’’Semakin keras Anda melempar bola semakin kencang juga ia memantul. Itu adalah logika alam,’’ ujar anggota parlemen kubu oposisi Claudia Mo kepada CNN. Kalimat tersebut merupakan tanggapan Mo terhadap kericuhan yang terjadi pada demo Minggu malam (11/8).
eQuator.co.id – Hongkong-RK. Prediksi Mo benar. Warga Hongkong benar-benar marah kemarin. Mereka menyalurkan kemarahan itu dengan melakukan demo di Bandara Internasional Hongkong. Tak tanggung-tanggung, 5.000 warga Hongkong ikut dalam aksi tersebut.
’’Semua penerbangan telah dibatalkan. Kami mohon agar pengunjung segera keluar dari bandara,’’ pengumuman itu berkali-kali terdengar dari pengeras suara bandara.
Warga Hongkong memang sudah biasa berdemo dalam dua bulan terakhir. Namun, yang melakukan demo pada hari kerja biasanya para pemuda. Jumlahnya tak sampai ribuan. Sementara itu, demo masal biasanya dilakukan di akhir pekan.
Seperti pekan lalu, Hongkongers melakukan protes akhir pekan di bandara. Tanggal 9–11 Agustus dijadikan kesempatan untuk menyebarkan pesan kepada dunia tentang keadaan di Hongkong. Senin mereka berencana untuk kembali beraktivitas normal.
Hal itulah yang membuat otoritas Bandara Hongkong kaget mendapatkan kunjungan dari ribuan pendemo kemarin. Karena semakin sesak, mereka pun memutuskan menghentikan operasional. ’’Polisi Hongkong sudah gila. Mereka melebihi batas,’’ ujar Law, salah seorang pendemo di bandara, kepada Agence France-Presse.
Ribuan pendemo tersebut datang untuk menunjukkan kemarahan mereka. Mereka marah terhadap penindakan aparat yang terjadi Minggu malam yang superkeras. Kabar yang berembus, mata seorang gadis pendemo terluka terkena peluru karet petugas.
’’Saya sedih mendengar kejadian itu. Saya sampai tidak bisa tidur semalam,’’ ujar Patsy Ko kepada CNN. Kisah gadis yang terluka matanya membuatnya bertekad untuk mengikuti demo kali pertama.
Bukan hanya Ko. Sebagian besar orang datang ke bandara kemarin karena kisah tersebut. Mereka sengaja menggunakan perban di mata dengan tulisan ’’mata dibalas mata’’. Kemarahan mereka tambah tersulut setelah Tiongkok melabeli pendemo sebagai teroris.
Global Times mengabarkan cuplikan video yang menunjukkan tentara yang berkumpul di Shenzhen, kota yang berbatasan dengan Hongkong, untuk melakukan latihan militer. ’’Hongkong tak lagi aman,’’ teriak salah seorang pendemo.
Aksi tersebut membuat calon penumpang yang ingin pergi dari Hongkong mengurungkan niat. Beberapa merasa tak masalah. ’’Itu hak mereka. Meski saya tidak tahu apakah aksi seperti ini akan berhasil,’’ ujar Rhiannon Coulton, warga Australia yang baru mendarat.
Beberapa calon penumpang juga mengamuk. Salah seorang perempuan yang menggendong anaknya menyatakan bahwa pendemo justru merusak Hongkong. ’’Sah-sah saja ingin berdemo. Tapi, jika kalian menghentikan orang yang ingin masuk ke Hongkong, ekonomi kalian yang akan jatuh,’’ ujarnya.
HOAKS BIKIN MAKIN RESAH
Suhu politik di Hongkong tinggi bukan main. Salah satu yang menjadi bara paling anyar adalah hoaks yang beredar di dunia maya. Kabar simpang siur mengenai krisis di pulau tersebut membuat penduduk makin paranoid.
Salah satu cuitan yang viral di Twitter adalah video yang menunjukkan tank di atas lori kereta. Video itu disertai tulisan tentang upaya militer Tiongkok yang bakal menyeberangi perbatasan Shenzhen–Hongkong. Pengguna itu memperingatkan bahwa tentara dari Beijing bakal melaksanakan penindakan keras kepada pendemo ala Tiananmen Square.
Tragedi Tiananmen Square pada 1989 tak mungkin dilupakan masyarakat Hongkong. Tentara memberondong para pemuda Tiongkok yang menuntut demokrasi dan merenggut ratusan nyawa. Membayangkan itu, warga Hongkong sudah pasti tambah resah.
Kabar tersebut langsung mendapatkan fact-check. Kenyataannya, nama stasiun yang tertera di video itu adalah Longyan yang berjarak 500 kilometer dari Shenzhen. Tapi, video telanjur dilihat 848 ribu kali dan di-retweet 8 ribu kali.
’’Kita punya kecenderungan percaya apa yang ingin dipercaya. Meskipun tak ada bukti kuat yang mendukung kepercayaan itu,’’ ujar Masato Kajimoto, profesor jurnalisme di Hong Kong University, kepada CNN.
Pakar misinformasi itu menyatakan, hoaks merupakan senjata yang menakutkan. Sekali menyentuh hati, susah dihilangkan. Kalaupun disangkal dengan bukti, benih ketidakpercayaan tak akan bisa tercabut.
Penduduk Hongkong prodemokrasi sudah pasti memercayai kabar itu karena menganggap pemerintah makin otoriter. Sementara penduduk pro-Beijing akan lebih percaya pada teori konspirasi yang menyatakan bahwa AS berada di balik para pendemo. Apalagi, pemerintah Tiongkok ikut membenarkan teori tersebut.
’’Sebagaimana yang kami ketahui, aksi itu adalah pekerjaan AS,’’ ucap Jubir Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying.
Kajimoto mengungkapkan, penggunaan hoaks bukanlah barang baru. Hoaks bernarasi intervensi Tiongkok juga tersebar saat Revolusi Payung 2014. Menurut dia, rumor tak benar bakal selalu tersebar selama politik sebuah negara masih terbelah.
’’Sejak awal, sikap politik yang berbedalah yang membuat banyak orang menyebarkan rumor dan memercayai konten manipulatif,’’ imbuhnya. (Jawa Pos/JPG)