eQuator – Pontianak-RK. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Pontianak kembali kecolongan. Gilanya lagi, warga binaannya, Heryansyah dengan leluasa memesan ganja kering sebanyak 16 Kg dari Aceh.
“Pemesannya merupakan narapidana Lapas yang tersangkut kasus Narkoba,” kata Kapolda Kalbar Brigjen Pol Arief Sulystianto, Senin (30/11).
Paket 16 Kg ganja ini tangkapan yang cukup besar. Polisi pun intens memeriksa Heryansyah yang digelandang dari Lapas ke Mapolda. “Kita akan perdalam kasus ini,” tegas Kapolda Arief.
Sementara Kapolresta Pontianak Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat menjelaskan kronologis masuknya ganja tersebut dari Aceh ke Kota Pontianak. Berawal dari Heryansyah memesan ganja dari Aceh. Kemudian dikemas menjadi 16 paket. Satu paket seberat 1 Kg. Kemudian dimasukan ke dalam karung. Dikamuflase, di atasnya dikemas dengan jamu. “Seolah-olah bukan ganja, tapi jamu yang dikirim,” beber Kombes Pol Tubagus, kemarin.
Heryansyah sudah jelas tersangka. Dia yang menguasai dan memiliki barang haram itu. Sementara Hendi hanya suruhan Heryansyah yang juga ditetapkan sebagai tersangka. “Kasus ini akan kita selidiki lebih mendalam lagi,” jelas Tubagus.
Sebelum pemasok ganja ini diringkus, jajaran Polresta Pontianak mendapat informasi paket Narkoba dari Aceh sudah sampai ke Pontianak. Polisi tidak langsung menyita ganja terbungkus karung itu. Namun menunggu pemilik barang datang terlebih dahulu. Begitu Hendi datang mengambil paket ganja, barulah ditangkap.
“Kita tidak ingin menyita barang buktinya saja, tetapi juga menangkap pemiliknya,” tegas Tubagus. Jika dirupiahkan, harga 16 Kg ganja Rp48 juta. Rincian per 1 Kg Rp3 juta.
Diakui Kasat Narkoba Polresta Pontianak, Kompol Abdullah Syam, mengungkap kiriman 16 Kg ganja dari Aceh, jajarannya sudah standby di Jalan Gusti Hmazah (Pancasila) Pontianak Kota. Selama 11 jam polisi menunggu kedatangan Hendriyani alias Hendi, suruhan Heryansyah narapidana Lapas Kelas II A Pontianak. “Dari jam 1 siang hingga 11 malam,” ungkap.
Tengah malam Hendi baru datang mengambil kiriman ganja di salah satu jasa pengiriman barang di Jalan Pancasila. “Saat itu langsung kita tangkap,” ungkap Abdullah.
Hendriyani alias Hendi merupakan warga Gang H. Mursyid, Jalan Imam Bonjol, Pontianak Selatan. Dia dijerat pasal 111 UU Narkotika No 35 tahun 2009. Ancaman hukumannya minimal 5 tahun, maksimal 20 tahun penjara.
Dicecar pertanyaaan wartawan, Hendi bungkam. Terlihat dari sebo (penutup wajah) yang digunakannya, matanya merah, berkedip-kedip. Dia menangis saat diekspose kepolisian. Sayangnya memilih diam.
Kembali Terperanjat
Kepala Devisi Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM Kalbar, Darmadji kembali terperanjat dari tempat duduknya. “Kapan, siapa narapidananya. Saya tidak tahu. Ini saja baru mendapat informasi dari rekan-rekan wartawan,” katanya dengan mata terbelalak.
“Berita dari mana itu,” sambung Darmadji. “Apa, berita ini dari Kapolda Kalbar,” kagetnya.
Darmadji mengapresiasi Kapolda Brigjen Pol Arief Sulystianto. Dia mendukung upaya Kapolda membersihkan Lapas dari peredaran Narkoba. “Apa yang dilakukan Kapolda, apakah Heryansyah sudah dipanggil? Kita belum tahu ini,” jelas Darmadji.
Kasus 16 Kg ganja ini tentunya akan menjadikan kursi Kepala Lapas Kelas II A Pontianak menjadi panas. Kelalaian sipirnya berimbas pada jabatannya. Apalagi Darmadji segera menerjunkan Satgas, melakukan pemeriksaan dan pengecekan. “Kita akan lakukan pengecekan di Lapas,” tegasnya.
Diduga kuat, Heryansyah memesan Narkoba menggunakan telepon genggam. Darmadji heran, Lapas Kelas II A bisa selalai itu. Sampai-sampai sebegitu parah, hingga warga binaannya bisa mengedarkan Narkoba skala besar dari balik jeruji.
“Handphone, berapa kali kita operasi, banyak satu dus. Sudah kita bakar. Saya juga heran, kok masuk terus,” bingungnya.
Mengantisipasi penyulundupan handphone di Lapas Kelas II A Pontianak, setiap pembesuk diperiksa. Masalahnya pada pembesuk wanita. “Wanita banyak tempat menyimpannya,” paparnya.
Dibeber Darmadji, kesulitan memeriksa pembesuk atau pengunjung wanita, tidak mungkin dilakukan di bagian sensitifnya. Pernah ditemukan wanita menyelundupkan handphone di dalam kemaluannya (vagina). “Makanya kami bingung. Mau bikin jammer, tapi berdekatan dengan pemukiman penduduk,” bebernya.
Modus memanfaatkan bayi juga dilakukan para penyelundup yang masuk ke Lapas. Anak-anak dijadikan alat, dipopoknya ada Narkoba, kemudian susu dipenuhi, dibawahnya Narkoba juga. “Bingung saya tentang ini,” katanya.
Darmadji meminta seluruh petugasnya bekerja serius. Berani bermain atau sengkongkol dengan narapida, sanksinya pecat. “Kalau warga binaan, sanksinya jelas, kita berikan register F. Berati tidak ada remisi maupun pembebasan bersyarat,” tegasnya.
Diakui Darmadji, hampir seluruh penghuni atau warga binaan Lapas Kelas II A Pontianak adalah pemain narkoba. Jumlahnya mencapai 60 persen. “Ada 1800-an narapidana Narkoba dari 3.250 narapidana yang ada,” ungkapnya yang kelabakan mengawasi penjahat Narkoba.
Kemenkumham berencana menyediakan anjing pelacak, maupun teknologi untuk menutup sinyal di kawasan Lapas Kelas II A. (zrn)