Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bebani Masyarakat

Ilustrasi - NET

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga 100 persen atas usulan Menteri Keuangan (Menkue) RI, Sri Mulyani, dinilai sama saja menjadikan masyarakat sebagai korban.

“Menaikkan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan itu bukan solusi, justru menambah beban masyarakat,” ujar Miftah, Anggota Komisi IV DPRD Kalbar, Selasa (10/9).

Sebagai penyelenggara negara, pemerintah mempunyai tugas dan komitmen untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, seperti meningkatkan kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan masyarakat. Sekarang tiba-tiba ingin menaikkan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan hingga 100 persen.

“Ini bisa kita bayangkan, bagaimana orang yang selama ini setiap bulan harus menyetor iuran yang sudah cukup besar, malah ingin dinaikkan, paparnya.

Seharusnya, menurut dia, bagaimana pemerintah itu mengupayakan setoran itu dihilangkan, supaya masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis. Memang sudah ada kelas tertentu yang iurannya dibayarkan pemerintah.

“Tetapi untuk kepesertaan mandiri, tentu kenaikan hingga 100 persen akan menambah beban mereka. Mereka harus merogoh kocek lebih dalam lagi,” tukasnya.

Legislator PPP ini menyebut bahwa seperti diketahui, Menkeu Sri Mulyani mengusulkan kenaikan iuran JKN untuk menyelesaikan masalah defisit anggaran BPJS Kesehatan yang terus menggelembung.

Kenaikan yang diusulkannya itu mencakup peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang menikmati Fasilitas Kesehatan (Faskes) Kelas III serta peserta yang menikmati Faskes Kelas I dan II.

“BPJS Kesehataan untuk Kelas I naik 2 kali lipat dari Rp80 Ribu menjadi Rp160 Ribu. Kelas II dari Rp51 Ribu menjadi Rp110 Ribu. Kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp42 Ribu per kepala per bulan,” katanya.

Kemenkeu juga mengusulkan supaya iuran Peserta Penerima Upah (PPU) badan usaha 5 persen, dengan batas atas upah dari Rp8 Juta menjadi Rp12 Juta. Sedangkan iuran PPU pemerintah 5 persen dihitung dari berdasarkan gaji pokok menjadi berdasarkan Take Home Pay (TKP).

Kenaikan tersebut menyusul usai temuan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) soal kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang mengalami pembengkakkan defisit pada 2018. Kemudian pada tahun ini diprediksi hingga Rp32 Triliun. (agn)