eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Solusi atas perbedaan wewenang Bawaslu di pemilu dan pilkada mulai diupayakan. Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota mengajukan uji materi UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Sedangkan Bawaslu RI saat ini sedang menyusun naskah usulan revisi UU Pilkada untuk disampaikan kepada Pemerintah dan DPR.
Pengajuan uji materi tersebut masuk ke MK pada 13 Agustus lalu. Pemohonnya adalah Ketua Bawslu Sumatera Barat Surya Efitrimen, Ketua Bawaslu Kota Makassar Nursari, dan Anggota Bawaslu Kabupaten Ponorogo Sulung Muna Rimbawan. Yang dipersoalkan adalah sejumlah pasal terkait kedudukan Panwaslu Kabupaten/Kota. Yakni, pasal 1 poin 17, 23 ayat (1) dan (3), serta pasal 24 ayat (1) dan (2).
Kuasa hukum pemohon Veri Junaidi menuturkan, problem utamanya ada pada definisi atau nomenklatur pengawas di tingkat Kabupaten/Kota. ’’Kami minta di seluruh Undang-Undang Pilkada, itu yang masih menyebutkan panwaslu, kami minta agar dimaknai sebagai Bawaslu,’’ terangnya saat dikonfirmasi kemarin (23/8).
Kemudian, yang dipersoalkan adalah sifat ad hoc dari lembaga tersebut. hal-hal tersebut dianggap bertentangan dengan UUD 1945 yang mengatur kepastian hukum. ’’Di Pemilu, dia sudah menjadi Bawaslu yang sifatnya permanen, tapi di pilkada sifatnya masih ad hoc,’’ lanjutnya. Pihaknya memohon agar sifat lembaga pengawas di pilkada itu dipermanenkan.
Termasuk di dalamnya adalah jumlah keanggotaan pengawas pemilu. Rata-rata, saat ini jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota berjumlah lima orang meski sebagian daerah tetap tiga. Sementara, panwaslu masih tiga orang. Dengan perubahan nomenklatur itu, maka jumlah keanggotaan pengawas pemilu juga akan mengikuti aturan di Pemilu.
Veri menuturkan, selama ini nomenklatur pengawas pemilu di Pilkada sebetulnya mengikuti UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Namun, UU 15/2011 telah dilebur ke dalam UU 7/2017. ’’Mestinya nomenklatur yang ada di Undang-Undang Pilkada harusnya menyesuaikan,’’ tuturnya.
Hanya saja, klausul di UU Pilkada masih menyebut panwaslu dan sifat ad hoc. hal itu menimbulkan ketidakpastian hukum.
Dalam permohonannya, Veri tidak secara khusus memintapemeriksaan prioritas. ’’Tapi nanti di dalam persidangan tentu kami akan menyampaikan secara lisan,’’ tambahnya. Biasanya, majelis hakim cukup perhatian terhadap isu-isu yang menjadi perhatian dan kebutuhan publik yang mendesak.
Di sisi lain, Bawaslu masih terus mendorong revisi UU Pilkada. Problem yang dibawa juga sama, yakni kelembagaan Bawaslu.
’’Kami sedang siapkan revisi Undang-Undangnya yang akan kami bawa ke DPR dan juga mendagri untuk dapat dibahas bersama,’’ terang Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar saat dikonfirmasi kemarin.
Sejauh ini, tutur Fritz, kemendagri sudah menunjukkan kesungguhan untuk merevisi UU Pilkada. tidak hanya soal Bawaslu, namun juga beberapa isu lain sesuai perkembangan. Tinggal DPR dalam hal ini Komisi II yang akandiajak berbicara. ’’Nanti Bawaslu akan mengirim surat secara resmi mengenai permohonan soal itu,’’ tambahnya.
Bawaslu juga akan melakukan road show ke partai-partai politik yang ada di parlemen. Road show itu penting untuk menjelaskan urgensi perubahan UU Pilkada. Khususnya soal aturan kelembagaan Bawaslu yang sudah tidak lagi relevan dengan kondisi yang ada saat ini. (Jawa Pos/JPG)