eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Setelah melakukan penyidikan selama lebih dua tahun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya membuka kembali kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus S.A.S. dan Rolls-Royce di PT Garuda Indonesia. KPK menetapkan seorang mantan pejabat Garuda sebagai tersangka baru dalam kasus itu. Yakni Hadinoto Soedigno.
Hadinoto merupakan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia periode 2007-2012. Hadinoto disangka menerima suap bersama dengan mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar. Suap itu diberikan Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo. Soetikno diduga sebagai penghubung antara pabrikan pesawat dan perusahaan BUMN itu.
Emirsyah dan Soetikno lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 19 Januari 2017. Kala itu, Emir yang menjabat dirut Garuda 2005-2014 tersebut diduga menerima suap dari Soetikno sebesar EUR 1,2 juta dan USD 180 ribu (bila keduanya ditotal setara dengan Rp 20 miliar). Suap itu bukan hanya berwujud uang, melainkan juga barang yang tersebar di Singapura dan Indonesia.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menyebut pihaknya menemukan banyak fakta baru terkait perkara itu. KPK membuat skala penanganan perkara menjadi jauh lebih besar daripada sebelumnya. “Ini (kasus korupsi di Garuda) menjadi lebih besar dari konstruksi awal,” ungkap Laode dalam konferensi pers di gedung KPK kemarin (7/8).
Fakta baru itu, antara lain, terkait dengan dugaan penerimaan lain untuk Emir dan Hadi. Menurut Laode, dua mantan petinggi Garuda itu ditengarai mendapatkan hadiah dari pabrikan lain. Bukan hanya Rolls-Royce, tapi juga penyedia barang lain yang pernah mendapat proyek di Garuda.
Terkait program peremajaan pesawat, misalnya, Emir melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada rentang 2008-2013. Nilainya miliaran USD. Perinciannya, kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce. Kemudian, pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S. Ada lagi kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR). Lalu, pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Pembelian atau kontrak itu, Soetikno mendapat fee. Dan sebagian fee itulah yang kemudian diberikan kepada Emir dan Hadi.
“Selain itu, SS (Soetikno Soedarjo) juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier,” terang Laode.
Laode merinci, dari belanja pesawat itu, Emir dan Hadi mendapat imbalan berupa uang. Khusus untuk Emir, KPK mendeteksi indikasi penerimaan uang Rp 5,75 miliar yang diduga digunakan untuk membeli rumah di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Penerimaan lain berupa uang USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim Soetikno ke rekening perusahaan Emir di Singapura. Sebagian uang itu diduga digunakan untuk melunasi pembelian apartemen di Singapura.
“Untuk HDS (Hadi), SS diduga memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening HDS di Singapura,” jelasnya.
Selain menetapkan Hadi sebagai tersangka ketiga dalam kasus suap pengadaan pesawat, pihaknya juga menjerat Emir dan Soetikno sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). “KPK bekerja sama dengan beberapa institusi penegak hukum di luar negeri, khususnya dengan CPIB Singapura dan SFO Inggris (untuk mengembangkan perkara TPPU),” imbuh Laode.
Pun, KPK telah melacak aset seluruh uang suap beserta turunannya yang diduga telah diterima dan digunakan Emir dan Hadi. KPK juga menyita rumah Emir di Pondok Indah dan memblokir rekening bank Emir di Singapura.
Kemarin KPK telah menahan dua tersangka Emirsyah dan Soetikno. Untuk 20 hari pertama, Emir ditahan di Rutan KPK di C1 (gedung KPK lama). Sementara Soetikno ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur. Saat masuk ke mobil tahanan, keduanya irit berkomentar terkait proses hukum yang dilakukan KPK. (Jawa Pos/JPG)