eQuator – Desakan agar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak masuk angin dalam menangani kasus dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto terus mengalir. Ratusan tokoh dari lintas profesi kemarin mendatangi ruang sidang MKD untuk meminta agar kerja MKD tetap transparan dan adil dalam menangani kasus permintaan saham dan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden di PT Freeport.
Sekitar pukul 10.00 WIB, para tokoh yang terdiri dari purnawirawan jenderal, politikus, aktivis masyarakat, hingga tokoh agama itu mendatangi ruang sidang MKD. Nampak mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Mayjen TNI (purn) Prijanto, Mayjend TNI (purn) Adang Ruchiatna, mantan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lily Wahid, advokat Eggi Sudjana dan banyak tokoh lainnya. Mereka mengatasnamakan diri Gerakan Selamatkan NKRI
Juru Bicara Gerakan Ferdinand Hutahaean dalam pernyataannya menyampaikan, DPR melalui MKD diminta untuk betul-betul mendengar suara rakyat. Gerakan Selamatkan NKRI meminta agar kasus yang menyeret nama Novanto bias diadili sesuai fakta persidangan dan kode etik anggota DPR. “MKD agar melakukan persidangan secara terbuka dalam menjaga etika, kejujuran dan martabat DPR RI sebagai wadah wakil rakyat,” kata Ferdinand.
Menurut Ferdinand, MKD tidak bisa sendiri dalam menangani kasus Novanto. Institusi penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, dan KPK harus bersinergi melakukan tindakan pro yustisia atas skandal tersebut. “Hal ini penting guna mengungkap hal-hal yang masih tertutup,” ujarnya.
Tak lupa, Presiden dan Wapres juga harus menegakkan hukum dengan mengedepankan kejujuran, kebenaran dan keadilan. Karena itulah, semua pihak yang terkait harus membuka skandal itu secara transparan, terang benderang, dan tanpa memandang bulu dengan mengedepankan azas praduga tidak bersalah. “Skandal ini harus menjadi momentum melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua kontrak karya yang menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai dengan esensi UUD 1945,” tandasnya.
Advokat Eggi Sudajana menambahkan, dirinya menegaskan pernyataan Novanto yang mengklarifikasi bahwa pertemuan itu menyampaikan apa yang dimaui Presiden. Dalam kategori ilmu hukum, kata dia, harus ditelusuri bagaimana pimpinan dewan bisa berbicara menyampaikan pesan Presiden. “Pertanyaannya, mampu nggak MKD panggil Presiden. Bisa nggak dijawab Presiden diperiksa,” kata Eggi.
Wakil Ketua MKD Junimart Girsang menyatakan apresiasinya atas kepedulian gerakan itu. Junimart menyatakan pihak-pihak yang terkait dalam rekaman pencatutan nama Presiden dan Wapres akan dipanggil. Dia juga menegaskan bahwa persidangan MKD terkait kasus Ketua DPR akan bersifat terbuka. Meskipun, MKD tetap membuka opsi persidangan tertutup jika diminta oleh pihak terkait. “Tolong kawal kami dalam persidangan ini, agar MKD bisa menyelesaikan kasus seadil-adilnya,” ujarnya.
Desakan Wapres
Kasus dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden oleh Ketua DPR Setya Novanto kian melebar. Apalagi, muncul kemungkinan jika dalam pembicaraan antara Setnov, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin itu, Setnov banyak menyebut nama-nama orang penting lainnya.
Karena itu, desakan untuk menuntaskan kasus tersebut terus disuarakan. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sebagai pihak yang namanya dicatut, meminta agar proses di MKD benar-benar transparan, agar tidak menimbulkan kecurigaan publik. “Makanya harus terbuka,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden kemarin.
Sebagaimana diketahui, dalam laporannya ke MKD, Menteri ESDM Sudirman Said menyerahkan transkrip dan rekaman percakapan berdurasi sekitar 11 menit antara Setnov, Riza, dan Maroef. Padahal, percakapan aslinya berlangsung sekitar 2 jam. Dalam percakapan 2 jam itulah, diduga banyak muncul nama-nama lain yang saat ini belum diungkap. Sudirman pun menyatakan siap menyerahkan bukti tambahan tersebut jika diminta oleh MKD.
Menurut JK, kasus Freeport ini harus diselesaikan hingga tuntas karena menyangkut nama presiden dan wakil presiden, serta menyangkut investor atau perusahaan penanaman modal asing (PMA). Sehingga, jika tidak dituntaskan maka akan berdampak pada reputasi Indonesia di mata investor global. “Jadi, ini pengaruhnya besar,” katanya. (Jawa Pos/JPG)