eQuator.co.id-Pontianak. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Kalimantan Barat, NA Anggini Sari menjelaskan terkait ketidakpastian ekonomi global dan nasional yang dinilai masih tinggi.
“Ketidakpastian ekonomi global masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi global 2023 diprakirakan tetap sebesar 2,7%, namun disertai dengan pergeseran sumber pertumbuhan. Pertumbuhan Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara maju di Eropa diprakirakan lebih baik, dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga seiring dengan perbaikan upah dan keyakinan konsumen,” ujarnya kemarin.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok lebih rendah sejalan dengan tertahannya konsumsi dan investasi terutama di sektor properti. Tekanan inflasi di negara maju masih relatif tinggi dipengaruhi oleh perekonomian yang lebih kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat.
“Hal ini diprakirakan akan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR) (Higher for Longer),” jelasnya
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara nasional pada triwulan II 2023 tumbuh meningkat sebesar 5,17%, didukung oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi.
Konsumsi rumah tangga meningkat didorong oleh terus naiknya mobilitas, membaiknya ekspektasi pendapatan, dan terkendalinya inflasi, serta dampak positif dari Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Investasi juga meningkat terutama investasi non bangunan didukung oleh perbaikan impor barang modal.
Sedangkan ekspor barang kontraksi, sejalan ekonomi global yang melemah, sedangkan ekspor jasa tumbuh tinggi dipengaruhi oleh kenaikan kunjungan wisatawan mancanegara. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 diprakirakan dapat mencapai kisaran 4,5-5,3%.
“Inflasi nasional tetap dalam sasaran. Inflasi IHK pada bulan Juli 2023 tercatat 3,08% (yoy) sehingga berada di dalam sasaran 3,0±1%. Penurunan inflasi terjadi di semua kelompok. Dengan perkembangan tersebut, BI meyakini inflasi tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1% pada 2024,” ungkapnya
Lebih lanjut, Anggini Sari menjelaskan dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) BIpada 24-25 Juli 2023 lalu, memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%.
Keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75% ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1% pada 2024.
“Fokus kebijakan diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global. Ketentuan terkait dengan instrumen penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) dikeluarkan sejalan dengan PP No 36 tahun 2023. Terbaru, BI juga memperkuat kebijakan insentif likuiditas makroprudensial untuk mendorong kredit/pembiayaan dengan fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata dan pembiayaan inklusif dan hijau,” pungkasnya. (Ova)