Pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur akan dibarengi dengan pembangunan sejumlah infrastruktur pendukung. Daerah penyangga bakal paling untung.
ERWIN D NUGROHO, Penajam
eQuator.co.id – AKSES transportasi dari Simpang Samboja di Kutai Kartanegara (Kukar) menuju Penajam di Penajam Paser Utara (PPU) memang sudah tersedia melalui jalur darat. Namun, kondisi jalan belum terlalu layak. Kerusakan di mana-mana. Mungkin hanya sekitar 60 persen yang benar-benar mulus dan bisa dilintasi kendaraan dengan kecepatan di atas 70 kilometer per jam. Sisanya, berantakan.
Jarak jalur darat dari Simpang Samboja menuju Penajam sebenarnya tak lebih dari 80 kilometer. Namun, kondisi jalan yang kurang baik membuat jarak itu mesti ditempuh 4-5 jam. Lubang-lubang menganga di tengah jalan membuat kendaraan terpaksa menepi, menghindar, atau mengurangi kecepatan. Bila tidak, penumpang dijamin terguncang-guncang hebat.
Badan jalan juga sempit. Hanya cukup untuk dua lajur. Pengemudi harus ekstra hati-hati karena roda slip sedikit saja bisa keluar jalur. Apalagi rumah penduduk berada di kiri-kanan jalan, saling berseberangan di sepanjang sisinya. Jadi sangat rawan kecelakaan, mengingat aktivitas warga tidak jauh dari jalan poros tersebut.
Saat tim Kaltim Post melewati jalur darat ini pada Ahad (1/9), cuaca sedang panas-panasnya. Matahari terik. Debu beterbangan dari gilasan roda kendaraan yang melaju, terutama setiap melewati bagian jalan yang rusak dan berlubang. Bangunan rumah penduduk, pepohonan, dan yang berada di pinggir jalan sampai berwarna kecokelatan. Bahkan daun pisang pun tak hijau lagi. Ketempelan debu.
“Kondisi sebaliknya terjadi ketika musim hujan. Jalanan becek. Lebih sulit dilintasi. Sering ada yang mogok, sampai nggak bisa gerak,” kata Ghofir, pengemudi truk ekspedisi yang berjumpa Kaltim Post di SPBU Sepaku, satu-satunya pom bensin yang kami lewati di sepanjang rute ini. Posisinya berseberangan persis dengan Indomaret, juga satu-satunya gerai minimarket berjaringan yang sudah beroperasi di desa ini.
Berita mengenai pemindahan ibu kota negara yang ramai di media dan menjadi pembicaraan di mana-mana, praktis membuat jalan poros Samboja–Penajam lebih ramai dari biasanya. Mobil-mobil pribadi berseliweran.
Menurut warga, sebagian besar mereka orang luar kawasan Sepaku, bahkan luar Kalimantan, yang khusus datang untuk mengetahui lokasi ibu kota baru. Banyak juga yang mampir ke warung-warung makan, warung kopi, untuk makan-minum sembari bertanya-tanya mengenai harga tanah.
Rombongan Kaltim Post pun singgah makan siang di Warung Yuanda, sebuah rumah makan sederhana di Dusun Sukamulya, Desa Sukaraja, Kecamatan Sepaku. Posisinya persis di seberang Masjid Al Amin Sepaku III, di pinggir jalan poros Samboja–Penajam.
Geliat ibu kota baru sangat terasa dari obrolan orang-orang di warung itu. Rata-rata mereka membicarakan pengumuman Presiden Joko Widodo beberapa hari sebelumnya, yang menyebut bahwa IKN baru itu berlokasi di sebagian PPU dan sebagian Kukar.
“Kami sering-sering makan di sini mumpung masih sepi. Nanti tempat ini mungkin sudah jadi mal,” celetuk seorang di antara mereka.
Meski sudah dipilih jadi bakal ibu kota menggantikan Jakarta, harga makan siang di tempat ini masih menggunakan “harga desa”. Total kami hanya membayar Rp 155 ribu untuk makan siang delapan orang di Warung Yuanda. Padahal menu yang kami pilih bervariasi. Ada nasi campur dengan jangan gori (sayur nangka), urap, lalapan, tahu-tempe, juga nila goreng dan ayam goreng. Ditambah minuman es teh dan air mineral kemasan. Dengan menu yang sama, kalau makan di Balikpapan bisa bayar dua kali lipat.
Pelayan di warung itu tak kalah agresif. Saat kami membayar, dia bertanya apakah rombongan kami ingin membeli tanah? “Ini nomor Pak RT. Beliau yang punya warung ini. Kalau mau tanya-tanya tanah, beliau punya banyak informasi,” kata pelayan itu, memberi nomor ponsel pemilik warung.
Dari Warung Yuanda, perjalanan kami lanjutkan menuju Penajam. Masih harus menempuh setengah perjalanan lagi, melewati beberapa desa seperti Pemaluan, Sepan, Sotek, dan Petung. Rute dari Sepaku menuju Penajam ini jauh lebih menantang, karena jalan yang rusak semakin banyak.
Meski begitu, pemandangan di sepanjang perjalanan begitu indah. Dengan langit biru dan hamparan bukit-bukit hijau sejauh mata memandang. Sebagian besar merupakan perkebunan sawit.
Rute ini dipastikan bakal menjadi akses utama menuju lokasi pusat pemerintahan Indonesia dari sisi Penajam. Belum jelas apakah kelak jalan akan dilebarkan, atau dibuat akses baru berupa jalan tol, seperti halnya tol Balikpapan–Samarinda yang salah satu pintu keluarnya nanti ada di Simpang Samboja dan akan menjadi akses ke lokasi ibu kota dari sisi Samboja.
Salah satu cabang jalan poros ini terhubung dengan Jembatan Pulau Balang, yang melintasi Teluk Balikpapan dan saat ini dalam tahap pembangunan. Kemudian, jalan akan berujung di Penajam, yang juga direncanakan dibangun jembatan tol menuju Balikpapan, menyambung dengan proyek coastal road, jalan yang menyusuri pinggiran pesisir laut Balikpapan sampai Bandara Sepinggan.
Jadi gambarannya kelak bila semua rencana proyek infrastruktur ini terealisasi, akan ada jalan lingkar yang rutenya tidak putus dari Balikpapan ke Samboja, kemudian Samboja ke Sepaku, terus Sepaku ke Penajam dan dari Penajam melewati jembatan tol ke Balikpapan lagi. Melingkar tanpa putus. Hal ini akan benar-benar mengubah peta jaringan jalan di Kaltim, sekaligus mengubah landscape pesisir timur dan selatan Pulau Kalimantan yang berbatasan dengan Selat Makassar.
Bayangkan kelak untuk menuju Istana Negara dari Bandara Sepinggan, presiden dan rombongannya bisa pilih mau lewat Samboja atau melalui Penajam. Kalau lewat Samboja, masuknya ke jalan tol Balikpapan–Samarinda. Kalau melalui Penajam, langsung menyusuri coastal road, yang ujungnya menyambung dengan Jembatan Tol Balikpapan–Penajam, sebuah jembatan sepanjang 7,35 kilometer dan akan menjadi jembatan atas laut terpanjang di Indonesia.
Jembatan Tol Balikpapan–Penajam merupakan proyek yang sudah direncanakan sebelum ada keputusan IKN. Bahkan menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, proyek jembatan tol ini tetap jalan dengan atau tanpa ada pemindahan ibu kota. Saat ini sudah masuk lelang tahap prakualifikasi proyek oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR.
Proyek-proyek infrastruktur terkait pemindahan ibu kota dimulai tahun depan. Semua bergerak simultan, termasuk percepatan proyek coastal road Balikpapan yang direncanakan sejak beberapa tahun lalu.
Adapun jalan tol Balikpapan–Samarinda kini tinggal tahap finishing dan diperkirakan sudah mulai beroperasi akhir 2019. Di mana pun titik persisnya pusat pemerintahan Indonesia di PPU dan Kukar itu, lokasinya nanti pasti terhubung dengan mudah ke semua jaringan transportasi yang sedang disiapkan sekarang ini.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danang Parikesit menyatakan bahwa jalan tol ini dapat segera digunakan oleh masyarakat pada akhir Oktober 2019. “Saat ini progres konstruksi seluruhnya telah mencapai 97%. Kami optimis untuk Seksi II hingga Seksi IV Palaran dapat dioperasikan secara fungsional akhir Oktober ini. Sementara itu, Seksi V dan I yang merupakan dukungan konstruksi Pemerintah masih ada beberapa yang harus dikejar dan ditargetkan beroperasi pada akhir tahun 2019,” jelas Danang kemarin (8/9)
Jalan Tol Balikpapan-Samarinda memiliki total panjang 99,350 Km terdiri dari 5 seksi, yaitu Seksi V ruas Balikpapan – Sepinggan (11,5 Km), Seksi I ruas Balikpapan – Samboja (22,025 Km), Seksi II ruas Samboja – Muara Jawa (30,975 Km), Seksi III Muara Jawa – Palaran (17,300 Km) dan Seksi IV Palaran – Samarinda (17,550 Km).
Jalan tol dengan investasi sebesar Rp9,97 Triliun ini merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Dari lima seksi jalan tol, Pemerintah memberikan dukungan konstruksi di Seksi V dan Seksi I dengan total panjang 33,115 Km yang bertujuan meningkatkan kelayakan finansial ruas tol tersebut.
“Sementara untuk Seksi II hingga seksi IV sepanjang 66,235 Km, pembangunannya menggunakan dana dari Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yaitu PT Jasamarga Balikpapan Samarinda (JBS),” lanjut Danang.
Direktur Utama Jasa Marga Desi Arryani berjanji mempercepat penyelesaian Jalan Tol Balikpapan-Samarinda mengingat jalan tol pertama di Pulau Kalimantan ini pasti menjadi cikal bakal pembangunan infrastruktur lainnya untuk mengembangkan suatu kawasan ekonomi terpadu.
Jalan tol ini akan terhubung langsung Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan, 11 Km dari Balikpapan. ”Lalu lintas jalan tol ini akan dibangkitan karena berperan sebagai penghubung ibu kota negara dengan dua daerah utama lainnya, yaitu Balikpapan dan Samarinda,” ujar Desi.
Direktur Utama PT JBS STH Saragi optimis dapat memenuhi target jumlah kendaraan yang melintasi Jalan Tol Balikpapan-Samarinda per harinya. Saat ini, pihaknya menargetkan sekitar 10.000 kendaraan dapat melewati jalan tol ini setiap harinya.
“Kami optimis angka tersebut dapat tercapai, bahkan lebih dari itu, karena Samboja sebagai daerah yang dilewati jalan tol ini telah resmi wilayahnya menjadi bagian dari ibu kota negara yang baru,” jelas Saragi.
Rampungnya pengerjaan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda ini diharapkan dapat menjadi sarana dasar pengembangan ibu kota negara baru, serta turut mendukung percepatan distribusi barang dan jasa antara dua kota tersebut yang dapat memangkas waktu perjalanan non jalan tol yang sebelumnya mencapai 3-4 jam, menjadi hanya 1 jam. (Kaltim Post/Jawa Pos/JPG)