Oleh: Joko Intarto
Perlukah ustadz menguasai teknologi informasi? Dulu, mungkin tidak terlalu perlu. Tapi gara-gara pandemi Covid-19, para ustadz sekarang dipaksa belajar soal yang satu ini. Mau atau tidak mau.
Ada kesibukan baru di Studio Jagaters. Sudah tiga malam berturut-turut. Selepas magrib hingga menjelang subuh, berlangsung diskusi antara tim teknik Jagaters dengan tim teknik para ustadz.
Sore tadi kesibukan bertambah lagi. Genset mini yang sudah lama saya simpan di gudang mulai dihidupkan. Genset ini untuk mengamankan jalannya siaran. Berjaga-jaga kalau listrik PLN mendadak padam. Satu unit UPS lapangan pun disiapkan. Perangkat ini untuk memastikan empat komputer utama dan satu modem 4G LTE tetap menyala pada saat listrik PLN mati.
Sekedar informasi, para ustadz itu tengah mempersiapkan sebuah ‘proyek akhirat’ dalam bentuk penggalangan dana wakaf untuk mendirikan Pesantren Khusnul Khotimah, pesantren khusus untuk para senior di Cisarua, Bogor. Pesantren ini akan menjadi pesantren virtual pertama di dunia.
Berhubung penggalangan dana secara offline tidak memungkinkan, ditempuhlah cara penggalangan online. Upaya penggalangan donasi ini dilakukan Gelora Wakaf, didukung sejumlah lembaga filantropi seperti Askar Kauny, Sahabat Subuh, YBM PLN, Sinergi dan Nusantara Foundation.
Untuk mewujudkan rencana itu, Jagaters menyediakan studio dengan semua fasilitasnya. Terutama: bandwidth internet. Kebetulan, jaringan internet di studio Jagaters cukup memadai. Bandwidth internasional dengan koneksi server ke New York tercatat 180 Mbps. Di kota itulah server Zoom ditempatkan.
Perlukan bandwidth sebesar itu? Tidak juga. Yang diperlukan hanya 5 Mbps saja untuk setiap komputer, baik uplink maupun downlink. Dalam pengelolaan acara ini, akan digunakan 8 komputer upload. Jadi perlu bandwidth internasional dengan uplink minimal 40 Mbps.
Komputer-komputer itu akan digunakan untuk mengelola tayangan para ustadz yang berada di berbagai lokasi. Yang terjauh: Utadz Prof Dr KH Shamsi Ali, Imam Besar Masjid New York, Amerika Serikat. Ustadz lainnya seperti Prof Dr KH Didin Hafidudin, Prof Dr KH Din Syamsuddin, berada di Indonesia. Demikian pula Ustadz Bobby Herwibowo yang menjadi moderator.
Launching Pesantren Khusnul Khotimah akan dilakukan melalui aplikasi Zoom Webinar. Acara video conference yang mulai berlangsung pukul 09:30 itu akan berinteraksi dengan sekitar 500 orang yang menyatakan ketertarikan bergabung dalam program pengumpulan wakaf tersebut.
Pasti mereka tidak tahu kalau launching dilakukan dari rumah sederhana di gang sempit di belakang Pasar PSPT Tebet Timur. Kecuali: mereka membaca artikel ini. (jto)