eQuator – Pontianak-RK. Senin (23/11) pagi kemarin, Desi, 27, bersemangat menuju warung kopinya depan pemadam kebakaran Yayasan Panca Bhakti (PB), Pontianak Selatan.
Alangkah terkejutnya wanita beranak satu itu, melihat dari kejauhan, meja-meja dan gerobak kios bensinnya raib. Warga Sungai Raya Dalam ini menduga itu ulah maling. Karena jarang sekali pencuri atau pemulung mau repot memikul meja dan gerobak berbahan kayu itu. Desi pun bingung. Usut-punya usut, terdapat stiker berlambang Satpol PP Pontianak yang tertempel di salah satu tiang Warkopnya.
“Saya kira diambil maling atau pemulung. Tapi setelah bersih-bersih, saya lihat ada stiker dari Satpol PP Pontianak,” kata Desi kepada Rakyat Kalbar.
Jika benar meja dan gerobaknya diangkut Satpol PP, Desi meminta kejelasan apa kesalahannya? “Kalau salah, tentu ada peringatan dulu. Sejauh ini belum ada peringatan, tapi langsung hilang saja mejanya,” katanya.
Padahal, jika diperhatikan, meja dan gerobak itu jauh ke dalam dan tidak memakan bahu jalan, seperti yang disebut-sebut dalam Perda Kota Pontianak No 3 tahun 2004 tentang Ketertiban Umum, sebagaimana telah diubah dengan Perda No 1 tahun 2010. Begitu juga mengenai kebersihan lingkungan, juga tidak kotor dan mengganggu. Menurut Desi, mengambil barang orang lain tanpa memberitahu atau diketahui pemiliknya, sama saja dengan mencuri.
Sedianya, meja dan gerobak milik Desi itu sudah puluhan tahun berada di depan Yayasan Panca Bhakti. Selama itu pula tidak ada yang merasa keberatan dan dirugikan, bahkan mengganggu lalu-lintas. Jika keberadaan meja dan gerobak itu menyalahi aturan, mestinya pagar mewah rumah bersebelahan dengan warung Desi juga harus diroboh. Karena keberadaanya sejajar dengan letak meja dan gerobak Desi. “Gerobak saya jauh masuk ke dalam dan meja juga dekat pintu masuk, pas depan pagar PB. Selama ini tidak mengganggu lalu-lintas,” katanya.
Nasib sama dirasakan Akin, 40, penjual Kongpou Ice Cream bergerobak. Warga Jalan Gajah Mada ini, meja dan kursi kayunya juga hilang. Padahal setiap habis jualan di depan PB, ia selalu menyimpan kursinya persis menempel di pagar markas pemadam kebakaran itu yang jaraknya mencapai 5-7 meter dari bahu jalan. “Saya datang dengan gerobak saya, eh pas mau ambil kursi, sudah tidak ada. Padahal saya simpan di tepi dan dekat pagar. Izin pula dengan pengurus PB,” katanya.
Dia tidak mengetahui siapa yang mengambil kursi itu. Karena kehilangan, apakah Akin akan melaporkan ke kepolisian? Menurutnya, ia cuma bisa mengikhlaskan saja. Toh, harga kursi itu juga tak seberapa. Namun yang menjadi kekecewaannya, jika memang benar kursi itu diangkut Satpol PP, mestinya diberi peringatan dulu. Itupun, kata Akin, jika terbukti salah. “Jika memang melanggar, saya terima kursi saya diangkut. Tapi kan sudah jelas, saya simpan di area PB dan tidak memakan bahu jalan. Orang-orang PB pun mengizinkan saya. Dimana salahnya?” tanya Akin.
Seharusnya, kata Akin, jika mau menyita alat dagang orang kecil harusnya ada pemberitahuan terlebih dahulu. Contohnya, kata Akin, gerobaknya sempat ditegur karena berjualan memakan bahu jalan. Setelah ada teguran itu, Akin pun mundur jauh ke belakang. “Kita ikut aturan. Tapi kursi saya yang hilang ini saya simpan jauh di belakang gerobak saya. Kami pun jaga kebersihan,” ujarnya. Sementara itu, Kasat Pol PP Kota Pontianak, Syarifah Adriana Farida ketika dihubungi ponselnya sebanyak tiga kali, tidak mengangkat teleponnya. (oxa/zrn)