eQuator – Pontianak-RK. Marhani, 40, pemilik rumah No. 9 Jalan Meranti mendatangi Kantor Ombudsman RI Perwakilan Kalbar di Jalan Penjara Pontianak, Selasa (1/12) siang.
Kehadirannya melaporkan perihal putusan eksekusi yang belum dijalankan Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, mengenai sengketa batas antara rumah yang ditempatinya dengan rumah tetangganya sendiri, Nursiyati.
Marhani mengaku, bangunan rumah No. 7 milik Nursiyati telah melanggar ketentuan batas rumah sesuai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pemkot Pontianak. Sebab, Nursiyati dituding telah melakukan pelebaran rumah tanpa seijin Marhani, yang bahkan akibat dari pembangunan rumah dua lantai yang dilakukan Nursiyati, menyebabkan bangunan rumah dua lantai tempat Marhani dan suaminya Endrotono bernaung rusak.
“Dia menyerobot tanah saya (saat melakukan pelebaran), sekitar 45 Cm dan sepanjang badan rumah saya sampai ke belakang sekitar 22 meter,” kata Marhani.
Tudingan Marhani ini pun telah dibuktikan melalui proses peradilan. Mulai dari Pengadilan Negeri, dilanjutkan dengan upaya banding di Pengadilan Tinggi dan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Hasilnya semua putusan itu memperkuat pengadilan tingkat pertama (PN Pontianak), menyebutkan bahwa Nursiyati telah bersalah, karena melakukan pelebaran rumah tanpa izin, sehingga bangunannya harus dibongkar.
“Saya mulai mengajukan gugatan ke PN pada tahun 2006 dan selalu memang (di pengadilan), karena kita dipihak yang benar,” ungkapnya.
Terakhir Marhani setor Rp10 juta ke bendahara PN Pontianak, pada April 2013. Uang itu untuk biaya eksekusi. Namun sampai sekarang tidak dieksekusi. “Saya merasa hak saya diabaikan,” kesalnya.
Marhani mengaku proses gugatannya sudah berlangsung lama, yakni sekitar awal tahun 2000-an. Saat itu rumah Nursiyati masih bangunan kayu. Setiap tahun selalu berkembang dan berkembang, hingga menyerobot dinding rumahnya. Upaya secara kekeluargaan, aku Marhani sudah dilakukan. Namun karena tetangganya itu seolah tak peduli, maka terpaksa dirinya menempuh jalur hukum.
Ketika semua proses hukum selesai, dan putusan inkracht sudah diperoleh, justru PN Pontianak mengulur-ulur waktu eksekusi. Sementara kediaman Marhani, baik lantai atas dan bawah sudah hancur, retak di mana-mana. Bahkan kata ahli bangunan, rumahnya sudah tidak bisa diperbaiki lagi, mau dirobohkan terlebih dahulu. “Pondasi rumah saya turun,” ujarnya.
Sementara pihak berwajib sudah mau membongkar kediaman Nursiyati, namun belum ada surat perintah bongkar dari pengadilan. “Saya pun sering dipimpong oleh PN, alasannya masih koordinasi, nunggu ini dan itu,” kesal Marhani.
Anehnya lagi, saat dia mengajukan berkas ke pengadilan, pada tahun yang sama, terdapat pula tujuh berkas lainnya yang memiliki kasus hampir sama. Namun ketujuh berkas tersebut sudah dieksekusi, tinggal berkasnya saja yang belum dieksekusi sampai hari ini. Menanggapi hal ini, Ketua Ombudsman RI Perwakilan Kalbar, Agus Priyadi SH mengaku siap mengawal kasus ini, berkoordinasi dengan Pengadilan Pontianak. Dia ingin keputusan yang sudah incraht, dapat dieksekusi sesuai perintah putusan PN yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) dan kasasi. “Kita sudah menyurtai PN dan PT untuk segera melaksanakan itu, karena memang kewajiban dia dari PN,” tegas Agus.
Menurutnya, jika melihat data dokumen, baik yang berkaitan dengan izin dan tata kelola, maupun surat keputusan hukum pengadilan, sebenarnya sudah cukup kuat bagi PN Pontianak melakukan eksekusi. “Lalu apa masalahnya?” kesal Agus.
Dulu janji pengadilan setelah lebaran tahun lalu, 2014, ini sudah lewat lebaran 2015. Apa mau sampai tiga lebaran? Agus akan menunggu dalam waktu dekat, kalau rumah Nursiyati tidak segera dieksekusi, maka Ombudsman akan melimpahkan kasus ini ke lembaga hukum lebih tinggi, supaya hakim PN Pontianak bisa dicopot. “Itu jurus terakhir kita, kalau jalur administrasi tidak bisa,” ancam Agus.
Terpisah, Johan Rustam, suami Nursiyati ketika dikonfirmasi mengatakan Marhani salah kaprah. Hasil putusan MA menyebutkan, berlakunya ketentuan error in personal, atau gugatan yang dilayangkan Marhani, tidak sesuai antara subjek dan objek yang digugatnya.
Dikatakan Johan Rustam, pemilik rumah No 7 itu adalah bapaknya, Suwanto Rustam. Sementara yang menjadi subjek gugatan Marhani yakni Nursiyati, kedudukannya di rumah tersebut sebagai menantu Suwanto Rustam atau istri Johan Rustam. Hal itu lah kenapa, keputusan pengadilan tersebut tidak bisa dijalankan. “Polisi sudah mengecek ini, ternyata tidak bias,” kata Johan Rustam menyikapi laporan tetangganya itu.
Mereka (pihak Marhani) ini sudah dua kali menurunkan tim dari pengadilan, untuk eksesuki. Satu kali mereka tidak jadi, karena subjek dan objeknya beda. Kemudian mereka minta lagi Camat, Lurah, minta wartawan datang, lapor ke Ombudsman.
Johan Rustam juga sudah lapor ke Ombudsman, terkait adanya upaya tim eksekusi yang datang dari PN, tata kota, kejaksaan, Satpol PP. “Kita sampaikan ini error in personal, dan sudah selesai,” katanya.
Jika ini terus dipaksakan, menurut Johan Rustam, maka para penegak hukum menyalahi aturan dan perundang-undangan. Makanya mereka tidak datang lagi. “Terkahir ya ini lapor lagi (ke Ombudsman),” ujarnya.
Terkait dengan tudingan penyerobotan lahan 42 Cm ke samping dan 22 meter ke belakang, Johan Rustam justru menantang Marhani untuk buka-bukaan soal IMB, bahkan peta tata ruang yang dimiliki Marhani. “Bangunan dia (Marhani) itu yang tidak sesuai IMB dikeluarkan walikota,” ungkap Johan Rustam.
Bicara soal penyerobotan, batasnya sudah ada digambar yang disimpan tata kota. Lahan 42 Cm, dikatakan Johan Rustam, bukan tanah Marhani. Dia pakai Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk sket batas ulang. “Saya tidak bilang dia memalsukan ya. Jadinya beda dengan IMB-nya,” katanya.
Menyikapi rusaknya kediaman Marhani, dengan santainya Johan Rustam mengatakan, itu akibat ulah tetangganya sendiri. “Karena Marhani tidak mematuhi IMB dan tata batas yang sudah ditentukan pemerintah,” ungkapnya.
Mestinya lantai atas mesti berlantai papan, namun dicor, pasang keramik. Kemudian garasi yang harusnya dipasangi sekat (dinding) untuk menopang lantai atas, namun tidak ada lagi sekat penopang lantai atas. Makanya tidak ada kekuatannya. “Mestinya IMB mereka bisa batal demi hukum atau dicabut,” tegas Johan Rustam.
Anehnya, Marhani justru seolah mencari kambing hitam untuk melimpahkan kesalahannya kepada orang lain. Di IMB tidak disebutkan ada bak air, tapi dia bangun di depan rumah. Menggali di depan rumahnya, kan bisa roboh. Perbuatan mereka menyalahi IMB, karena konstrusinya berbeda, kemudian menyalahkan tetangganya. “Bapak cek disebelah sini (sisi lain dinding rumah Johan) ada tidak keretakan, tidak ada sama sekali,” jelas Johan menunjuk dinding rumahnya.
Laporan: Fikri Akbar
Editor: Hamka Saptono