eQuator.co.id – SUNGAI RAYA-RK. Saat ini sedang bergulir upaya-upaya untuk mengamandemen UUD 1945 dalam rangka menguatkan sistem ketatanegaraan Indonesia.
Menurut Anggota Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (BPKK) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Drs Abdul Rahmi, ada beberapa isu yang muncul di DPR RI. Diantaranya perlun memasukan dasar negara di dalam UUD 1945. “Jika dilihat dari sistem hukum yang terkait dengan ketatanegaraan, sampai sekarang dasar negara kita itu tidak jelas posisinya dalam tata hukum negara, karena tidak ada dibunyikan di dalam UUD,” katanya, ketika menjadi pembicara di Dialog Publik BPKK DPD RI, di Hotel Dangau, Selasa (10/5) pagi.
Kemudian, ada pula isu untuk pembangunan. Jika dulu adan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sekarang diganti Rencana Jangka Panjang (RJP). Ini, kata Abdulrahmi dinilai kurang efektif dalam evaluasi seterusnya, hingga ada keinginan kembali kepada GBHN. “Penguatan yang lain kita tahu bahwa ada tiga lembaga negara yang sangat menentukan perjalanan negeri ini, yang keberadaannya dipilih oleh rakyat, yaitu Presiden, DPR, dan DPD. Cuma Presiden dan DPR mendapat porsi kewenangan yang kuat, bahkan sangat kuat. Sementara DPD sangat lemah,” terangnya.
Padahal, kata dia, DPD mewakili daerah yang memiliki pemerintahan, wilayah, dan rakyat. Tetapi, karena kewenangannya DPD lemah, sehingga keberadaannya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi tidak efektif. “Misalnya dalam hal legisasi dan penganggaran, DPD hanya bisa memberikan pertimbangan kepada DPR. Pertimbangan ini akhirnya menjadi sesuatu yang tidak jelas. Dipakai syukur, tidak dipakai tidak boleh marah,” ujarnya .
DPD lepas dari partai dan murni membawa aspirasi daerah. Salah satu bukti konkrit perjuangan DPD adalah lahirnya Undang-Undang Desa. Di mana tahun 2017 akan dianggarkan Rp846 triliun. Sehingga setiap desa pada 2017 nanti akan memperoleh anggaran sekitar Rp1 miliar. Bila selanjutnya APBN terus meningkat, maka untuk desa akan dianggarkan Rp 2.200 triliun, sehingga bisa menjadi desa mandiri. “Yang peduli ini adalah DPD, tapi kita lemah. Tahun 2015 kita sudah sepakat dengan presiden bahwa dana transfer daerah lebih besar dari dana kementerian dan lembaga. Lalu begitu masuk ke DPR berubah lagi menjadi dada transfer daerah,” ungkapnya.
Abdul Rahmi menjelaskan dana transfer daerah merupakan dari pusat yang masuk ke APBD-APBD. Baik ke provinsi maupun kabupaten/kota. DPD hanya bisa memberikan pertimbangan, tinggal tergantung bagaimana daerah mengelolanya, sehingga mensejahterakan masyarakat. “Karena itu isu ketiga adalah penguatan DPD RI. Ini yang sedang bergerak. Dari perguruan tinggi sangat mendukung. Tetapi karena ini memerlukan keputusan politik, dan itu keputusan dari MPR,” demikian Abdul Rahmi. (ria/pk)