eQuator.co.id – Pontianak-RK. Tahun ini, Provinsi Kalimantan Barat berada di peringkat 13 penemuan kasus HIV tertinggi se-Indonesia. Sebelumnya, sempat menduduki peringkat 5 dan 8 besar.
“Peringkat tersebut indikatornya adalah temuan kasus HIV yang baru,” tutur Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia (KPAI) Kota Pontianak, Lusi Nuryanti, saat Peringatan Hari AIDS Sedunia di halaman Kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Pontianak, Minggu (3/12).
Trend terkini pengidap penyakit mematikan tersebut, diterangkannya, adalah kaum gay. Sebagai upaya penanggulangan kasus human immunodeficiency virus infection and acquired immune deficiency syndrome (HIV-AIDS), pihaknya senantiasa mendorong sebanyak-banyaknya orang melakukan tes.
“Kita sedang mengejar target zero new infection atau mengejar angka HIV baru yang rendah,” ujarnya.
KPAI Pontianak, dikatakannya, berupaya menjangkau populasi tinggi beresiko HIV. Bahkan, kalau mereka bekerja di sebuah tempat hiburan, terang dia, pemilik tempat hiburan juga sudah membuat komitmen bersama.
“Semua pekerja di tempat hiburan wajib tes HIV secara rutin tiga bulan sekali,” terang Lusi.
Lanjut dia, masyarakat tidak perlu takut melakukan tes HIV. Apalagi, kalau sudah positif. Karena yang bersangkutan harus rutin minum obat ARV (Antiretroviral drugs).
Diceritakan Lusi, pihaknya pernah menemukan seorang sopir truk yang sudah setahun poisitif HIV. Lantaran dia rajin minum obat ARV, ketika dilakukan tes, hasilnya negatif. Kasus tersebut merupakan bukti bahwa kalau rajin minum ARV, saat dites kembali virusnya bisa tidak terdeteksi.
“Kita kaget juga, pas kita melakukan tes di pelabuhan, kita sudah tahu seorang sopir memang positif HIV. Eh, pas dites, negatif. Begitu konsul (konsultasi) ke dokter, dinyatakan negatif karena dia rutin konsumsi ARV,” bebernya.
Meskipun demikian, menurut dia, yang bersangkutan harus tetap minum ARV secara rutin seumur hidup. Konsumsi ARV tidak boleh putus dan harus on time. Obat ARV ini diminum sehari satu kali dan ada yang tiga kali sehari.
“Populasi kunci rata-rata rutin minum ARV,” sebut Lusi.
Pemerintah Kota Pontianak memang memperingati Hari AIDS Sedunia tahun ini dengan menggelar jalan sehat, Minggu (3/12). Kegiatan yang berpusat di halaman Kantor PMI Pontianak itu dipenuhi slogan-slogan ajakan untuk mencegah penularan HIV-AIDS dan tidak mengucilkan ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS).
Wakil Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengatakan, peringatan Hari AIDS Sedunia ini sebagai gerakan mendorong masyarakat untuk tes dan mengobati HIV. “Dengan pencanangan slogan TOP yakni Temukan Pasien HIV sesegera mungkin, Obati ODHA dengan ARV dan Pertahankan pengobatannya,” tuturnya.
Ia menyebut, tema yang diusung pada peringatan Hari AIDS Sedunia, yakni ‘Saya Berani, Saya Sehat’, sangat relevan. Cocok dengan upaya yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat untuk mengutamakan upaya promotif dan preventif dalam pembangunan kesehatan. Termasuk, pencegahan dan pengendalian HIV-AIDS.
Edi mengajak semua pihak tidak ragu-ragu maupun takut dalam melakukan tes HIV dan tidak mendiskriminasi maupun membuat stigma pada orang yang melakukan tes HIV. Tentu saja, tidak pula mengucilkan para ODHA.
Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak, Firdaus Zar’in menyebutkan virus HIV AIDS adalah fenomena gunung es. Artinya mungkin masih banyak juga yang tidak melapor ke dinas terkait atau relawan-relawan yang berhimpun di peduli AIDS.
“Kalau terjadi penurunan berarti kerjanya terukur, tetapi kalau misalnya fenomena gunung es di bawahnya mungkin masih banyak yang perlu ditangani supaya jangan sampai yang tidak melapor atau tidak terdeteksi, karena ini yang sangat berbahaya,” jelasnya, Minggu (3/12).
Kata dia, untuk ODHA sudah ada etikanya. Cuma yang berbahaya itu adalah yang tidak melapor kemudian tidak terkarantina seperti para pekerja seksual. Fenomena itu mungkin terjadi karena perkembangan kota dan perkembangan hidup manusia yang tidak terlepas dari style. Misalnya tinggi tingkat perselingkuhan kemudian pergaulan bebas anak muda. Diantaranya melakukan hubungan badan dengan pasangannya, juga bisa terjadi dengan pekerja seksual, sehingga mempunyai potensi terjadinya infeksi menular seksual. “Ini bisa terjadi. Artinya mungkin mereka belum memahami. Ini mau tidak mau harus di jelaskan,” ucapnya.
“Nah, ini lah tugas pemerintah kemudian juga relawan, NGO, LSM, bahwa ini adalah tugasnya memberikan edukasi kepada masyarakat,” timpal Zar’in.
Di utara Kalbar, Unit Kreativitas Mahasiswa (UKM) Pusat Informasi Konseling (PIK) mahasiswa ElFarabi, Institut Agama Islam Sultan Muhammad Tsyafiuddin, bekerja sama dengan KPAI Sambas mengelar kampanye serupa untuk memperingati hari HIV/AIDS Sedunia, Sabtu (2/12), di pasar Sambas, Desa Pendawa.
Ketua Umum UKM PIK ElFarabi, Kartono mengatakan, dari data yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Sambas pada tahun 2000 sampai 2017, terdapat 245 kasus HIV dan 135 kasus AIDS di kabupaten tersebut. “Melihat angka yang begitu besar, yang terjangkit HIV/AIDS dan selalu mengalami peningkatan, maka kita turun langsung ke masyarakat memberikan informasi tentang bahaya HIV/AIDS,” tuturnya.
Dalam kampanye itu, dilakukan pembagian pita merah dan bunga serta pembubuhan seribu tanda tangan untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya HIV/AIDS. Ketua Pelaksana Kampanye tersebut, Afiz mengatakan, kegiatan ini juga untuk mengimbau masyarakat tidak mengasingkan orang yang telah dinyatakan positif terjangkit HIV/AIDS.
“Jangan kita jauhi, melainkan virusnya lah yang seharusnya kita jauhi dan kita perangi,” terangnya.
Ia mengingatkan, HIV/AIDS baru dapat menular apabila melakukan hubungan sex bebas dengan orang yang terjangkit virus tersebut dan menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Jadi, masyarakat jangan khawatir jika berjabat tangan, makan bersama, mandi di kolam renang bersama, karena tidak menyebabkan penyakit itu menular.
“Semoga masyarakat sadar dan mengetahui bahwa penyakit atau virus HIV/AIDS itu sangat berbahaya dan masih belum ditemukan obatnya sampai saat ini dan kami mengharapkan orang yang terkena penyakit itu tetap mendapatkan perlindungan, hak hidup, dan mendapatkan kasih sayang dari keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar agar tidak terjadi diskriminasi,” pungkas Afiz.
Laporan: Maulidi Murni, Sairi, Maulidi Murni
Editor: Mohamad iQbaL