eQuator – Pontianak-RK. Keberadaan sebanyak 40 anak punk di kawasan Kecamatan Pontianak Utara (Pontura) dinilai meresahkan serta dikhawatirkan akan mempengaruhi anak-anak di kawasan tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat setempat melaporkan hal tersebut ke kelurahan dan kecamatan. Tak pelak, ke-40 anak punk yang berasal dari berbagai daerah tersebut akhirnya diamankan.
“Kami langsung ke lokasi Yani di RW/23, dan ditemukan 40-an anak. Setelah kami tanya, mereka berasal dari Mempawah, Singkawang, Sambas, Sanggau, Kubu Raya dan Melawi. Sedangkan dari Pontianak ada sebanyak 5 orang,” ujar Lurah Siantan Hulu, Hj. Sutinah kepada Rakyat Kalbar, Senin (7/12).
Sutinah memaparkan, pihaknya sudah mengkoordinasikan temuan ini kepada pihak kecamatan serta Kepolisian Sektor Pontianak Utara. Lantaran tidak ada dasar hukum yang jelas, setelah dibina secara internal, semuanya lalu dilepas begitu saja.
“Kami mengharapkan anak-anak punk ini dibina, karena bisa merusak anak lainnya. Terlebih pergaulan mereka bergabung jadi satu. Rumahnya kemarin itu tidak ada penerangan lampu, tidur membaur semuanya,” jelasnya.
Sutinah mengingatkan, para orangtua agar memperhatikan anak-anak mereka agar tidak menjadi korban atas rekrutmen anak punk tersebut.
Ternyata kejadian yang ditangani Lurah Siantan Hulu pekan lalu ini, tak membuat para anak punk itu kapok dan menghentikan kegiatan mereka. Hanya bergeser sedikit, masyarakat Kelurahan Siantan Hilir kembali mendapatkan perkumpulan serupa.
Sementara itu, secara terpisah, Ketua RW/12 Kelurahan Siantan Hilir, Agus bersama masyarakat juga mengamankan 20 anak punk di kawasan gudang garam, yang terletak tepat di depan Sungai Selamat, Kecamatan Pontianak Utara.
“Mereka bilang apa yang dilakukannya ini ‘mau menyatu dengan alam’. Saya bilang saja kalau seperti ini bukannya menyatu dengan alam, tapi menyatu dengan setan, kata saya,” cetusnya.
Meskipun demikian, Agus merasa iba dan kasihan terhadap anak-anak punk yang dinilainya tidak wajar tersebut. Kondisinya seperti tidak terurus dan seakan tidak mandi beberapa hari. Dengan wajah lusuh, seperti orang yang kerja mati-matian.
“Baju dan celananya pada robek-robek, telinganya anting, bahkan banyak yang bolong besar. Parahnya lagi, mereka laki-laki perempuan itu merokok, bahkan minum-minuman keras,” bebernya.
Atas temuannya ini, Agus mengharapkan kepada pemilik gudang garam yang dalam keadaan kosong itu untuk segera dibongkar. Ia khawatir, lambat laun gundang tersebut kembali akan dipergunakan oleh anak-anak punk.
“Mohon pemerintah untuk mengambil tindakan, karena mereka tinggal di sana, tidur di sana, kalau bisa dibongkar sajalah,” harapnya.
Sejurus kemudian, Rakyat Kalbar mencoba mengunjungi gudang garam yang diceritakan Agus tersebut. Ternyata benar saja, terlihat gudang yang tanpa penghuni satu orang pun itu, bisa dengan mudah dimasuki masyarakat tak terkecuali anak punk. Lantaran tidak ada penjagaan atas bangunan yang sudah tidak difungsikan itu. (agn)