90 Persen Pengembang di Kalbar Bakal Gulung Tikar

ilustrasi.net

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Boro-boro ambil bagian berpartisipasi membangun ibu kota baru di Kaltim, sekarang ini semua pengembang termasuk di Kalbar waswas dan cemas. Lantaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang kuotanya telah habis.

Kondisi ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan industri properti Indonesia dan program sejuta rumah tahun 2019. Semua pengembang perumahan FLPP mengeluhkan masalah ini. Bila pemerintah tak segera memberikan solusi, para pengembang bisa merana.

“Adanya kebijakan mengenai habisnya kuota ini, tentu dampaknya pada pertumbuhan rumah bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) akan melambat,” ungkap Anton Darmawan kepada Rakyat Kalbar, Minggu (8/9).

Sebagai salah seorang pengembang di Kalbar, Anton berharap ada solusi secepatnya. Sebab, industri properti Indonesia merupakan salah satu jenis industri yang menggerakkan perekonomian rakyat secara masif hingga ke pelosok Indonesia.

Terlebih, industri properti Indonesia memiliki 174 industri ikutan yang juga mendorong perputaran roda perekonomian Indonesia. Mulai dari industri rumahan sampai industri berat. Karena itu penting sekali untuk menjaga keberlangsungan industri ini agar stabil.

“Salah satunya dengan penambahan kuota FLPP,” jelas Anton.

Habisnya kuota dari sisi Pembiayaan FLPP menjadi persoalan serius. Bahkan menurut pengembang yang aktif bergerak di sektor rumah subsidi bagi MBR ini, akan berdampak pada keberlangsungan pengembang, khususnya di sektor rumah subsidi.

Terlebih, Anton membeberkan, untuk pembangunan serta stok unit rumah subsidi saat ini masih cukup banyak. Namun akibat adanya regulasi ini, tentu kemudahan masyarkat yang ingin memiliki hunian khususnya di kalangan MBR pasti akan menyulitkan.

“Sekarang rumah sudah ready, konsumen ada, tapi tidak bisa akad. Ini persoalan yang tengah kita sebagai pengembang hadapi. Intinya, apabila kebijakan ini berlangsung dengan waktu yang lebih lama dan tidak ada kejelasan, para developer akan kesulitan dari sisi keuangan kedepannya. Dapat dipastikan akan bangkrut apabila tidak ada kejelasan dan kepastian untuk MBR,” lugasnya.

Senada soal kritisnya para develover MBR, diungkapkan Wakil Sekjen DPP REI Pusat, yang juga Badan Pertimbangan Organisasi REI Kalbar, Sukiryanto. Ia buka-bukaan perihal rentannya pengembang perumahan FLPP terhadap pergerakan pembiayaan konsumen. Jika pembiayaan terhambat, akan terjadi multiplier effect ke perbankan, pengembang, kontraktor, vendor dan akhirnya bermuara ke masyarakat.

“Dari sisi masyarakat, dampak langsung dari keadaan ini adalah masyarakat yang butuh rumah terkendala. Tidak bisa merealisasikan akad KPR yang unit rumahnya sudah terbangun dan sudah disetujui bank. Akibatnya menunda untuk memiliki rumah dan itu menambah biaya hidupnya,” ungkapnya di Pontianak.

Sukir mengakui, akibat regulasi FLPP dari sisi pengembang, tidak bisa merealisasikan akad KPR. Sehingga secara tidak langsung akan mengganggu cash flow perusahaannya.

“Dengan begitu pengembang tentu akan menyetop dulu proyeknya, yang mengakibatkan kontraktor, tukang-tukang, kuli toko bangunan, tidak ada pekerjaan. Artinya, ini juga berdampak pada pengangguran yang akan bertambah,” terangnya.

Dari sisi perbankan, lanjut Sukir, pengembang yang membangun dengan pembiayaan kredit bank akan terkena risiko berat. Apabila tidak terealisasi maka beban bunganya akan tetap ditanggung pengembang. Jika pengembang tidak mampu membayar, maka NPL (Rasio kredit bermasalah) tinggi dan akan mengganggu kinerja perbankkan pula.

“Kalau ini terjadi, diperkirakan 90 persen pengembang di Kalbar pada oktober 2019 tidak mampu membayar bunga KPL (kredit pemilikan lahan) dan KYG (kredit kontruksi) khususnya pada bank BTN,” jelas Sukir.

Nawacita Presiden

Berdasarkan informasi dari DPD REI Kalbar, kata Sukir, pada Juni 2019 ada usulan penambahan Kuota FLPP sebanyak 3.500 unit. Adapun rumah-rumah yang sudah terbangun dan belum bisa akad KPR berjumlah 2.605 unit. Itu semua yang dibangun anggota REI Kalbar.

“Usulan ini juga sudah kita disampaikan kepada DPP REI dan Kementrian PUPR sudah menyurati Kementerian Keuangan untuk menambah kuota KPR FLPP sebesar Rp8,6 triliun atau setara untuk 80.000 hingga 100.000 unit rumah untuk anggota REI se-Indonesia,” paparnya

Sukir berharap adanya pertimbangan dari pihak terkait, sehingga pengembang sebagai ujung tombak Nawacita Presiden tidak merasa kecewa terkait kuota FLPP yang telah dijanjikan sebelumnya.

Sementara itu, dalam keterangan tertulisnya, Wakil Ketua MPR, Mahyudin, mendorong terkait pertimbangan Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan dan Presiden RI untuk mencarikan solusi kongkrit dengan menambah kuota FLPP.

Terlebih saat ini Kementerian PUPR mengalokasikan kouta FLPP pada APBN 2019 sebanyak 68.868 unit. Adapun tambahan kuota FLPP di tahun 2019 yang diusulkan 140.000 unit dan masih dalam pengkajian Kementerian Keuangan melalui mekanisme APBN-Perubahan hingga waktu yang tidak pasti.

 

Laporan: Nova Sari

Editor: Mohamad iQbaL