eQuator – Beberapa bulan terakhir, kondisi perekonomian dunia sempat terpuruk sehingga Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan ekonomi jilid I sampai VI. Tak pelak, Kalbar turut merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Yang terbukti dari beberapa sektor perekonomian yang mengalami peningkatan.
Pengamat Ekonomi Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Profesor Edi Suratman berpendapat, meskipun masih belum dirasakan secara signifikan, tetapi Indonesia sudah dapat merasakan kebijakan ekonomi dari Presiden Jokowi tersebut.
Paket kebijakan tersebut dapat dilihat di tingkat nasional 4,72 persen, yang sebelumnya turun 4,6 persen. Sedangkan di Kalbar pada tri wulan pertama 4,75 persen sempat turun menjadi 4,01 dan naik menjadi 4,2 persen. “Menurut saya, itu memiliki dampak dari paket-paket kebijakan pemerintahan Jokowi-Jk,” paparnya, Selasa (1/12).
Dekan Fakultas Ekonomi Untan itu menjelaskan, terhadap kondisi rupiah juga ikut membaik, di mana sebelumnya sempat melemah dan sekarang sudah mulai kembali bangkit.
“Kemudian mempengaruhi nilai tukar yang sempat mengalami Rp15 ribu, sekarang ini sudah ada Rp13.600. Masih berfluktuasi, kadang melemah dan menguat, tapi sudah hampir stabil,” tukasnya.
Keberhasilan di sisi lain yakni di bidang penanggulangan kemiskinan. Di mana angka kemiskinan menurun dari tahun sebelumnya. Menurut data yang diperolehnya yang terhitung tri wulan di laporan pertama pertengahan Maret lalu menurun 0,4 persen.
“Kalau tahun lalu 8,07 persen, tapi sekarang per Maret 2015 adalah 8,03 persen. Kemudian ekspor perdagangan kita sudah mulai positif, sebelumnya sempat devisit. Itu semua adalah pengaruh dari kebijakan itu,” lugasnya.
Edi menjelaskan, sudah cukup baik saja tentu tidak cukup. Sebagai tindaklanjut dari kebijakan itu, pemerintah daerah termasuk di Kalbar harus menciptakan peluangnya sendiri. Dengan memfokuskan masyarakat supaya tingkat pengangguran di Kalbar dapat diminimalisir.
“Sekarang lagi penyusunan RAPBD di berbagai kabupaten/kota dan provinsi. Saya kira pemerintah daerah harus mengantisipasi kondisi ini pada tahun 2016. Supaya bisa mengurangi orang miskin serta menyediakan lapangan pekerjaan,” paparnya.
Sebagai cara untuk menuntaskan kemiskinan, lanjut Prof Edi, pemerintah daerah perlu menyusun APBD yang lebih pro rakyat. Belanja langsung harus lebih besar dibanding belanja tidak langsung,” tegasnya. (agn)