aku menyenangi pekerjaan seperti ini,” ucapnya.
Ia menambahkan, prospek clothingan di Pontianak cukup cerah. “Kalau ndak bagus, yah ndak akan banyak clothingan yang ada di sini. Bahkan brand dari luar pun juga masuk ke sini, berartikan bagus sekali berbisnis clothingan di sini,” tukas Bacok.
Ia juga memberi dukungan kepada seluruh anak muda yang ingin membuka usaha clothingan. Bacok mengakui, dana merupakan kendala terbesar dalam merintis usaha.
“Intinya harus berani. Tapi kalau benar-benar kita niat usaha, yah kita cari apapun caranya biar dapat menghasilkan uang yang halal. Alhamdulillah, usaha aku jalan dan kalau ada pengorbanan (gagal) itu wajar, karena semua proses awal itu pasti sulit,” pungkasnya. (*)